Jika Dilantik, Prabowo-Gibran Akan Pisah Ditjen Pajak-Bea Cukai dari Kemenkeu

Tim detikNews - detikBali

Senin, 19 Feb 2024 08:34 WIB

Denpasar - Pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka disebut bakal memisah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal tersebut diungkap Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo.

"Iya jadi (pisah DJP dan DJBC dari Kemenkeu)," kata Drajad, Minggu (18/2/2024) dikutip dari detikNews.

Pemisahan tersebut dilakukan jika Prabowo-Gibran jadi dilantik menjadi presiden-wakil presiden 2024-2029. Drajad mengatakan pemisahan DJP dan DJBC dari Kemenkeu akan dilakukan lewat pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang akan berada langsung di bawah presiden.

"Pembentukan BPN itu menjadi salah satu dari 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Prabowo-Gibran," ungkap Drajad.

Rencana Prabowo-Gibran membentuk BPN sudah tercantum dalam dokumen visi misi dan program kerja. Meski begitu, program itu diakui tidak bisa terealisasi dengan cepat karena perlu persiapan bahkan jika perlu sejak transisi pemerintahan.

"Memang tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran karena peraturan perundang-undangannya kan harus disiapkan dengan matang. Mungkin perlu 1 tahunan atau lebih sedikit," ucap Drajad.

Selama penyiapan peraturan, persiapan dan proses pra-transisi kelembagaan akan mulai dijalankan. Pra-transisi ini maksudnya desain kelembagaan dimatangkan dan untuk sementara masih dalam bingkai Kemenkeu.

"Sehingga kami tidak membuang waktu, ketika peraturan perundang-undangan selesai, BPN sudah bisa langsung berjalan cepat," imbuhnya.

Sebelumnya, Gibran mengatakan BPN harus dibentuk untuk meningkatkan penerimaan negara guna membiayai kebutuhan pembangunan yang besar. DJP dan DJBC akan dilebur dan dipisah dari Kemenkeu.

"Kami akan membentuk Badan Penerimaan Negara yang dikomandoi langsung presiden, sehingga mempermudah kementerian-kementerian terkait. DJP dan Bea Cukai akan dilebur jadi satu, fokus ke penerimaan negara saja, tidak lagi akan mengurusi masalah pengeluaran," kata Gibran dalam Debat Kedua Pemilu 2024 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2023).

Plus Minus Ditjen Pajak-Bea Cukai Dipisah dari Kemenkeu

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan sisi positif dua lembaga tersebut dipisah dari Kemenkeu, yakni memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pengambil kebijakan perpajakan dan kebijakan cukai. Misalnya jika mau menerapkan pajak karbon, maka bisa langsung dieksekusi.

"Kemudian mau kejar pajak kekayaan (wealth tax) juga bisa lebih cepat masuk kantong penerimaan negara. Apalagi mau kejar rasio pajak 18-25% di 2045 dan Indonesia mau jadi negara anggota OECD yang rasio pajaknya tinggi butuh lembaga perpajakan yang superpower," katanya kepada detikcom, Minggu (24/12/2023).

Selain itu, perluasan objek kena cukai seperti cukai plastik, minuman berpemanis, dan 5 barang kena cukai baru lainnya tidak perlu menunggu lama.

"Koordinasi DJP-Bea Cukai dengan lintas lembaga jadi lebih fleksibel dan langsung dibawah presiden sehingga kuat posisinya. Bahkan DJP bisa langsung diskusi dengan DPR soal strategi perpajakan dan target pajak," katanya.

Kelemahannya, kata Bhima, proses pemisahan butuh waktu tidak sebentar. Menurutnya, ego sektoral di Kemenkeu juga penting dilihat.

"Ibaratnya kalau DJP-Bea Cukai keluar dari Kemenkeu maka hilang sebagian wewenang menteri keuangan. Padahal soal rancangan APBN dirumuskan bersama dirjen dan lembaga di bawah kendali Menkeu. Kemudian anggaran untuk pemisahan DJP juga tidak murah. Namanya bikin lembaga baru pasti ada biayanya," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebut sisi positif dari penggabungan ini adalah lembaga yang baru punya otoritas sendiri.

"Plusnya otoritasnya sendiri, target pajaknya dan sebagainya itu memang bisa bertanggung jawab presiden. Urusan kebijakan dan sebagainya presiden nanti yang kemudian memerintahkan ke Kementerian Keuangan kalau belanja dan sebagainya duitnya ada nggak," terangnya.

Dia mengatakan fleksibilitas dari penerimaan pajak lebih banyak. Hanya saja masalahnya, kalau tidak ada penambahan SDM, teknologi dan ruang lingkup kebijakan, maka tidak akan jauh berbeda.

"Ketika dia berada dalam institusi nggak bisa ditekan untuk meningkatkan pajak atau sebaliknya dia bisa nekan, tapi on planning tidak bisa mendadak," katanya.

https://www.detik.com/bali/berita/d-7200041/jika-dilantik-prabowo-gibran-akan-pisah-ditjen-pajak-bea-cukai-dari-kemenkeu

  • Hits: 86

Jawaban TKN Prabowo-Gibran soal MK Tolak Pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu

BISNIS.COM,19 Feb 2024, 11:05 WIB

Penulis: Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA – Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran buka suara terkait Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya menolak Judicial Review atas pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan. 

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo menyampaikan bahwa dirinya sepakat dengan argumen MK yang menolak pengujian, karena pada dasarnya pemisahan tersebut memerlukan undang-undang (UU).

Di mana MK dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan hal tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy pembentuk UU sebagaimana dimuat dalam ketentuan Pasal 17 ayat (4) dan Pasal 23A UUD 1945.

MK menilai kepala negara dapat sewaktu-waktu mengubah kedudukan DJP sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada maupun sesuai dengan perkembangan ruang lingkup urusan pemerintahan, atau dapat pula melalui upaya legislative review. 

Drajad menegaskan bahwa memang Badan Penerimaan Negara (BPN) harus dibentuk berdasarkan undang-undang (UU). Untuk itu, perlu persiapan matang dan peraturan perundang-undangan baru yang mengatur hal tersebut.

Persiapan itu pun, kata dia, akan dilakukan segera mungkin kala Prabowo dan Gibran resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Di mana saat ini, pasangan nomor urut 02 tersebut unggul dalam Real Count dan Quick Count Pemilu 2024. 

“Mungkin perlu 1 tahunan atau lebih sedikit [untuk membentuk BPN]. Namun selama penyiapan peraturan, persiapan dan proses pra-transisi kelembagaan mulai bisa dijalankan,” ujarnya ketika dikonfirmasi Bisnis, Senin (19/2/2024). 

Dalam proses pra-transisi ini, Prabowo yang berjanji melanjutkan sejumlah kebijakan Jokowi tersebut, akan mematangkan desain kelembagaan dan untuk sementara akan berada dalam bingkai Kemenkeu.

“Sehingga, kita tidak membuang waktu, ketika peraturan perundang-undanganan selesai, BPN sudah bisa langsung berjalan cepat,” tutur Drajad.

Dirinya meyakini akan pembentukan BPN ini, karena memiliki basis politik yang sangat kuat. Di mana Prabowo-Gibran secara resmi menyebut pembentukan BPN dalam Visi Misi yang diserahkan kepada KPU. Bahkan, hal ini masuk sebagai salah satu 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC).

Sejalan dengan hal tersebut, rakyat memilih dan memberi mandat kepada Prabowo-Gibran yang tercermin dari unggulnya Prabowo-Gibran di kontestasi pemilu tahun ini.

“Jadi secara politik, pembentukan BPN itu sdh menjadi ‘perintah rakyat’. Legitimasi politik bagi pembentukannya sangat kuat. Singkatnya, BPN itu perintah rakyat,” tutupnya. 

Sebagaimana dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sempat menolak permohonan Judicial Review pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu, yang disampaikan oleh seorang konsultan pajak, Sangap Tua Ritonga.

Menurut Sangap, penempatan DJP sebagai subordinasi Kemenkeu sesuai dengan aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, menurutnya, perlu dibentuk lembaga khusus setingkat kementerian yang memiliki otoritas memungut pajak/pendapatan negara terpisah dari Kemenkeu.

https://m.bisnis.com/amp/read/20240219/259/1742002/jawaban-tkn-prabowo-gibran-soal-mk-tolak-pemisahan-ditjen-pajak-dari-kemenkeu

  • Hits: 90

Kerja Keras APBN Danai Janji Prabowo-Gibran

Oleh: Dendi Siswanto

Senin, 19 Februari 2024 20:56 WIB 

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memiliki beberapa program yang akan dijalankan.

Program-program tersebut telah tersusun dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC). Beberapa program tersebut adalah memberikan makan siang dan susu gratis, meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan, hingga menambah program kartu-kartu kesejahteraan sosial.

Oleh karena itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mesti bekerja keras untuk membiayai program-program yang diusung Prabowo-Gibran.

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajat Wibowo mengatakan, salah satu yang akan dilakukan untuk meraih pendapatan guna mendukung program-program tersebut adalah dengan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN).

Menurutnya, pembentukan BPN ini merupakan transformasi kelembagaan. Nah, salah sat efeknya adalah insentif struktur dan karir bagi pegawai.

"Ini diharapkan menaikkan kinerja pengumpulan penerimaan," ujar Drajat kepada Kontan.co.id, Senin (19/2).

Dirinya berharap, pembentukan BPN ini juga bisa meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 23%.

Namun, dirinya mengakui bahwa pembentukan BPN ini tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.

"Karena peraturan perundang-undangannya kan harus disiapkan dengan matang. Mungkin perlu satu tahunan atau lebih sedikit," katanya.

Yang jelas, selama penyiapan peraturan, persiapan dan proses pra-transisi kelembagaan mulai bisa dijalankan.

Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Airlangga Hartarto mengakui bahwa pembentukan BPN tersebut belum dilakukan pembahasan secara teknis.

"Belum dibahas," kata Airlangga kepada awak media di Jakarta, Senin (19/2).

Menanggapi hal tersebut, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita melihat bahwa akan ada kompromi mengenai rencana program yang diusung Prabowo-Gibran.

Hal ini dikarenakan rencana program yang ditawarkan di saat kampanye sifatnya sangat elektoral atau bermotif politik agar disukai dan dipilih rakyat.

"Jadi, saat sudah terpilih, maka harus kembali realistis dan kembali ke kondisi fiskal yang sebenarnya. Sangat besar kemungkinan akan terjadi improvisasi dan kompromi," kata Ronny.

Dirinya mengambil contoh, untuk program makan siang gratis, dirinya menduga segmennya akan mengecil seperti yang menjadi prioritas adalah daerah 3T.

Apabila program tersebut tidak dilakukan secara  bertahap, maka pemerintah akan terkendala pada sumber anggarannya. Ia bilang, program sosial tersebut harus diambil dari pajak atau tax based, lantaran masuk ke dalam kebijakan redistributive alias kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi ekonomi.

"Jadi harus diambil dari pajak kelas atas dan kelas menengah untuk diredistribusikan ke kelas bawah yang membutuhkan, agar terjadi robin hood effect kepada perekonomian," tambahnya.

Sementara untuk keberlanjutan hilirisasi, akan ada potensi pengurangan pendapatan lantaran pemerintah harus memberi insentif dan berbagai kemudahan regulasi untuk para investor baru.

"Intinya semuanya akan berujung pada kompromi, baik dengan kapasitas fiskal, atau dengan risiko ekonomi makro jika terjadi perubahan drastis pada nomenklatur APBN, maupun berkompromi dengan DPR," terang Ronny.

Sementara itu, Kepala Center for Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho melihat bahwa anggaran makan siang gratis yang mencapai Rp 400 triliun akan sulit terpenuhi dari sisi anggaran.

Hal ini mengingat rasio pajak Indonesia yang cenderung sulit untuk ditingkatkan. Dirinya khawatir, apabila pemerintah baru tetap menjalankan tersebut maka akan ada realokasi maupun pemotongan dari pos-pos anggaran yang sifatnya meningkatkan kualitas dari masyarakat. Misalnya saja realokasi pos-pos anggaran di kesehatan dan pendidikan.

"Ini tentunya akan mengganggu kualitas dari SDM yang tentunya yang sedang saat ini kita bangun menuju Indonesia emas 2045," kata Andry.

Dirinya juga mewanti-wanti agar program yang dijalankan tersebut tidak berasal dari utang. Hal ini mengingat warisan utang Jokowi begitu besar untuk pemerintahan selanjutnya.

"Pak Prabowo waktu itu mengatakan tidak masalah bahwa utang itu kita naikkan rasionya hingga 50%. Ini menurut saya harus berhati-hati bahwa kita tidak ingin adanya ketidakstabilan dari APBN karena resiko-resiko yang nanti akan diterima oleh APBN itu sendiri," katanya.

Dirinya berharap pengelolaan APBN pada pemerintahan selanjutnya tetap berada pada koridor yang prudent dan tidak dipengaruhi besar oleh risiko-risiko shock yang ada.

"Itu yang dibutuhkan legislator. Kita berharap oposisi-oposisi yang di Senayan memiliki taji dalam hal penggunaan APBN ini tentunya untuk kemaslahatan masyarakat," imbuh Andry.

"Ini kita tunggu peta koalisi dan oposisinya. Yang saya takutkan peran legislator ini lebih banyak mengamini program-program yang dibawa oleh pemerintah," katanya.

Menurutnya, peran legislator beberapa tahun terakhir ini justru tidak memberikan proses check and balance yang cukup optimal terhadap APBN.

"Ini yang saya takutkan ketika koalisinya besar justru legislator kita malah mengiyakan semua hal yang dianggap pengelolaannya malah jatuhnya tidak kredibel," pungkas Andry.

Editor: Handoyo .

https://amp.kontan.co.id/news/kerja-keras-apbn-danai-janji-prabowo-gibran

  • Hits: 157

Pendukung Prabowo-Gibran Diminta Tak Euforia Kemenangan, Ekonom: Situasi Ekonomi Menantang

Kompas.com, 18 Februari 2024, 07:03 WIB

Editor:  Palupi Annisa Auliani

PASANGAN calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul dalam sejumlah quick count dan penghitungan sementara real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Pemilu Presiden 2024.

Meski demikian, para pendukung pasangan ini, apalagi Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, diminta tak larut dalam euforia kemenangan. Situasi perekonomian global yang menantang, menjadi sebab. Hanya soal waktu bagi dampak situasi ini merembet ke Indonesia.

"Jangan euforia karena tantangan ekonomi sudah ada sinyal-sinyalnya," kata ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Dradjad H Wibowo, dalam perbincangan dengan Kompas.com, Sabtu (17/2/2024).

Dradjad menyebutkan, setidaknya lima negara perekonomian utama dunia kini menghadapi atau setidaknya berisiko mengalami resesi secara teknikal (technical recession). Kelima negara itu adalah Jepang, Inggris, China, Amerika Serikat, dan Jerman.

Resesi secara teknikal adalah istilah ekonomi untuk kondisi ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami kontraksi alias penurunan dalam dua kuartal berturut-turut. Tecnical recession merupakan salah satu pertanda kuat atas risiko terjadinya resesi.

Jepang dan Inggris sudah mengalami technical recession pada saat tulisan ini dibuat. Adapun China, Amerika Serikat, dan Jerman, dalam situasi yang mewaspadai kondisi tersebut terjadi.

"Memang situasi global tidak cerah. Banyak mendung dan kelihatan bakal hujan deras. Kita harus waspada," ujar Ketua Pembina Sustainable Development Indonesia (SDI) ini memberikan analogi untuk situasi perekonomian global.

Bagi Indonesia, lanjut Dradjad, dampak dari situasi global ini memang tidak seketika. Biasanya, kata Dradjad, dampak tersebut akan berjeda waktu satu hingga dua kuartal. Menurut dia, ancaman dampak tersebut nyata bagi Indonesia.

"Artinya, pelantikan presiden-wakil presiden (pada Oktober 2024) terjadi saat situasi ekonomi tidak menguntungkan Indonesia," tegas Dradjad yang juga adalah anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran.

Strategi Prabowo-Gibran 

Terkait situasi ini, kata Dradjad, pertanyaan yang kemudian sering muncul adalah soal strategi yang hendak dipakai oleh pasangan Prabowo-Gibran kelak.

"Orang akan bicara, kita akan pakai rem atau pakai gas?" ujar Dradjad, lagi-lagi memakai analogi.

Atas pertanyaan itu, Dradjad mengatakan strategi Prabowo-Gibran adalah menaikkan tekanan injakan pedal gas.

"Gas akan kita naikkan, pakai stimulus Keynesian," sebut Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional ini.

Catatannya, ungkap Dradjad, stimulus Keynesian yang sekarang dijalankan dibiayai dari utang. Ini, kata dia, efeknya tidak bagus bagi Indonesia.

"Karenanya, krusial bagi Indonesia untuk mencari sumber pendanaan baru dan sebaiknya itu dimulai dari sekarang," tegas Dradjad.

https://amp.kompas.com/nasional/read/2024/02/18/07035561/pendukung-prabowo-gibran-diminta-tak-euforia-kemenangan-ekonom-situasi

  • Hits: 111

TKN Ungkap Prabowo-Gibran Akan Satukan Dirjen Pajak & Bea Cukai

Reporter: Irfan Amin, tirto.id - 18 Feb 2024 11:35 WIB

Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai dijakdikan satu lembaga untuk tingkatkan rasio penerimaan pajak ke level 23 persen.

tirto.id - Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Drajad Wibowo, mengungkap rencana Prabowo dan Gibran untuk menyatukan Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai menjadi satu lembaga.

Drajad menyebut lembaga itu nantinya akan diberi nama Badan Penerimaan Negara merupakan bagian dari target 8 program hasil terbaik cepat. Badan ini bertujuan untuk membantu meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ke level 23%.

"Pembentukan Badan Penerimaan Negara itu menjadi salah satu dari 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC)," kata Drajad saat dihubungi Tirto, Minggu (18/2/2024).

Perlu diketahui, 8 PHTC lainnya termasuk makan siang dan susu gratis, layanan pemeriksaan kesehatan gratis, sekolah unggul terintegrasi, program kartu kesejahteraan sosial, menaikkan gaji ASN, TNI/Polri, dan pejabat negara.

Drajad menyampaikan bahwa rencana tersebut sudah disiapkan sejak sebelum Prabowo dan Gibran dilantik. Drajad meyakini Prabowo dan Gibran bakal terpilih berdasarkan hitung cepat KPU saat ini.

"Karena harus sudah disiapkan bahkan sejak transisi pemerintahan jika diperlukan," kata dia.

Dirinya juga meminta masyarakat bersabar, karena menyatukan dua lembaga tersebut butuh waktu. Dia menjelaskan bahwa ada sejumlah penyesuaian undang-undang, sehingga tak bisa dilaksanakan di saat awal pemerintahan.

"Memang tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran karena peraturan perundangannya kan harus disiapkan dengan matang. Mungkin perlu satu tahun-an atau lebih sedikit," kata Drajad.

Nantinya, Kementerian Keuangan akan ditunjuk menjadi penanggungjawab atas proses penyatuan dua lembaga negara tersebut. Dengan tanggungjawab di bawah Kementerian Keuangan, Drajad berharap Badan Penerimaan negara dapat segera diterapkan.

"Namun selama penyiapan peraturan, persiapan dan proses pra-transisi kelembagaan mulai bisa dijalankan. Pra-transisi ini maksudnya, desain kelembagaan dimatangkan, dan utk sementara masih dalam bingkai Kemenkeu," kata Drajad.

Selain itu, Drajad juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menaikkan tarif pajak. Hal itu sebagai penegasan atas pernyataan Gibran yang mengatakan bahwa yang dinaikkan adalah rasio pendapatan bukan tarif pajak.

"Perlu diingat, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf sudah jauh-jauh hari mengumumkan kenaikan PPN untuk tahun 2025," kata dia.

Reporter: Irfan Amin Penulis: Irfan Amin Editor: Dwi Ayuningtyas

https://tirto.id/tkn-ungkap-prabowo-gibran-akan-satukan-dirjen-pajak-bea-cukai-gV3q

  • Hits: 114

Page 32 of 77

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id