Peran para Pihak Untuk Implementasi NEK: Diskusi Bersama UNEP Indonesia
Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon utk mendukung pencapaian target Kontribusi Nasional memerlukan infrastruktur perdagangan karbon dalam pencapaian pengakuan Pemerintah atas kontribusi penerapan NEK dan target NDC, yang meliputi detail regulasi dan kelembagaan yg implementatif bagi setiap pihak di tingkat lokal, sub nasional maupun nasional.
Pada tanggal 8 Maret 2024, di Sentul, dilaksanakan diskusi yang dihadiri oleh Dr. Etti Ginoga, dan Dr Kamran Hussain dan Mr Bambang Arufatmi dari UNEP, serta Ms Regita Wirastri dari IFCC-PEFC membahas peta jalan kerja perolehan pengakuan kontribusi dalam penerapan NEK berdasarkan regulasi yang sudah ada.
- Hits: 437
Khawatir Produk Indonesia Ditolak Eropa, Dradjad: Harus Cepat Sikapi EUDR
Banyak pihak di Indonesia belum menyadari soal EUDR.
Ahad 21 May 2023 14:36 WIB
Red: Joko Sadewo
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Senior yang juga Ketua pendiri the Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), Dradjad Wibowo, khawatir ekspor selain kertas dan bubur kertas, akan banyak ditolak pembeli Eropa. Pemerintah disarankan untuk segera menyosialisasikan ketentuan regulasi bebas deforestasi (RBD), yang dikenal dengan nama European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Swasta Indonesia, menurut Dradjad, banyak yang tidak mempunyai sertifikasi dari hasil audit yang diakui dunia internasional. "Mereka bakal ditolak pembeli, dan biasanya bakal lebih sulit untuk merebut kembali pembelinya. Saya khawatir pengalaman kertas dan bubur kertas pada awal dekade 2010-an terulang kembali, di mana ekspor kita anjlok hampir 25 persen,” kata Dradjad, Ahad (21/5/2023).
Dipaparkannya, selama 30 tahun (1990-2020) seluas 420 juta hektar hutan dunia telah dikonversi menjadi lahan pertanian. Konsumsi produk pertanian dan agroindustri dari negara-negara Uni Eropa menyumbang sekitar 10 persen dari areal deforestasi tersebut. "Pertanian di sini adalah dalam arti luas, jadi termasuk pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, hutan tanaman, dan perikanan air tawar,” kata Dradjad.
Wacana tentang EUDR, menurut dia, sebenarnya sudah cukup lama muncul di Uni Eropa. Wacana ini mendapat momentum percepatan ketika dalam bulan Oktober 2020 Parlemen Uni Eropa menggunakan hak prerogatifnya memerintahkan Komisi Eropa menyusun legislasi berupa EUDR. "Pada tanggal 6 Desember 2022 negara-negara anggota Uni Eropa mencapai kesepakatan untuk mengesahkan EUDR tersebut,” jelas Dradjad yang juga anggota Board PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification) yang berkantor pusat di Jenewa itu.
Butir utama EUDR adalah pihak swasta hanya boleh menjual produk di Uni Eropa apabila supplier produk tersebut (termasuk eksportir Indonesia tentunya) dapat membuktikan bahwa produknya tidak mengandung bahan baku/penolong apapun yang bersumber dari lahan bekas deforestasi setelah 31 Desember 2020.
Pembuktian ini berdasarkan sebuah audit (due dilligence) yang kredibel. Produk yang terkena adalah minyak sawit, kayu, kopi, kakao, kedelai, serta produk-produk turunannya, seperti kertas, furniture, coklat, barang-barang kulit, seperti sepatu dan tas.
"Yang banyak pihak di Indonesia belum menyadari, selain harus bebas deforestasi, seluruh rantai produk tersebut juga harus syarat hak asasi manusia (HAM) dan hak-hak masyarakat adat,” ungkap Ketua Dewan Pakar PAN itu.
Bukti audit ini, menurut Dradjad, nantinya akan diperiksa otoritas yang berwenang dari Uni Eropa untuk memastikan kebenarannya. Jika ternyata tidak benar atau tidak menaati EUDR, mereka didenda sebesar minimal 4 persen dari omset penjualan di Uni Eropa. "Sebagai ketua pendiri IFCC dan anggota Dewan PEFC, saya memang mengikuti perkembangan EUDR sejak awal,” kata Dradjad.
Dijelaskannya, ekspor kertas dan bubur kertas Indonesia meningkat USD 2.2 miliar, atau 40 persen lebih, setelah mendapat sertifikat PEFC dari IFCC. Ini karena, perusahaan-perusahaan raksasa dunia yang tadinya memboikot Indonesia akhirnya kembali membeli produk Indonesia setelah mendapat sertifikat tersebut.
Dradjad meyakini, perusahaan kertas dan bubur kertas penerima sertifikat PEFC tidak akan kesulitan memenuhi EUDR. Apalagi perusahaan auditor yang dipakai IFCC kebanyakan dari Uni Eropa seperti Italia dan Perancis. "Tenggat yang kami terapkan bahkan lebih ketat dari Uni Eropa, yaitu bebas deforestasi sejak 31 Desember 2010,” ungkap ekonom senior INDEF ini.
Hal yang dikhawatikan Dradjad adalah ekspor selain kertas dan bubur kertas. Swasta Indonesia, menurut dia, banyak yang tidak mempunyai hasil audit yang diakui dunia internasional. Mereka bakal ditolak pembeli, dan biasanya bakal lebih sulit untuk merebut kembali pembelinya.
Untuk mengatasi masalah itu, Dradjad menyarankan, meski sudah sangat telat, pemerintah perlu segera menyediakan ekosistem dan mendorong kelembagaan yang membuat pengekspor Indonesia mampu memenuhi syarat EUDR.
Kedua, pemerintah perlu intensif menjelaskan ke Uni Eropa agar Indonesia tidak dimasukkan ke dalam negara berisiko tinggi dalam EUDR. Ada waktu sekitar satu tahun lebih untuk lobby ini. "Indonesia harus bergerak cepat mengatasi masalah EUDR ini,” kata Dradjad.
- Hits: 926
INDEF : Ekonomi Hijau akan Berperan Penting dalam Perekonomian Global ke Depan
Rabu, 02 November 2022 | 16:18 WIB
Red : Reynas Abdila
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Drajad Wibowo meyakini ekonomi hijau akan berperan penting dalam perekonomian global ke depan.
Hal itu katakan dalam acara Seminar Nasional Perbanas Institute dengan tema "Kebijakan Perdagangan, Stabilitas Harga, dan Kondisi Industri Perbankan", Rabu (2/11/2022).
"Ekonomi hijau hanya sedikit kalah dari sektor perbankan sekarang karena semakin pesatnya," kata Drajad.
Politisi PAN ini mengingatkan bahwa orang terkaya di dunia saat ini Elon Musk adalah pendiri Tesla yang bermain di ekonomi hijau atau green economy.
"Elon Musk masuk dalam aktor ekonomi hijau, dia ini kekayaannya sudah melebihi Bill Gates," ucap Drajad.
Dosen Perbanas Institute ini menyarankan pemerintah Republik Indonesia untuk melihat ke depan akan pentingnya green economy.
"RI perlu siap-siap masuk dalam ekonomi dan perdagangan hijau," imbuhnya.
Menurutnya, geliat green economy semakin meningkat pesat menyusul keputusan Presiden AS Joe Biden yang mengeluarkan executive order 14008.
"Di situ dia memasukkan green economy, climate changes bukan hanya sebagai isu ekonomi saja tetapi masuk sebagai isu keamanan nasional, lembaga termasuk militer AS diperintahkan untuk ikut terlibat dalam climate changes," urai Drajad.
Dia berpandangan pemerintah AS melihat masalah perubahan iklim dunia ini akan mempengaruhi keberhasilan operasi militer.
Drajad menekankan bahwa semakin sentralnya ekonomi hijau karena Amerika Serikat berperan sangat krusial di dalam Konferensi iklim Perserikatan Bangsa Bangsa (COP26) di Glasgow, Skotlandia.
"Akan krusial lagi di dalam COP27 nanti tanggal 6-18 November 2022 di Mesir," pungkasnya.
Link Artikel : https://m.tribunnews.com/bisnis/2022/11/02/indef-ekonomi-hijau-akan-berperan-penting-dalam-perekonomian-global-ke-depan
- Hits: 931
Masih Pakai Listrik Kotor, Dradjad Wibowo Wanti-wanti Batu Bara Kena Boikot
Rabu, 02 November 2022 | 16:59 WIB
Red : Reynas Abdila
Indonesia menghadapi masalah keterlambatan transisi energi bersih dibandingkan negara-negara lain.
Hal itu dikatakan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Drajad Wibowo dalam seminar hybrid Rabu (2/11/2022).
"Negara kita relatif masih jauh tertinggal dalam hal transisi ke energi bersih, kita lihat pembangkit listrik berbahan fosil itu 87,4 persen," ungkap Drajad.
Menurut Drajad, penggunaan listrik kotor di Indonesia bukan tidak membawa masalah ke depan.
Persoalannya beberapa negara importir batu bara RI sudah menyatakan komitmen untuk mengurangi penggunaan batu bara.
Hal ini akan membawa dampak buruk bagi kinerja ekspor perdagangan komoditas yang selama ini mengandalkan batu bara.
"Kalau kita tidak menyiapkan diri untuk bertransisi ke energi bersih mungkin kita akan kena boikot lagi nanti, sekarang saja kita kena boikot kelapa sawit," tutur Drajad.
Dia menegaskan masih teringat jelas pada 2015, tisu Indonesia produk Asia Pulp & Paper Group (APP) diboikot Singapura.
APP terlibat dalam pembakaran hutan Sumatera yang memicu bencana asap di negara itu.
Drajad mengharapkan komoditas batu bara jangan sampai diboikot apalagi negara Indonesia masih sangat bergantung terhadap batu bara sebagai pembangkit tenaga listrik.
"Karena energi kita masih kotor, ini akan berisiko, untuk keuangan kita belum pernah kena boikot tapi untuk perdagangan kita sudah kena," tukas Drajad.
Link Artikel : https://m.tribunnews.com/bisnis/2022/11/02/masih-pakai-listrik-kotor-drajad-wibowo-wanti-wanti-batu-bara-kena-boikot
- Hits: 580
Drajat Wibowo: Issue Carbon Trading, Efek Multipliernya Besar Sekali ke APBN
Selasa, 16 Nov 2021 , 12:16
JAKARTASATU.COM – DISKUSI PUBLIK FRAKSI PAN – MPR RI tentang “Tantangan dan Peluang Ekonomi Indonesia Serta Bauran Kebijakan Dalam Menghadapi Issue Carbon Trading” di Bogor, 15 November 2021 mengahdirkan pembicara Eisha M Rachbini, Peneliti INDEF, Drajat Wibowo, Ekonom Senior, Jon Erizal, Ketua Fraksi PAN MPR RI, dan Dr Ir Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Anggota MPR RI Fraksi PAN.
Yang sangat menarik juga disampaikan Drajat Wibowo yang menyoroti Perpres No 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan nasional, sudah cukup rinci menjelaskan tentang karbon pada pasal 33 dengan lead sectornya Menteri LHK.
“Kabon dan climate change tidak bisa bertentangan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) No. 13 dalam melawan perubahan klim dan dampaknya. Masalah sustainability dan keberlanjutan berperan dalam meningkatkan ekspor dan ekonomi Indonesia. Efek multipliernya besar sekali ke APBN, lapangan kerja dan ekonomi daerah. Kelalaian mengurusi kelestarian terbukti memberikan kerugian besar baik bagi pengusaha mapun negara,”jelasnya.
Drajat juga mengatakan bahwa perubahan iklim menjadi isu prioritas Joe Biden yang pada 27 Januari 2021 menerbitkan Executive Order (EO) 14008 yang cakupannya tidak hanya di dalam negeri Amerika Serikat (AS) tetapi juga di luar AS. John Kerrry, sang tokoh kunci Paris Agreement, menjadi pejabat setingkat menteri di AS yang mengurusi climate change. Amerika pun tidak hanya mengutus lembaga-lembaga lingkungannya saja untuk mengurusi climate crisis, tapi lembaga-lembaga keamanan nasionalnya juga diminta ikut terlibat. Karena, AS mengantisipasi isu climate change yang oleh AS diprediksi akan menjadi salah satu sumber konflik ke depan.
“Yang menjadi kunci bagi negara berkembang adalah soal finance. Selalu ada komitmen dan selalu ada consensus tapi real mechanism tidak pernah bisa dijalankan sehingga uang 100 miliar USD yang selalu didengungkan sampai sekarang belum terbukti. Monetary value dari carbon agreement yang pertama paling real bisa diihat pada 100 miliar USD. itupun masih panjang karena mekanismenya belum ada,”pungkasnya.
Diforum yang sama Jon Erizal menilai Ekonomi Karbon menjadi penting karena dapat mendorong investasi hijau, mengatasi celah pembiayaan perubahan iklim, menjadi peluang penerimaan negara, mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan mendorong internalisasi biaya ekstenalitas.
“Potensi pendapatan Indonesia dari perdagangan karbon cukup menjanjikan yakni sebesar USD 565,9 miliar atau Rp8.000 triliun. Indonesia memiliki hutan tropis ketiga di dunia dengan luas area 125,9 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon 25,18 miliar ton,” jelasnya.
Indonesia punya luas area hutan mangrove Indonesia mencapai 3,31 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon sekira 950 ton karbon per hektar atau setara 33 miliar karbon untuk seluruh hutan mangrove. Indonesia juga memiliki lahan gambut terluas di dunia sebesa 7,5 juta hektar, mampu menyerap emisi karbon mencapai 55 miliar ton. Total emisi karbon yang mampu diserap Indonesia kurang lebih sebesarr 113,18 gigaton. Jika pemerintah dapat menjual kredit karbon seharga USD 5 di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia mencapai USD 565,9 miliar atau Rp8.000 triliun.
“Pemerintah harusnya dapat melakukan usaha-usaha signifikan dan merencanakan transisi ke ekonomi hijau dan terbarukan dengan cara meningkatkan inovasi dan implementasi teknologi. Kedua, Adanya upaya penguatan kebijakan pengendalian perubahan iklim dengan mempertimbangkan proses pemulihan ekonomi ke depan. Ketiga, Penguatan kebijakan pengendalian perubahan iklim yang dilakukan melalui forum-forum internasional untuk memperoleh pengetahuan dan praktik kebijakan yang relevan bagi Indonesia,”paparnya.(aen)
- Hits: 879
More Articles …
Page 1 of 3