Pentingnya Sertifikasi Hutan Lestari untuk Dongkrak Ekspor

Rabu, 21 April 2021 | 17:22 WIB

VIVA – Perekonomian global ke depan, dipercaya memiliki dampak langsung pada pengelolaan hutan lestari. Tujuan pembangunan akan ditentukan pada sustainable development goals (SDGs), termasuk yang berkaitan dengan perubahan iklim dan sumber daya alam.

Ekonom senior Indef, yang juga Ketua Umum IFCC (the Indonesian Forestry Certification Cooperation), Dradjad H Wibowo mengatakan, krisis iklim dan SDGs akan memiliki peran sentral dalam percaturan global ke depannya. Tidak hanya ekonomi, bahkan soal politik dan keamanan global. Itu juga diperkuat setelah Presiden AS Joe Boden pada 27 Januari 2021 lalu, kembali menandatangani Paris Agreement.

Kata Dradjad, bagi Indonesia persoalan pengelolaan hutan lestari atau sustainable forest management (SFM), memiliki pengaruh besar pada brand image di global.

"Isu ini juga pernah memukul ekspor Indonesia, dengan efek multiplier ekonomi yang tidak kecil. Namun dengan kerja keras berbagai pihak sejak dekade 2000-an, yang melibatkan pemerintah, swasta, dan berbagai unsur masyarakat sipil, secara bertahap Indonesia mampu memperbaiki kinerja dan juga citra terkait SFM," jelas Dradjad, dalam pemaparannya yang diterima VIVA, Rabu 21 April 2021.

Pentingnya SFM bagi korporasi di Indonesia, jelas Dradjad, mengingat produk besar global sudah mensyaratkan itu. Yakni seperti Apple, Johnson & Johnson, Walmart, Nestle, P&G, Samsung hingga LV, Zara, yang mensyaratkan akan membeli produk olahan hasil hutan tapi dengan sertifikat PEFC (the Programme for the Endorsement of Forest Certification). IFCC adalah lembaga pengembang dan pemilik skema sertifikasi independen, yang merupakan anggotanya.

Ketua Dewan Pakar PAN ini menjelaskan, selama lebih kurang 20 tahun hutan tanaman industri atau HTI dan pulp and papers di Indonesia sempat terpuruk dan dijadikan kampanye bagi LSM global hingga nasional sebagai tertuduh deforestasi. Hingga akhirnya perusahaan-perusahaan global besar memboikot produk dari Tanah Air.

"Seperti Disney, Mattel, Xerox, Woolworths dan lain-lain sempat memboikot pulp and papers Indonesia, sehingga ekspornya menurun mencapai titik terendah sekitar USD 5 milyar pada 2016. Namun sejak 2017, ekspor tersebut terus naik menjadi USD 7.15 milyar (2019), dan hanya turun 4,4 persen menjadi USD 6.84 milyar (2020) saat pandemi," jelas anggota PEFC Board itu.

Efeknya, jelas Dradjad, sejak Desember 2014 perusahaan HTI di Indonesia mulai memperoleh sertifikat SFM dari IFCC/PEFC. Pada 2015 baru terdapat 0.7 juta hektar HTI yang bersertifikat SFM. Kemudian naik drastis menjadi 2.4 juta hektar di 2016 dan 3.7 juta hektar pada 2017.

"Yang menarik, setelah semakin banyak HTI yang berhasil mencapai SFM, dan semakin banyak pabrik bubur kertas dan kertas yang mendapatkan sertifikat, ternyata ekspor Indonesia naik kembali. Peningkatan ekspor tersebut juga terjadi bersamaan dengan penurunan laju deforestasi, yaitu tahun 2017-2020," jelasnya.

Fakta ini menunjukkan kerja sama yang baik antara pemerintah, perusahaan HTI dan stakeholder lainnya. Diakuinya, untuk mewujudkan SFM tersebut butuh investasi besar, serta perubahan budaya perusahaan dan manajemennya secara signifikan.

"Tidak lah berlebihan jika dikatakan pencapaian SFM, yang dibuktikan dengan sertifikat IFCC/PEFC, berkontribusi penting terhadap kinerja ekspor di atas," katanya.

Perlu diingat juga, lanjut Dradjad, bahwa kontribusi ekonomi perusahaan HTI dan pulp and papers dalam menyediakan lapangan pekerjaan. HTI bisa menyediakan lapangan kerja 20-25 ribu orang dan 2 juta lapangan tidak langsung. Sementara pulp and papers menyedot 260 ribu tenaga kerja dan 1,1 juta tidak langsung.

"Karena itu, saya mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Koperasi dan UKM, untuk semakin meningkatkan kinerja terkait dengan pengelolaan hutan lestari, maupun industri pengolahan dan perdagangan produk olahan hutan lestari oleh para pelaku usaha," jelasnya.

Menurutnya, ada banyak program Presiden Joko Widodo yang bisa dimanfaatkan dengan pengelolaan hutan lestari. Seperti perhutanan sosial yang sudah berjalan sejak periode pertama. Menurutnya, kerajinan kecil rakyat yang berasal dari produk turunan hutan, mudah menembus global jika mendapatkan sertifikat SFM. Begitu juga pelaku kerajinan mebel menurutnya diuntungkan untuk memasarkan produknya ke luar.

"Korporasi besar Indonesia yang memakai produk olahan hasil hutan juga perlu sadar, mereka tidak bisa lagi lalai terhadap isu SFM. Percaya saya, di masa depan anda akan ditinggalkan pasar jika tidak peduli kelestarian," tegas Dradjad.

https://www.viva.co.id/berita/bisnis/1366558-pentingnya-sertifikasi-hutan-lestari-untuk-dongkrak-ekspor?page=3&utm_medium=page-3

  • Hits: 735

Hari Bumi 2021, IFCC Serukan Pentingnya Hutan Lestari

 

Kamis, 22 Apr 2021 15:47 WIB

 

Jakarta - Isu kelestarian hutan yang secara internasional disebut dengan sustainable forest management (SFM) ini semakin menjadi penentu bagaimana negara-negara di dunia berkompetisi dalam perekonomian global. Dilansir dari situs resmi PEFC, SFM akan menciptakan tiga hal, yaitu keadilan sosial, kelestarian lingkungan, dan kelayakan ekonomi.

Berdasarkan laporan dari World Resources Institute (WRI), deforestasi Indonesia mengalami puncaknya pada 2016 sebesar 0.78 juta hektar. Angka tersebut mengalami penurunan pada empat tahun ke belakang dengan masing-masing 0.66 juta hektar pada 2017, 0.55 juta hektar pada 2018, 0.35 juta hektar pada 2019, dan 0.31 juta hektar pada 2020.

Menurut laporan resmi yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), disebutkan bahwa laju deforestasi di tahun 2020 turun sebesar 75% dari 2018/2019.

Dikarenakan hal ini, Indonesia bersama Malaysia dinyatakan sebagai "bright spots of hope for forests", seperti diberitakan juga oleh the Guardian dan teh New York Times.

Pentingnya manajemen keberlanjutan hutan terhadap perekonomian ini disebabkan karena banyaknya korporasi besar di dunia yang mensyaratkan sertifikat PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification). Sertifikasi ini menjadi ketentuan agar mereka mau membeli produk olahan hasil hutan, mulai dari kayu hingga kertas.

PEFC adalah lembaga non-profit internasional dan non-pemerintah yang mengeluarkan sertifikasi kehutanan. Lembaga ini berpusat di Jenewa, Swiss. Ketua umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) Dradjad H. Wibowo menyebut sejumlah perusahaan yang sudah memanfaatkan sertifikat PEFC antara lain Walmart, Samsung, Apple, Zara, Johnson & Johnson, LV, Nestle, dan P&G.

Pada awalnya, Indonesia sempat sangat terpuruk pada 2016 lalu karena industri produk olahan hasil hutannya diboikot oleh Disney, Mattel, Xerox, Woolworths, dan sebagainya. Oleh karena itu, sangat penting adanya hutan tanaman industri (HTI) demi kelangsungan agar korporasi besar di dunia mau kembali melirik pasar Indonesia.

Saat ini, di Indonesia terdapat 67 perusahaan HTI dengan luas lahan kira-kira 4 juta hektar dan sudah memperoleh sertifikat SFM (sustainable forest management) dari lembaga PEFC tadi. Hari Bumi 2021 yang jatuh bertepatan di hari ini kembali mengingatkan bahwa kelestarian hutan sangat membantu perekonomian Indonesia di panggung dunia.

"Setelah semakin banyak HTI yang berhasil mencapai SFM, dan semakin banyak pabrik bubur kertas dan kertas yang mendapatkan sertifikat, ternyata ekspor Indonesia naik kembali," kata Dradjad H. Wibowo yang juga Member PEFC Board, dalam Focus Group Discussion Rabu, 21 April 2021.

Menurut Dradjad yang juga ekonom senior INDEF itu peningkatan ekspor ini sejalan dengan penurunan laju deforestasi di tahun 2017-2020. Dia pun mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Koperasi dan UKM agar semakin meningkatkan kinerja dalam mengelola kelestarian hutan serta industri pengolahan dan perdagangan produk olahan hutan lestari oleh para pelaku usaha.

"Perhutanan sosial bisa didorong agar mendapatkan sertifikat SFM, sehingga produknya bernilai tambah semakin tinggi," kata dia.

Dradjad juga menambahkan bahwa korporasi besar di Indonesia perlu sadar bahwa mereka tak bisa lagi lalai dari manajemen pengelolaan hutan atau SFM. Dia yakin bahwa di masa depan, korporasi besar akan ditinggalkan oleh pasar jika mengabaikan kelestarian hutan dan SFM.

"Trust me, sustainability pays," tutupnya.

Hutan lestari adalah kunci!

 

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5542312/hari-bumi-2021-ifcc-serukan-pentingnya-hutan-lestari

 

  • Hits: 679

Sertifikat Ini Jadi Syarat Produk Ekspor Bisa Dipakai Apple hingga Zara

Selasa 06 Apr 2021 16:48 WIB

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, sertifikasi suistanable forest management atau pengelolaan hutan lestari menjadi penting untuk pelaku usaha Indonesia yang ingin melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor selain ke China.

Ekonom Indef Dradjad  Wibowo mengatakan, beberapa merk kenamaan dunia menjadikan sertifikat itu syarat agar produk ekspor dari suatu negara bisa dipakai oleh mereka.

"Kita harus diversifikasi karena banyak perusahaan global menyaratkan sertifikat tersebut, di antaranya Apple.

Kemudian, Johnson&Johnson, Walmart, Nestle, P&G,  Samsung, banyak sekali list-nya, ada juga LV dan Zara, hampir semua yang besar-besar di dunia," ujarnya secara virtual dalam acara "Dialog Gerakan Ekspor Nasional: Target Ekspor Negara Sahabat" yang digelar Tribun Network, Selasa (6/4/2021).

Dradjad menjelaskan, sertifikat yang baru mulai dipakai 2015 ini langsung berdampak signifikan terhadap nilai ekspor setahun berikutnya.

"Di 2016 dan 2017 hampir semua HTI dapat sertifikat kita, efeknya kita lihat terhadap ekspor dari sebelumnya turun terus karena dihajar boikot.

Itu di 2016 setelah 2 juta mulai dapat sertifikat, lonjakan pertama tidak tanggung-tanggung, 1 miliar dolar AS lebih setelah dapat sertifikat," katanya.

Menurut dia, banyaknya pelaku ekspor mulai dapat sertifikat yang dapat pengakuan dunia ini menjadi kabar baik, tapi pemerintah dinilai harus tetap melakukan sosialisasi sertifikasi tersebut.

"Negara perlu mendorong proaktif, melindung pelaku usaha kita dari dua isu tadi yakni lingkungan hidup dan sumber daya manusia," pungkas Dradjad.

Link Berita : https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/04/06/sertifikat-ini-jadi-syarat-produk-ekspor-bisa-dipakai-apple-hingga-zara

  • Hits: 645

Ekonom Ungkap Produsen Barbie Pernah Boikot Produk Indonesia

 

Selasa 06 Apr 2021 16:37 WIB

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan produsen Barbie yakni Mattel pernah memboikot produk pulp and paper dari Indonesia.

Ekonom Indef Dradjad Hari Wibowo mengatakan, hal itu terjadi di saat Indonesia melakukan diversifikasi ekspor ke beberapa negara.

"Kita terbentur isu keberlanjutan dan lingkungan, kita diboikot oleh nama-nama besar mulai dari Mattel, produsen Barbie itu memboikot produk pulp and paper kita.

Kita juga mengalami hal sama dengan sawit," ujarnya secara virtual dalam acara "Dialog Gerakan Ekspor Nasional: Target Ekspor Negara Sahabat" yang digelar Tribun Network, Selasa (6/4/2021).

Padahal, Dradjad menjelaskan, kasus pemboikotan terhadap pulp and paper asal Indonesia itu terjadi pada sekira satu dekade silam.

"Indonesia jadi satu di antara 10 pemain besar pulp and paper dunia, tapi kita sempat babak belur di 2009, 2010, 2011 karena terhajar oleh isu keberlanjutan," katanya.

Selain itu, industri furniture nasional juga mengalami hal sama, sehingga akhirnya dibuat sertifikasi untuk melawan isu non ekonomi yakni lingkungan hidup dan hak asasi manusia.

"Furnitur kita, UMKM kita juga hadapi hal sama, isu lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Kemudian, saya diminta tolong bangun sertifikasi suistanable forest management atau pengelolaan hutan lestari, kami baru mulai lakukan sertifikasi tahun 2015, berasosiasi dengan Jenewa karena sertifikasi ini bukan hanya nasional, tapi bagian dari sertifikasi kehutanan terbesar di dunia," pungkas Dradjad.

Link Berita : https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/04/06/ekonom-ungkap-produsen-barbie-pernah-boikot-produk-indonesia

 

  • Hits: 689

Barbie Ternyata Pernah Memboikot Produk Indonesia

 

Sabtu 10 Apr 2021 07:14 WIB

Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo mengatakan bahwa produk pulp and paper Indonesia pernah diboikot Mattel, yang memproduksi Barbie.

“Terkait dengan isu keberlanjutan dan lingkungan, produk kita diboikot oleh perusahaan-perusahaan besar di luar negeri. Salah satunya yang memproduksi Barbie, yaitu Mattel. Mereka memboikot produk pulp and paper dari Indonesia,” kata Dradjad, dalam perbincangan dengan Republika.co.id, Sabtu (10/4). Boikot produk Indonesia, lanjut Dradjad, juga dialami pada produksi sawit.

Dradjad yang juga anggota Dewan atau Board dari Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), menjelaskan kasus pemboikotan terhadap pulp and paper asal Indonesia itu terjadi pada sekira satu dekade silam. Sebagai negara yang menjadi 10 pemain utama pulp and paper dunia, boikot ini membuat Indonesia babak belur. Ini terjadi sekitar 2009, 2010, 2011.

Isu lingkungan juga membuat industri furnitur Indonesia juga mengalami kesulitan. Untuk mengatasi ini, Dradjad mengatakan saat itu ia kemudian mengusulkan agar dibuat sertifikasi pengelolaan hutan lestari.

“Kami baru mulai lakukan sertifikasi tahun 2015, berasosiasi dengan Jenewa karena sertifikasi ini bukan hanya nasional, tapi bagian dari sertifikasi kehutanan terbesar di dunia,” kata Ketua Dewan Pakar PAN ini.

Link Berita : https://www.republika.co.id/berita/qrbnbs318/embarbie-em-ternyata-pernah-memboikot-produk-indonesia

 

  • Hits: 662

Page 3 of 3

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id