Perlindungan Sosial, Jantung Penanganan Pandemi dan Ekonomi

 

Oleh: Magdalena Editor: Nugroho 17 Agustus 2021 22:40

KBRN, Jakarta: Ekonom Senior INDEF, Dradjat Wibowo, menegaskan, selama pandemi Covid-19 belum teratasi, program perlindungan sosial menjadi sangat krusial dan harus menjadi jantung dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.

“Pandemi dan PPKM sangat memukul rumah tangga dan masyarakat dengan penghasilan harian. Apalagi untuk kasus Covid-19 yang sekarang, PPKM ini sudah berlangsung satu setengah bulan. Praktis kegiatan ekonomi menurun luar biasa, dan ini jelas memberatkan masyarakat berpenghasilan harian. Karena itu, sebelum Covid-19 teratasi, perlindungan sosial harus menjadi jantung penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi,” kata Dradjat Wibowo dalam Diskusi Publik ‘ Merespon Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan RAPBN 2022’, di Jakarta, seperti diikuti RRI.co.id, Selasa (17/8/2021).

Pandemi Covid-19 diperkirakan masih akan panjang, dan hal itu sudah diisyaratkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada awal Agustus kemarin.

WHO mengingatkan semua negara, masih panjangnya pandemi akan menimbulkan tekanan ekonomi dan sosial.

Hal itu juga sudah diantisipasi pemerintah, dengan melanjutkan program perlindungan sosial di tahun 2022, dan anggarannya sudah dialokasikan dalam APBN 2022 sebesar Rp427,5 triliun.

Dalam diskusi yang sama, Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, justru menilai anggaran untuk perlindungan sosial masih kurang untuk mendorong konsumsi, sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Menurutnya, pertumbuhan konsumsi di triwulan II 2021 sebesar 5 persen belum optimal jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen.

“Ini menunjukkan pertumbuhan sisi konsumsi yang belum bagus. Misalnya konsumsi makanan dan minuman yang hanya tumbuh 3 persen. Dan kalau kita lihat, ini terkait dengan bantuan sosial yang memang realtif kurang, terutama untuk masyarakat menengah ke bawah,” ucap Tauhid.

Terkait program Perlinsos, Ekonom Senior, Dradjat Wibowo menambahkan, pemerintah maupun lembaga seperti BPK dan KPK harus melakukan pengawasan yang lebih ketat karena program perlinsos rawan korupsi.

Dradjat juga menekankan pentingnya evaluasi untuk mengetahui ketepatan manfaat dan ketepatan penerima program Perlinsos. (Miechell Octovy Koagouw)

https://rri.co.id/ekonomi/1154831/perlindungan-sosial-jantung-penanganan-pandemi-dan-ekonomi

 

  • Hits: 710

Ekonom Sarankan PPKM Dilanjut: Kalau Dilonggarkan Pandemi Meningkat Lagi

 

Senin, 09 Agu 2021 13:53 WIB

Jakarta - Penerapan PPKM Level 3-4 yang sebelumnya diperpanjang akan berakhir hari ini, Senin (9/8/2021). Pemerintah akan segera mengumumkan kelanjutan penerapan PPKM malam ini.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo mengatakan, untuk menjawab apakah PPKM perlu dilanjutkan atau tidak tergantung dilihat dari sudut pandang ekonomi dan kesehatan. Menurutnya, keputusan malam nanti akan sangat lebih krusial dan memberikan dampak yang jauh lebih besar.

"Dibanding dengan keputusan PPKM sebelumnya, keputusan 9 Agustus nanti sangat jauh lebih krusial. Dampaknya akan jauh lebih besar," kata Dradjad kepada detikcom.

"Jadi dari sisi elastisitas produksi kesehatan, belum ada dasar yang kuat untuk melonggarkan PPKM. Kita masih jauh berada di dalam zona merah elastisitas. Bahkan dibanding dengan kondisi bulan Mei pun masih jauh. Apalagi, kasus di luar Jawa sekarang melonjak," sambungnya.

Dia mengatakan, persoalan utamanya yaitu setelah PPKM berjalan lebih dari satu bulan, daya tahan ekonomi rakyat patut dipertanyakan. Apalagi, kata dia, dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak cukup untuk membantu ekonomi rakyat.

"Masalahnya, setelah satu bulan lebih PPKM, bagaimana dengan daya tahan ekonomi rakyat, khususnya yang tergolong ekonomi lemah? Di sisi lain, negara tidak mempunyai dana cukup untuk membantu ekonomi rakyat," ujarnya.

Pihaknya menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi kritis dengan alasan dasar PPKM sudah berjalan namun masih terjadi jumlah kasus yang tinggi. "Rekomendasi saya, memperpanjang PPKM namun dengan evaluasi kritis, mengapa PPKM sudah selama ini tapi jumlah kasus tetap tinggi?," imbuhnya.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk melakukan terobosan fiskal dalam waktu singkat agar negara mempunyai dana cukup untuk menjaga ekonomi rakyat.

Kemudian, perlu ada program ekonomi khusus yang langsung dirasakan oleh masyarakat terdampak.

"Saran saya, Presiden memerintahkan evaluasi cepat, seberapa efektif dana bansos dan berbagai dana lainnya itu dirasakan oleh masyarakat terdampak," tuturnya.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal berpendapat bahwa kegiatan ekonomi sangat berpengaruh pada tingkat penyebaran COVID-19. Setelah PPKM darurat dan PPKM level ini, dia melihat sudah ada penurunan kasus namun jumlahnya masih tinggi daripada gelombang satu.

"Jadi kalau dilonggarkan sebenarnya berisiko pandeminya bisa meningkat lagi (third wave), dan itu akan berpotensi akan membahayakan pemulihan ekonomi ke depan. Apalagi program vaksinasi masih berjalan lambat," kata Faisal.

PPKM level ini, kata dia, ada baiknya diperpanjang dengan pertimbangan kondisi pandemi COVID-19. Namun tidak dapat dipungkiri, dampak buruk akan terjadi bagi sektor ekonomi terutama bagi masyarakat bawah yang mengalami penurunan pendapatan, peningkatan pengangguran, dan kemiskinan.

"Kalau melihat kondisi pandemi sampai dengan hari ini sebaiknya memang diteruskan, dalam jangka pendek memang akan berdampak buruk bagi ekonomi, masyarakat dan pelaku usaha, tapi dalam jangka panjang lebih baik untuk perekonomian, supaya pemulihan ekonominya lebih pasti dan berkelanjutan," ujarnya.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5675528/ekonom-sarankan-ppkm-dilanjut-kalau-dilonggarkan-pandemi-meningkat-lagi

 

  • Hits: 610

Jika PPKM Diperpanjang Sampai Akhir Agustus, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Bisa Anjlok

 

Selasa, 10 Agustus 2021 | 17:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2021 sedikit banyak dipengaruhi oleh seberapa lama PPKM Level 3-4 diberlakukan.

Jika PPKM berlangsung sama akhir Agustus, dia memproyeksi ekonomi kuartal III hanya berada pada kisaran 2,5-2 persen.

Namun, jika lebih cepat dari itu atau hanya setengah dari kuartal III, pertumbuhan ekonomi akan lebih baik di kisaran 3 persen.

Kendati demikian, pertumbuhan secara kuartalan (QtoQ) hanya 0,5 persen bahkan ada risiko negatif.

"Hitungan sementara saya pertumbuhan y-o-y di kuartal III 2021 akan jauh di bawah kuartal II 2021, mungkin sedikit di atas atau di bawah 3 persen. Tapi jika PPKM ini hingga akhir Agustus, maka pertumbuhan bisa anjlok ke 1,5-2 persen," kata Dradjad kepada Kompas.com, Selasa (10/8/2021).

Dradjad mengungkapkan, lebih kecilnya pertumbuhan ekonomi jika PPKM berlangsung hingga akhir Agustus disebabkan oleh efek bola salju dari anjloknya kepercayaan konsumen dan investor.

Apalagi, menurut dia, hari kemerdekaan yang jatuh pada 17 Agustus 2021 bakal dirayakan dalam masa PPKM.

"Tapi jika dilihat dari sudut ekonomi kesehatan, itu pengorbanan ekonomi yang sepadan. Karena, Indonesia memang masih perlu melakukan pembatasan sosial untuk menekan pandemi," ucap dia.

Dradjad menambahkan, ada dua skenario yang terjadi jika pelonggaran PPKM dilakukan dengan membuka mall dan sektor lain secara terbatas.

Jika status transmisi turun cepat, pembukaan mall dan sektor lain akan menolong ekonomi.

Namun, kalau status transmisi lambat turun seperti saat ini, melonggarkan PPKM berisiko memperburuk status transmisi dengan cepat.

"Tapi apapun skenarionya, hitungan sementara saya pertumbuhan y-o-y tidak akan negatif. Kalau q-t-q masih ada risiko negatif, tapi minor risikonya. Jadi secara teknis kita tidak lagi resesi nanti, meski pertumbuhannya rapuh," pungkas Dradjad.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah memperpanjang masa PPKM Level 4 hingga 16 Agustus di wilayah Jawa-Bali dan hingga 23 Agustus di luar Pulau Jawa-Bali.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan dilakukan uji coba pembukaan mall secara bertahap di wilayah PPKM Level 4.

Ia menjelaskan, uji coba pembukaan mal selama sepakan ke depan akan dilakukan di kota Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang.

Adapun ketentuan kapasitas pengunjungnya hanya 25 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Di sisi lain, hanya masyarakat yang telah menerima vaksinasi Covid-19 yang diperbolehkan masuk ke mal. Ketentuan ini untuk menekan potensi terjadinya penularan Covid-19 di pusat perbelanjaan.

Tak cukup itu, kata Luhut, syarat lainnya adalah hanya masyarakat yang berusia di atas 12 tahun dan dibawah 70 tahun yang diperbolehkan berkunjung ke mal.

"Pemerintah akan melakukan uji coba pembukaan secara gradual untuk mal atau pusat perbelanjaan di wilayah dengan level 4, dengan memperhatikan implementasi protokol kesehatan," ujar Luhut dalam konferensi pers virtual, Senin (9/8/2021).

https://money.kompas.com/read/2021/08/10/173007026/jika-ppkm-diperpanjang-sampai-akhir-agustus-pertumbuhan-ekonomi-kuartal-iii?amp=1&page=2

 

  • Hits: 600

Ekonomi Indonesia Membaik tetapi Sangat Rapuh

 

Jumat, 06 Agustus 2021 | 15:12 WIB

 

Dradjad Hari Wibowo Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal II/2021 tercatat 7,07 persen year on year (yoy). Angka ini jauh melebihi perkiraan kebanyakan ekonom dan pelaku keuangan, yaitu sekitar 5 persen.

“Secara obyektif, saya melihat perekonomian memang membaik selama kuartal II/2021. Konsumsi dan ekspor tumbuh relatif tinggi. Namun, saya juga mengingatkan bahwa pertumbuhan itu masih sangat rapuh,” ujar Dradjad dalam keterangannya, Jumat (6/8/2021).

Alasan-alasan sangat rapuh itu, kata Dradjad, pertama, angka 7,07 persen itu diperoleh dari basis Produk Domestik Bruto (PDB) yang anjlok drastis tahun lalu.

“Kita tahu, ekonomi tumbuh minus 5,32 persen pada kuartal II/2020. Ini memberikan basis perhitungan PDB yang rendah,” jelasnya.

“Untuk mudahnya saya ibaratkan kita punya 100 medali pada tahun 2019. Tahun 2020, medali kita anjlok menjadi 100-5,32 = 94,68. Nah pada tahun 2021 jumlah medali kita menjadi 101.37,” imbuhnya.

Kata dia, angka 101,37 ini mencerminkan kenaikan 7,07 persen dibandingkan kondisi tahun 2020. Tapi jika dibandingkan angka dasar 100, kenaikannya hanya 1,37 persen.

Alasan yang kedua, pertumbuhan 7,07 persen itu antara lain karena pemerintah melonggarkan pergerakan orang pada kuartal II/2021. Efeknya, konsumsi tumbuh 5,93 persen, lebih tinggi dari “biasanya”. Beberapa tahun terakhir, konsumsi “biasanya” tumbuh sedikit di atas atau di bawah 5 persen.

Masalahnya, menurut Dradjad, pelonggaran itu terbukti membuat kasus Covid-19 di Indonesia meledak dengan tingkat kematian tinggi. Kondisi ini memaksa pemerintah menerapkan PPKM darurat dan PPKM level 4 di berbagai provinsi selama Juli hingga awal Agustus.

“Hampir separuh dari kuartal III/2021 kita lalui dalam PPKM. Jelas, pertumbuhan konsumsi akan anjlok, meski mungkin tidak akan negatif karena kita berangkat dari basis yang rendah,” kata dia.

Efek lainnya adalah Indonesia ditempatkan oleh Bloomberg sebagai negara yang paling rendah skor ketahanan pandeminya.

“Kita berada pada urutan 53 dari 53 negara yang masuk dalam Bloomberg Resilience Score (BRS). BRS yang buruk ini bisa mengganggu kepercayaan investor dan konsumen terhadap Indonesia pada kuartal III/2021 dan ke depannya,” jelas Dradjad.

Alasan ketiga, lanjut Dradjad, selisih antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan konsumsi kali ini cukup besar. Kondisi ini di luar kebiasaan. Dradjad mengaku masih harus melihat tren ke depan uuntuk mengetahui apakah hal ini hanya lonjakan sesaat atau awal perubahan yang lebih mendasar.

Jika yang terjadi adalah lonjakan sesaat dari komponen pengeluaran yang lain, ini menandakan lebih tingginya tingkat kerapuhan dari pertumbuhan ekonomi. Karena, konsumsi sebagai “saka guru” cenderung menurun pada kuartal III/2021.

Link Berita : https://www.suarasurabaya.net/ekonomibisnis/2021/ekonomi-indonesia-membaik-tetapi-sangat-rapuh/

  • Hits: 655

Objektif Saja, Ekonomi Memang Tumbuh, tetapi Rapuh

Jumat, 06 Agustus 2021 | 23:13 WIB

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad H Wibowo menilai pertumbuhan ekonomi kuartal II/2021 yang mencapai 7,07 persen di luar prediksi banyak kalangan.

Menurutnya, banyak ekonom dan pelaku keuangan yang sebelumnya memprediksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun ini di kisaran 5 persen saja.

"Secara objektif, saya melihat perekonomian memang membaik selama kuartal II/2021. Konsumsi dan ekspor tumbuh relatif tinggi," ujar Dradjad melalui layanan pesan ke JPNN.com, Jumat (6/8).

Namun, mantan ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara itu menganggap pertumbuhan ekonomi yang ada masih rentan. "Pertumbuhan tersebut masih sangat rapuh," ulasnya.

Dradjad pun membeber sejumlah argumennya. Pertama, tuturnya, angka 7,07 persen diperoleh dari basis produk domestik bruto (PDB) yang anjlok drastis pada tahun lalu.

"Kita tahu ekonomi tumbuh minus 5,32 persen pada kuartal II/2020, ini memberikan basis perhitungan PDB yang rendah," ujarnya.

Kedua, pertumbuhan ekonomi 7,07 itu juga disebabkan kebijakan pelonggaran pergerakan orang pada kuartal II/2021. Efeknya ialah konsumsi tumbuh 5,93 persen atau lebih tinggi dari biasanya.

"Beberapa tahun terakhir, konsumsi biasanya tumbuh sedikit di atas atau di bawah lima persen," paparnya.

Namun, pelonggaran itu juga membawa efek peningkatan kasus Covid-19. Angka kematian akibat virus pemicu pandemi itu pun melonjak tinggi.

Oleh karena itu, ketika pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan PPKM Level 4, Dradjad menyebut kebijakan tersebut akan berefek pada kondisi ekonomi Juli-Agustus.

"Hampir separuh dari kuartal III/2021 kita lalui dalam PPKM. Jelas, pertumbuhan konsumi akan anjlok, meski mungkin tidak akan negatif karena kita berangkat dari basis yang rendah," ulasnya.

Dradjad menegaskan hal yang patut dicermati ialah posisi Indonesia dalam Bloomberg Resilience Score (BRS). Bloomberg menempatkan Indonesia di peringkat paling bawah dalam hal ketahanan terhadap pandemi.

"Kita berada pada urutan 53 dari 53 negara yang masuk BRS. Posisi ini bisa mengganggu kepercayaan investor dan konsumen terhadap Indonesia pada kuartal III/2021 dan ke depannya," tegasnya.

Adapun argumen ketiga yang mendasari Dradjad menganggap pertumbuhan ekonomi itu masih rapuh ialah tingkat konsumsi di luar kebiasaan.

"Jika yang terjadi adalah lonjakan sesaat dari komponen pengeluaran yang lain, ini menandakan lebih tingginya tingkat kerapuhan dari pertumbuhan ekonomi, karena konsumsi sebagai soko gurunya cenderung menurun di kuartal III/2021," kata Dradjad.

Link Berita : https://www.jpnn.com/news/jujur-saja-ekonomi-memang-tumbuh-tetapi-rapuh

  • Hits: 659

Page 20 of 24

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id