Ekonom Senior INDEF Sebut Belum saatnya Menarik PPKM

 

Rabu, 18 Agustus 2021, 15:00 WIB

WE Online, Jakarta -

Ekonom Senior, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Drajad Prabowo, mengungkapkan bahwa dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih belum menunjukan situasi kondusif, kebijakan PPKM sebaiknya diperpanjang.

"Kita lihat dari sisi kesehatan publik dan ekonomi kesehatan. Saya menggunakan elastisitas produksi kesehatan dan sudah diterima untuk dipakai sebagai salah satu kriteria apakah pembatasan sosial seperti PPKM sudah bisa dilonggarkan atau dilanjutkan," ujarnya dalam diskusi publik Merespons Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan RAPBN 2022, Selasa (17/8/2022).

Drajad mengatakan, pertimbangan indikator kelonggaran PPKM dapat dilakukan jika nilai elastisitas produksi kesehatan berada pada angka nol sampai satu. Hal tersebut juga diperkuat dengan risiko eskalasi penambahan kasus Covid-19 yang kembali rendah.

Jika elastisitas produksi kesehatan berada di atas angka 1, pelonggaran kebijakan PPKM tidak direkomendasikan. Metode ini sudah dipraktikan Drajad dalam studi kasus di negara Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Italia, dan Jerman.

"Perkembangan elastisitas produktivitas kesehatan kasus harian Covid-19 di Indonesia saya potong dari 1 Juni sampai 16 Agustus. Kita lihat 1 Juni, kita belum bisa dilonggarakan kalau kita hubungankan dengan kesehatan publik dan ekonomi kesehatan," jelasnya.

Menurut pria yang juga Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) itu, penerapan PPKM Darurat dan PPKM Mikro memberikan sumbangsih atas menurunnya elastisitas produksi kesehatan yang pada per 16 Agustus mencapai angka 3,24 poin.

"Sebelumnya, pada 16 Juli elastisitas produksi kesehatan mengalami kondisi puncak sebesar 9,61 poin atau dalam setiap persen satuan waktu menyebabkan kenaikan kasus menjadi 9,61 kali lipat," terangnya.

Elastisitas produksi kesehatan yang sempat mengalami masa puncak tersebut yang mengakibatkan Indonesia dianggap sebagai episentrum kasus Covid-19 di dunia.

"Meski mengalami penurunan, kalau kita murni melihat dari sisi kesehatan publik dan ekonomi kesehatan dengan kriteria elastisitas produksi kesehatan, sebenarnya belum saatnya melonggarkan PPKM walaupun sebenarnya sudah lama kita jalani," pungkasnya.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy

Editor: Puri Mei Setyaningrum

https://www.wartaekonomi.co.id/read355829/ekonom-senior-indef-sebut-belum-saatnya-menarik-ppkm

 

  • Hits: 811

Dradjad: Jangan Potong Dana Bansos

 

Senin 23 Aug 2021 17:12 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom senior INDEF Dradjad Wibowo kembali mengingatkan pemerintah untuk membatalkan rencana penurunan anggaran kesehatan dan anggaran perlindungan sosial. Dua program tersebut itu ada di jantung penanganan pandemi Covid-19.

“Itu adalah jantungnya. Selain tentunya anggaran untuk pemulihan ekonomi,” kata Dradjad, Senin (23/4). Pemerintah justru akan menurunkan anggaran kesehatan Rp 71,1 triliun, anggaran Perlinsos turun Rp 60,3 triliun. Totalnya Rp 131,4 triliun.

Dradjad mengungkapkan alasan, pertama, negara-negara yang sudah berhasil dengan vaksinasinya saja masih mengalami lonjakan kasus. Contohnya Amerika Serikat dan Inggris.

Ini karena, secara ilmiah vaksinasi memang diketahui belum signifikan mengurangi transmisi kasus. Tapi vaksinasi memang terbukti menurunkan hospitalisasi dan tingkat kematian. Itu pun dengan catatan, vaksinya mempunyai efikasi tinggi.

"Selain itu, AS dan Inggris tertolong oleh sistem pelayanan kesehatan maupun riset dan inovasi kesehatan berkelas dunia. Jadi, mereka mulai berhasil 'berdamai dengan corona," dalam arti membuat Covid-19 ini semakin mirip flu biasa,” papar Ketua Dewan Pakar PAN ini.

Indonesia, lanjut Dradjad, harus diakui masih jauh di bawah rata-rata dunia dalam vaksinasi. Per tanggal 23 Agustus 2021 baru 29,19 juta penduduk yang mendapat vaksin penuh, atau baru 11,5 persen. Masih jauh di bawah rata-rata dunia yang 24,4%. Inggris sudah 62,3 persen, AS sudah 51,9 persen.

Jika AS dan Inggris yang cakupan vaksinasinya tinggi, yankes, riset dan inovasi kesehatannya kelas dunia, ternyata masih terpukul ledakan kasus, bagaimana dengan kita? "Jadi di tahun depan kita masih sangat membutuhkan anggaran kesehatan dan perlinsos yang tinggi,” paparnya.

Kedua, menurut Dradjad, perkembangan varian SARS-CoV-2 ini sangat cepat. Semua negara terus berjaga-jaga menghadapinya, dengan program kesehatan dan perlinsos. "Indonesia tentu harus juga,” kata Dradjad.

Ketiga, belum ada data atau prediksi yang kredibel bahwa Indonesia akan mencapai imunitas komunal (herd immunity) pada tahun 2022. Keempat, selain mengejar vaksinasi pertama dan kedua, tahun 2022, Indonesia perlu //booster bagi mereka yang sudah divaksin sebelumnya. "Ini juga perlu dana APBN, kecuali pemerintah membuka vaksin berbayar seluasnya,” ungkapnya.

Kelima, anggaran kesehatan perlu besar utk mendukung riset dan inovasi penemuan vaksin, obat preventif dan obat kuratif. "Jadi, saya menyarankan pemerintah tidak memotong anggaran kesehatan dan perlinsos,” kata Dradjad.

https://www.republika.co.id/berita/qyaf0j318/dradjad-jangan-potong-dana-bansos

 

  • Hits: 752

Perlindungan Sosial Harus Berada di Jantung Program Penanganan Pandemi dan Pemulihan Ekonomi

 

Rabu, 18 Agustus 2021, 08:29 WIB

Pandemi dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sangat memukul ekonomi rumah tangga dari rakyat yang berpenghasilan harian. Hal itu karena jumlah orang yang bergantung kepada penghasilan harian baik formal ataupun non formal terbilang besar.

Begitu kata peneliti senior Indef, Dradjad Wibowo dalam acara webinar bertajuk “Merespon Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan RAPBN 2022” yang digelar pada Selasa (17/8).

Diurai Dradjad bahwa data Badan Pusat Statistik mencatat jumlah pekerja pada Agustus 2020 adalah 128,45 juta angkatan kerja.

“Sejumlah 77,67 juta (60,47 persen) di antaranya adalah pekerja informal, baik pertanian maupun non pertanian. Dari pekerja formal, 27,48 juta di manufaktur dan sebagian besar mereka menerima upah harian,” urainya.

Atas alasan itu, sebelum Covid-19 benar-benar teratasi, dalam arti menjadi penyakit yang mudah diobati layaknya flu biasa, maka bantuan untuk perlindungan sosial sangat dibutuhkan rakyat. Pemerintah harus menjamin program perlindungan sosial benar-benar tersalurkan.

“Perlindungan sosial harus berada dalam jantung program penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi,” tutupnya.

Turut hadir sebagai pembicara dalam acara ini Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad; Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto; Kepala Center of Food Energy and Sustainable Development Indef, Abra P. G. Talattov; dan peneliti Center of Industry Enerdgy and Sustainable Development Indef, Eisha M. Rachbini.

EDITOR: WIDIAN VEBRIYANTO

https://politik.rmol.id/read/2021/08/18/500898/perlindungan-sosial-harus-berada-di-jantung-program-penanganan-pandemi-dan-pemulihan-ekonomi-

 

  • Hits: 791

Page 18 of 24

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id