Kelas Menengah Menyusut, Pelatihan Vokasional Dinilai Bisa Jadi Solusi Jangka Pendek
Kompas.com - 10/09/2024, 20:04 WIB
Dian Erika Nugraheny, Yoga Sukmana
JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo meminta pemerintah tidak meremehkan pelatihan vokasional (pelatihan peningkatan keterampilan individu) dalam mengatasi penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia.
Menurut Dradjad, pelatihan vokasional penting mengingat turunnya jumlah kelas menengah disebabkan sejumlah guncangan ekonomi sehingga perlu solusi jangka pendek.
"Kita kan butuhnya (solusi jangka) pendek. Sangat pendek. Karena kan ini (terjadi penurunan kelas menengah) karena guncangan-guncangan dalam jangka pendek," ujar Dradjad kepada Kompas.com saat ditemui di Palmerah Selatan, Selasa (10/9/2024).
Selain itu, pelatihan vokasional menurutnya diperlukan untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja sesuai permintaan industri.
Dengan pelatihan vokasional yang tak memerlukan waktu lama, keutuhan industri bisa lekas terpenuhi.
"Kita terlalu meremehkan pelatihan vokasional. Karena ada gap ya. Keahlian di banyak industri ada kebutuhan, tapi kita tidak bisa memenuhi. Ataupun kalau bisa memenuhi perlu training panjang," kata Dradjad.
Selain itu, ia pun menyarankan pemerintah menciptakan ekosistem industri kreatif yang baik agar pelaku industri tersebut bisa lebih produktif.
Kondisi tersebut menurut Drajad bisa menguatkan kelas menengah.
Selanjutnya, ia pun menyarankan pemerintah berpikir ulang saat akan menerapkan kebijakan yang menambah beban bagi kelas menengah.
Misalnya kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen yang rencananya diterapkan pada 2025.
Kemudian subsidi tarif KRL (commuterline) Jabodetabek yang berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang juga sedang dibahas pemerintah.
"Tolong ditinjau ulang. Itu bisa memberatkan pendapatan kelas menengah," kata Dradjad.
"Negara kan meminta rakyat untuk kreatif. Jadi negara juga harus kreatif untuk mencari sumber-sumber (pendapatan) lainnya," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, jumlah masyarakat tergolong kelas menengah mengalami penurunan.
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk tergolong kelas menengah pada tahun 2024 mencapai 47,85 juta jiwa.
Jumlah masyarakat kelas menengah itu tercatat turun dari tahun 2023 yang mencapai 48,27 juta jiwa.
Adapun jumlah masyarakat kelas menengah tercatat terus menurun setiap tahunnya sejak 2019.
Tercatat jumlah penduduk kelas menengah mencapai 57,33 juta jiwa (21,45 persen) pada 2019, 53,83 juta jiwa (19,82 persen) pada 2021, 49,51 juta jiwa (18,06 persen) pada 2022, 48,27 juta jiwa (17,44 persen) pada 2023, dan 47,85 juta jiwa (17,13 persen) pada 2024.
- Hits: 68