Penurunan Bunga The Fed yang Lebih Agresif Dorong Penguatan Rupiah

The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 bps menjadi 4,75-5,25 persen

Oleh: AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO

19 September 2024 18:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed, akhirnya memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin, sedangkan Bank Indonesia telah lebih dahulu memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin. Perbedaan level pemangkasan tersebut berpotensi memberikan bantalan terhadap penguatan nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit perbankan.

Dalam konferensi pers hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) atau Dewan Gubernur The Fed pada Rabu (18/9/2024) waktu setempat, Gubernur The Fed Jerome Powell menyampaikan, suku bunga acuan dipangkas menjadi 4,75-5,25 persen. Sebelumnya, The Fed mempertahankan suku bunga acuannya pada kisaran 5,25-5,5 persen sejak Juli 2023 lantaran inflasi yang telah menembus level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Kepala ekonom European Financial Group Bank di Zurich sekaligus mantan Wakil Gubernur Bank Sentral Irlandia Stefan Gerlach berpendapat, pemangkasan 50 bps oleh The Fed akan memengaruhi arah kebijakan moneter bank sentral negara lain. Hal ini juga turut memicu asumsi perlambatan ekonomi global.

”Pemotongan setengah poin oleh Fed akan berdampak pada keputusan suku bunga bank sentral lain dan menyebabkan pelaku pasar menyimpulkan bahwa ekonomi AS melambat, mungkin mengarah pada perlambatan global,” katanya dilansir dari kantor berita Bloomberg, Kamis (19/9/2024).

Senada, Senior Economist PT Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menyebut, bagi sebagian ekonom, The Fed tidak harus memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 bps. Sebab, hal itu dapat membuat pasar memersepsikan terjadinya resesi atau perlambatan ekonomi secara tajam (hard landing),

”Dow Jones kemarin negatif, market takut dengan 50 bps. Artinya, potensi hard landing AS semakin besar,” katanya, di Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Di sisi lain, keputusan The Fed akan mendukung bank sentral secara global, termasuk Bank Indonesia (BI), untuk mengelola keseimbangan antara pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemangkasan suku bunga acuan tersebut akan memberikan bantalan terhadap nilai tukar rupiah, memperkuat pemotongan suku bunga acuan BI sebesar 25 bps, serta memungkinkan berlanjutnya arus modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik.

Ekonom Senior Dradjad Wibowo mengatakan, The Fed terlihat berusaha ahead of the curve mengingat sangat jarang The Fed menurunkan suku bunga acuan 50 bps sekaligus.

”Sementara yang dilakukan BI memang konservatif, sesuai pakem. Karena itu, BI perlu memonitor pergerakan pasar dengan lebih tajam dan menyiapkan opsi lanjutan sejak dini. Ini karena pasar AS dan global kaget dengan penurunan bunga acuan the Fed yang lebih besar dari ekspektasi. Pasar belum melakukan factor in 50 bps itu,” kata Dradjad yang juga Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI).

Penguatan rupiah

Mengutip data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada perdagangan Kamis (19/9/2024), nilai tukar rupiah ditutup Rp 15.287 per dollar AS atau terapresiasi 0,6 persen dibandingkan dengan penutupan pasar sebelumnya. Ini sekaligus menjadi titik tertinggi rupiah selama tahun kalender 2024.

Sebelumnya, BI melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 17-18 September 2024 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuannya (BI Rate) sebesar 25 bps menjadi 6 persen. Keputusan tersebut diambil mempertimbangkan kejelasan arah kebijakan moneter The Fed, terkendalinya inflasi dalam negeri, serta stabilitas nilai tukar rupiah yang cenderung menguat.

Fithra Faisal berpendapat, BI telah mengambil keputusan yang tepat dengan mendahului pengumuman The Fed. Keputusan tersebut mempertimbangkan likuiditas yang memadai tecermin dari masuknya modal asing di pasar modal dan di pasar obligasi sejak Agustus 2024 hingga 18 September 2024, masing-masing sebesar Rp 53 triliun dan Rp 33 triliun.

Selain itu, cadangan devisa pada akhir Agustus 2024 tercatat menembus level tertinggi dalam sejarah mencapai 150,2 miliar dollar AS. Di sisi lain, tingkat inflasi per Agustus 2024 terjaga rendah sebesar 2,13 persen atau berada dalam sasaran target 1,5-3,5 persen.

”Meski likuiditas dan cadangan devisa memadai, current account defisit (defisit transaksi berjalan) selama empat kuartal berturut-turut, terakhir minus 0,9 persen dari PDB (produk domestik bruto). Fondasi perekonomian, Indeks Manajer Belanja atau Purchasing Manager Indeks sedang turun, artinya beberapa bulan ke depan ekspor tidak akan terlalu tinggi, serta trade balance (neraca perdagangan) juga masih tertekan,” tutur Fithra yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

Dengan demikian, fondasi nilai tukar rupiah belum benar-benar stabil sehingga keputusan untuk memangkas bunga acuan sebesar 25 bps tergolong tepat. Hal ini juga berdampak positif untuk pasar saham dan pasar obligasi lantaran ongkos yang dikeluarkan oleh perusahaan dari pinjaman (cost of financing) turun.

Terpisah, Senior Economist Standard Chartered Bank Indonesia, Aldian Taloputra, menyebut, pemotongan suku bunga akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Selain akan menurunkan biaya dana, penurunan suku bunga BI yang lebih sedikit dibandingkan dengan penurunan The Fed juga akan memperlebar selisih suku bunga nilai tukar rupiah dengan dollar AS sehingga akan mendorong arus dana asing ke pasar keuangan Indonesia dan mendorong penguatan rupiah.

”Kami melihat, BI masih dapat menurunkan suku bunganya 25 bps lagi tahun ini dan 75 bps tahun depan ke level 5 persen sejalan dengan tren penurunan suku bunga Fed dan inflasi domestik serta rupiah yang terkendali,” katanya.

Akhirnya, semoga jamu manis dari RDG BI ini betul-betul mampu tertransmisi secara efektif dalam penurunan suku bunga perbankan dan nonperbankan, serta mendongkrak permintaan kredit atau pinjaman.

Senada, ekonom senior dan Associate Faculty LPPI Ryan Kiryanto berpendapat, masih ada ruang bagi BI untuk menahan atau menurunkan suku bunga acuannya setidaknya 25 bps menjadi 5,75 persen jika ekspektasi inflasi mengarah ke target sasaran sebesar 2,5 persen dan kurs rupiah tetap stabil. Hal ini akan menstimulus perekonomian dari jalur kebijakan moneter yang tetap pro-growth.

Selain itu, penurunan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6 persen diharapkan akan berdampak terhadap penyesuaian suku bunga perbankan yang pada gilirannya akan menaikkan permintaan kredit. Dengan demikian, perekonomian dapat kembali pulih dan membaik di tengah masa transisi pemerintahan.

”Inilah yang disebut dengan tepat tujuan. Dikatakan tepat waktu karena inflasi sudah mereda dan berada di koridor target BI disertai kurs rupiah yang dalam beberapa minggu terakhir sudah relatif stabil lagi. Akhirnya, semoga ’jamu manis’ dari RDG BI ini betul-betul mampu tertransmisi secara efektif dalam penurunan suku bunga perbankan dan nonperbankan serta mendongkrak permintaan kredit atau pinjaman,” kata Ryan.

Kredit akan tumbuh

Executive Vice President (EVP) Corporate Communication and Social Responsibility PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Hera F Haryn menyebut, pemangkasan suku bunga acuan 25 bps oleh BI sesuai dengan proyeksi pergerakan suku bunga The Fed serta sejalan dengan tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah yang terjaga. Kebijakan ini diharapkan dapat menggerakkan perekonomian nasional lebih cepat, menstimulasi permintaan kredit, dan melonggarkan likuiditas.

”BCA akan mencermati perkembangan suku bunga ke depan, parameter makroekonomi lainnya, kondisi likuiditas sektor perbankan, dan tingkat persaingan yang ada, sebelum melakukan penyesuaian ke depan,” tuturnya saat dihubungi dari Jakarta.

Hera menambahkan, BCA senantiasa mendorong penyaluran kredit ke berbagai sektor serta memperkuat platform transaksi pendanaan. Hal ini turut mempertimbangkan keseimbangan antara kecukupan likuiditas dan ekspansi kredit yang sehat dengan tetap melihat perkembangan dan risiko pasar. Pada 2024, BCA menargetkan pertumbuhan kredit mencapai 9-10 persen.

Di sisi lain, Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Teuku Ali Usman menyebut, keputusan BI yang memangkas suku bunga acuan dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan pasar keuangan domestik. Kebijakan ini juga menjadi upaya untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi global, khususnya terkait dengan kebijakan suku bunga acuan AS serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

”Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengurangan biaya dana (cost of fund) di sektor perbankan, yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi efisiensi operasional serta pertumbuhan kredit,” tuturnya dalam keterangan tertulis.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae menjelaskan, penurunan suku bunga biasanya akan diikuti dengan peningkatan penyaluran kredit seiring dengan turunnya biaya dana. Hal ini akan berdampak positif, terutama terhadap profitabilitas dan risiko kredit perbankan.

Menurut Dian, penurunan BI-Rate akan diikuti dengan penurunan suku bunga simpanan oleh perbankan untuk menurunkan biaya dana. Kebijakan suku bunga tiap-tiap bank akan berbeda dan sangat bergantung pada model bisnis, kondisi likuiditas, serta toleransi risiko (risk tolerance).

”Meskipun suku bunga simpanan meningkat didorong oleh peningkatan suku bunga acuan selama setahun terakhir, pergerakan rerata suku bunga kredit cenderung flat, bahkan menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan prioritas bank untuk tetap menjaga kualitas kreditnya,” katanya dalam keterangan tertulis.

Hasil Asesmen Transmisi Suku Bunga Kebijakan kepada Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Perbankan yang dirilis BI pada September 2024 menunjukkan, suku bunga kredit baru meningkat sebesar 9 bps dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi 9,9 persen pada Agustus 2024. Kenaikan tersebut terjadi pada kelompok bank badan usaha milik negara dan bank umum swasta nasional.

Pada Agustus 2024, pertumbuhan kredit mencapai 11,4 persen secara tahunan meski lebih rendah ketimbang pertumbuhan kredit pada Juli 2024 yang sebesar 12,4 persen secara tahunan. Berdasarkan penggunaannya, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja yang tumbuh 10,75 persen secara tahunan, kredit investasi sebesar 13,08 persen, dan kredit konsumsi 10,83 persen.

Editor: MUHAMMAD FAJAR MARTA

https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2024/09/19/beda-level-pemangkasan-suku-bunga-the-fed-dengan-bi-untungkan-rupiah

  • Hits: 36

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id