PMI Manufaktur RI Jeblok, Ini Kata Ekonom

Relaksasi impor dinilai akan membuat sebagian pelaku industri di dalam negeri kesulitan untuk bersaing. Hal ini diungkapkan oleh ekonom senior Dradjad Wibowo.

Minggu, 4 Agustus 2024 - 14:00 WIB

Reporter : Tim tvonenews.com

Editor : Chandra Hendrik

tvOnenews.com - Relaksasi impor dinilai akan membuat sebagian pelaku industri di dalam negeri kesulitan untuk bersaing. Hal ini diungkapkan oleh ekonom senior Dradjad Wibowo.

Ia mengatakan bahwa industri dalam negeri terpukul hingga PMI Manufaktur RI masuk zona kontraksi. 

“Memang hal tersebut masalah yg dilematis. Tanpa relaksasi impor, kontainer akan menumpuk di gudang pelabuhan. Lalu lintas barang tersendat, inflasi naik. Rakyat sebagai konsumen dirugikan,” kata Dradjad, Jumat (2/8/2024).

Drajad juga tidka menyalahkan relaksasi impor juga bukan pernyataan atau langkah yang bijak. Itu bahkan bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakharmonisan kerja antar kementerian/lembaga.

Seharusnya yang harus dilakukan adalah secara bersama-sama mendisain kebijakan sinkron dan optimal antara pengembangan industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, serta kepabeanan dan cukai. Seperti regulasi impor apa dan sebesar apa yang optimal bagi konsumen dan produsen domestik sekaligus.

“Apakah bea masuk anti dumping bisa dilakukan untuk komoditi dengan kode HS tertentu. Apakah ada solusi teknis terhadap backlog di pelabuhan. Apakah solusi agar industri domestik lebih bersaing dan tidak hanya mengharapkan proteksi berlebihan,” jelasnya.

Selanjutnya ada faktor biaya produksi yang di luar kewajaran, atau yang diakibatkan oleh kebijakan negara atau ulah oknum.

“Membongkar ekonomi biaya tinggi dalam proses industri itu akan lebih besar manfaatnya dalam jangka menengah dan panjang dari pada buka tutup relaksasi dan restriksi impor,” tukasnya.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut kontraksi PMI Manufaktur RI pertama kalinya sejak Agustus 2021 atau setelah 34 bulan berturut-turut terus ekspansi dipengaruhi oleh penurunan bersamaan pada output dan pesanan baru.

Ia juga mengatakan permintaan pasar yang menurun merupakan faktor utama penyebab penjualan turun.  S&P Global diketahui data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia Juli 2024 yang turun ke level 49,3 atau terkontraksi. Pada Juni 2024, PMI Manufaktur Indonesia masih ekspansif di level 50,7.

Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan tidak kaget dengan turunnya PMI manufaktur Indonesia sejak kebijakan relaksasi impor diberlakukan.

"Kami tidak kaget dan logis saja melihat hasil survei ini, karena ini semua sudah terprediksi ketika kebijakan relaksasi impor dikeluarkan," ujar Agus dalam rilis resmi, Kamis (1/8/2024).(chm)

https://www.tvonenews.com/berita/233465-pmi-manufaktur-ri-jeblok-ini-kata-ekonom?

  • Hits: 15

PMI Manufaktur RI Jeblok Akibat Relaksasi Impor, Ekonom Dradjad Wibowo: Masalah Dilematis

Sabtu, 3 Agustus 2024 06:54 WIB

Penulis: Reynas Abdila

Editor: Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Dradjad Wibowo menilai relaksasi impor membuat sebagian pelaku industri di dalam negeri kesulitan untuk bersaing.

Menurutnya, industri dalam negeri terpukul hingga PMI Manufaktur RI masuk zona kontraksi.

“Memang hal tersebut masalah yg dilematis. Tanpa relaksasi impor, kontainer akan menumpuk di gudang pelabuhan. Lalu lintas barang tersendat, inflasi naik. Rakyat sebagai konsumen dirugikan,” kata Dradjad, Jumat (2/8/2024).

Namun demikian, dia menyebut menyalahkan relaksasi impor juga bukan pernyataan atau langkah yang bijak. Bahkan bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakharmonisan kerja antar kementerian/lembaga.

Seharusnya yang dilakukan adalah secara bersama-sama mendisain kebijakan sinkron dan optimal antara pengembangan industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, serta kepabeanan dan cukai.

Misalnya, regulasi impor apa dan sebesar apa yang optimal bagi konsumen dan produsen domestik sekaligus.

“Apakah bea masuk anti dumping bisa dilakukan untuk komoditi dengan kode HS tertentu. Apakah ada solusi teknis terhadap backlog di pelabuhan. Apakah solusi agar industri domestik lebih bersaing dan tidak hanya mengharapkan proteksi berlebihan,” jelasnya.

Kemudian adalah faktor biaya produksi yang di luar kewajaran, atau yanf diakibatkan oleh kebijakan negara atau ulah oknum.

“Membongkar ekonomi biaya tinggi dalam proses industri itu akan lebih besar manfaatnya dalam jangka menengah dan panjang dari pada buka tutup relaksasi dan restriksi impor,” tukasnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut kontraksi PMI Manufaktur RI pertama kalinya sejak Agustus 2021 atau setelah 34 bulan berturut-turut terus ekspansi dipengaruhi oleh penurunan bersamaan pada output dan pesanan baru.

Agus mengatakan permintaan pasar yang menurun merupakan faktor utama penyebab penjualan turun.

S&P Global diketahui data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia Juli 2024 yang turun ke level 49,3 atau terkontraksi.

Pada Juni 2024, PMI Manufaktur Indonesia masih ekspansif di level 50,7.

Agus menyatakan tidak kaget dengan turunnya PMI manufaktur Indonesia sejak kebijakan relaksasi impor diberlakukan.

"Kami tidak kaget dan logis saja melihat hasil survei ini, karena ini semua sudah terprediksi ketika kebijakan relaksasi impor dikeluarkan," ujar Agus dalam rilis resmi, Kamis (1/8/2024).

https://m.tribunnews.com/bisnis/2024/08/03/pmi-manufaktur-ri-jeblok-akibat-relaksasi-impor-ekonom-dradjad-wibowo-masalah-dilematis

  • Hits: 13

Dradjad: Menyalahkan Relaksasi Impor Bukanlah Hal Bijak

Ada hal yang dilematis dalam persoalan relaksasi impor.

Red: Joko Sadewo

Jumat 02 Aug 2024 15:52 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom senior INDEF, Dradjad Wibowo, mengatakan, memang dilematis antara relaksasi impor dengan Pekerja Migran Indonesia (PMI) manufaktur. Menyalahkan relaksasi impor bukanlah hal bijaksana.

“Hal tersebut masalah yang dilematis. Tanpa relaksasi impor, kontainer akan menumpuk di gudang pelabuhan. Lalu lintas barang tersendat, inflasi naik. Rakyat sebagai konsumen dirugikan,” kata Dradjad, Jumat (2/8/2024).

Tapi dengan relaksasi impor, lanjut Dradjad, sebagian pelaku industri kesulitan bersaing. Industri dalam negeri terpukul, PMI masuk zona kontraksi.

Hal ini disampaikan Dradjad menanggapi pernyataan Menperin Agus Gumiwang yang menyebut anjloknya PMI Manufaktur RI karena kebijakan relaksasi impor.

“Tapi menyalahkan relaksasi impor, bukan lah pernyataan atau langkah yang bijak. Bahkan bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakharmonisan kerja antar kementerian / lembaga,” ungkap anggota Dewan Pakar Timnas Prabowo-Gibran ini.

Seharusnya, kata Dradjad, yang dilakukan adalah secara bersama-sama mendisain kebijakan yang sinkron dan optimal antara pengembangan industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, serta kepabeanan dan cukai. Misalnya, regulasi impor apa dan sebesar apa yang optimal bagi konsumen dan produsen domestik sekaligus.

“Apakah bea masuk anti dumping bisa dilakukan untuk komoditi dengan kode HS tertentu. Apakah ada solusi teknis terhadap backlog di pelabuhan. Apakah solusi agar industri domestik lebih bersaing dan tidak hanya mengharapkan proteksi berlebihan. Adakah faktor biaya produksi yang di luar kewajaran, yang diakibatkan oleh kebijakan negara atau ulah oknum,” papar Dradjad.

Membongkar ekonomi biaya tinggi dalam proses industri itu, menurut Dradjad, akan lebih besar manfaatnya dalam jangka menengah dan panjang dari pada buka tutup relaksasi dan restriksi impor.

https://ekonomi.republika.co.id/berita/shl1z7318/dradjad-menyalahkan-relaksasi-impor-bukanlah-hal-bijak

  • Hits: 11

Ekonom Nilai Menperin Kurang Bijak Salahkan Relaksasi Impor Buntut Turunnya PMI Manufaktur

Timbulkan Tafsir Ketidakharmonisan Kementerian

 By Irfan Murpratomo

KedaiPena.Com- Ekonom senior Indef Dradjad Wibowo mengaku tidak sepakat dengan pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang yang menyebut turunnya level Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur RI pada Juli 2024 ke zona kontraksi 49,3 lantaran relaksasi impor yang tertuang dalam Permendag No. 8/2024 pada Mei lalu.

“Menyalahkan relaksasi impor, bukan lah pernyataan atau langkah yang bijak. Bahkan bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakharmonisan kerja antar kementerian / lembaga,” kata Dradjad, Jumat,(2/8/2024).

Dradjad menilai, daripada salah menyalahkan sebaiknya secara bersama-sama dapat mendesain kebijakan yang sinkron dan optimal antara pengembangan di dalam atau di luar negeri.

“Misalnya, regulasi impor apa dan sebesar apa yang optimal bagi konsumen dan produsen domestik sekaligus. Apakah bea masuk anti dumping bisa dilakukan untuk komoditi dengan kode HS tertentu,” papar dia.

Tak hanya itu, kata Dradjad, perlu juga dipersiapkan secara bersama-sama solusi teknis terhadap backlog di pelabuhan.

“Apakah solusi agar industri domestik lebih bersaing dan tidak hanya mengharapkan proteksi berlebihan,” tambah dia.

Ia memandang, pemerintah juga perlu mencari tahu apakah terdapat faktor biaya produk yang di luar kewajaran akibat kebijakan negara atau ulah oknum hingga level Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur RI pada Juli 2024 ke zona kontraksi 49,3.

“Membongkar ekonomi biaya tinggi dalam proses industri itu akan lebih besar manfaatnya dalam jangka menengah dan panjang dari pada buka tutup relaksasi dan restriksi impor,” tegas dia.

Dradjad menegaskan cara-cara tersebut jauh lebih baik ketimbang saling menyalahkan terkait dengan kebijakan relaksasi impor. Dradjad berharap, hal-hal seperti tidak terulang di era pemerintahan Prabowo-Gibran.

https://www.kedaipena.com/ekonom-nilai-menperin-kurang-bijak-salahkan-relaksasi-impor-buntut-turunnya-pmi-manufaktur/?amp=1

  • Hits: 12

Page 3 of 24

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id