Tim Prabowo Duga Kebocoran Pendapatan Negara Lebih Besar dari Rp 300 T
Shafira Cendra Arini - detikFinance
Rabu, 09 Okt 2024 15:10 WIB
Jakarta - Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo, Dradjad Wibowo buka suara soal dugaan kebocoran pendapatan negara sebesar Rp 300 triliun. Hal ini disampaikan adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, dalam acara Kadin Indonesia, Selasa (8/10/2024).
Nilai kebocoran sebesar itu merupakan potensi penerimaan negara dari perkebunan sawit ilegal.
Dradjad mengatakan fakta di lapangan menunjukkan jumlah yang lebih besar dari angka Rp 300 triliun tersebut. Hal ini berdasarkan pada akumulasi dari kasus-kasus serupa lainnya.
"Bahkan, saya sebenarnya ingin mengatakan jumlahnya sebenarnya lebih besar (dari Rp 300 triliun)," kata Dradjad dalam forum diskusi di Le Meridien Hotel, Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Namun demikian, ia enggan membeberkan berapa tepatnya nilai dari pajak yang tak berhasil dikantongi negara tersebut. Sebab, ia merasa tidak punya kewenangan untuk mengungkapkannya.
Lebih lanjut Dradjad menjelaskan, sumber-sumber dari potensi pajak itu setidaknya terbagi ke dalam dua kategori yakni uncollected (tidak terkumpulkan) dan untapped (tidak tergali).
Adapun untuk sumber pajak yang tidak terkumpulkan ini di antaranya berasal dari kasus-kasus pajak yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Dalam hal ini negara yang menjadi pemenangnya, namun pihak yang kalah belum membayar pajaknya.
"Mahkamah Agung sudah memutuskan selesai. Tapi mereka nggak bayar. Ada yang 10 tahun belum bayar, ada yang 15 tahun belum bayar," terang Dradjad.
Selain itu, juga ditemukan beberapa kasus transfer pricing yang ketahuan. Menurut Dradjad, tambahan penerimaan negara dari kasus itu juga berpotensi ditarik.
"Kemudian ada beberapa kasus lain yang mungkin terlalu spesifik untuk saya sebutkan. Tapi intinya yang disampaikan Pak Hashim itu, basisnya adalah data sangat kredibel," kata dia.
Sebagai tambahan informasi, persoalan kebocoran Rp 300 triliun ini mulanya diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra sekaligus adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo.
Saat mengangkat masalah kebocoran ini, ia menyinggung adanya indikasi pengusaha sawit nakal yang tidak membayar pajak dengan mendirikan perkebunan sawit ilegal. Berdasarkan data yang dikonfirmasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), ada jutaan lahan sawit ilegal.
"Ada jutaan hektar kawasan hutan di okupasi liar oleh pengusaha kebun sawit nakal. Ternyata sudah diingatkan tapi sampai sekarang belum bayar. Dan kami dapat data bisa sampai Rp 300 triliun yang belum bayar. Ini data-data yang dihimpun pemerintah," terang Hashim, dalam acara Diskusi Ekonomi bersama Pengusaha Internasional Senior, di Menara Kadin, Jakarta, Senin (7/10/2024).
Hashim menjelaskan, saat ini pihaknya telah mengantongi nama 300 perusahaan sawit nakal tersebut. Namun daftar tersebut masih akan ditelusurinya lebih jauh.
"Dari kebocoran ini kita bisa hasilkan Rp 50 triliun tiap tahun. Ini kita hitung-hitung dari satu kebocoran kita bisa berikan makan gratis 2 kali sehari untuk 9 juta anak," ujarnya.
- Hits: 45
Pertumbuhan Ekonomi Era Prabowo Ditargetkan 8 Persen, Dradjad Wibowo: Mengandalkan Sektor Swasta
Tayang: Rabu, 9 Oktober 2024 13:17 WIB
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka Dradjad Wibowo berpandangan, target pertumbuhan ekonomi era presiden terpilih Prabowo yang sebesar 8 persen bisa dicapai melalui dorongan dari sektor swasta.
"Jelas untuk mencapai pertumbuhan tinggi itu kita perlu mengandalkan pertumbuhan di sektor swasta," kata Dradjad di Hotel Le Meridien Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Dradjad menyatakan, pertumbuhan ekonomi di sektor swasta itu bukan hanya melalui business as usual. Melainkan perlu adanya perubahan dari regulasi dan birokrasi. Sebab dia menilai, sejauh ini pertumbuhan ekonomi di sektor swasta itu stagnan di 5 persen.
"Makanya kami ketika kampanye menargetkan 6-7 persen. 8 persen itu bukan rata-rata, tapi 8 persen itu adalah kita berusaha sekali di dalam salah satu dari tahun sampai 2029 itu bisa mencapai 8 persen. Average-nya 6-7 persen. Andalan nya memang mau tidak mau harus dari swasta," papar dia.
Menurut Dradjad, pemerintahan dewasa ini terlalu banyak menggunakan regulasi sehingga sistem birokrasinya terlalu gemuk. Dia mengatakan bahwa di era pemerintahan Prabowo mendatang dirancang untuk pembentukan lembaga baru.
"Karena kita ada badan gizi, ada lagi badan penerimaan. Jadi nambahnya karena ada badan, kemudian ada kementerian. Tapi disesuaikan dengan skoper masalahnya. Cuma di internal, satu persatu kementerian dan lembaga kita harapkan ada di birokratisasi dan diregulasi supaya swasta ini bisa maju cepat," terangnya.
Meski begitu, Dradjad mengaku bahwa akan ada time gap yang panjang menyoal penyederhanaan regulasi dalam sistem birokrasi itu. Sehingga, pada jangka waktu tersebut pendorong ekonomi untuk sektor swasta bisa melalui belanja negara.
"Nah, selama proses ini, ada time gap ini, selama ada gap ini, itu mau gak mau yang harus step in adalah belanjaan negara. Yang memang ada di bawah kendali pemerintah. Jadi investasi dan belanjaan negara, kalau kita lihat agregat expenditures ya, jadi pengeluaran pemerintah dan investasi, itu kita harapkan nanti dia yang akan men-trigger private consumption," papar dia.
Sebelumnya, Presiden terpilih RI Prabowo Subianto optimis ekonomi Indonesia mampu mencapai pertumbuhan hingga 8 persen dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun ke depan.
Hal itu disampaikan Prabowo saat menghadiri Qatar Economic Forum di Doha, Rabu, (15/4/2024). Dalam acara itu, Prabowo didampingi oleh wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo ditanya soal proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mampu dicapai dalam 5 tahun kepemimpinannya nanti.
"Saya sangat yakin, saya sudah berbicara dengan para pakar dan mempelajari angkanya. Saya yakin kita dapat dengan mudah mencapai 8 persen. Saya bertekad melampauinya," kata Prabowo.
“Ya mungkin (harapannya) bisa (terwujud) dalam dua tiga tahun ke depan," lanjutnya.
Kemudian, Prabowo juga mengatakan kebijakan hilirisasi akan menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi ke depan. Prabowo mengatakan hilirisasi masih akan membutuhkan waktu beberapa tahun.
Ia pun menyorot salah satu aspek yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di tahun pertama pemerintahannya ialah dengan pertanian dan pangan (produksi dan distribusi) serta energi.
"Kita ingin go-green dengan cara yang sangat cepat. Kita ingin memproduksi diesel dari minyak kelapa sawit dan ini akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat," ungkap Prabowo.
"Selama ini kita mengimpor 20 miliar dolar AS setiap tahun untuk diesel. Jadi, dapat dibayangkan penghematan yang akan kita dapat jika kita beralih ke biofuel," sambungnya.
- Hits: 48
Tim Prabowo Keluhkan Porsi Utang Menjulang, 45% Penerimaan Negara
Azura Yumna Ramadani Purnama
09 October 2024 15:25
Bloomberg Technoz, Jakarta - Tim Presiden Terpilih Prabowo Subianto mengeluhkan porsi pembayaran bunga dan pokok utang negara yang menjulang pada 2025, yakni mencapai Rp1.353 triliun atau 45% dari total penerimaan negara.
Hal itu disampaikan Drajad Wibowo, Anggota Dewan Pakar Prabowo Subianto ketika membahas anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) yang berperan sebagai alat ungkit pertumbuhan ekonomi nasional.
Dia menyatakan, padahal Indonesia membutuhkan anggaran negara hampir Rp4.000 triliun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di level 6%-7%. Hal ini akan menjadi pijakan awal dari target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto 8% dalam jangka menengah.
Faktanya, belanja negara dipatok sebesar Rp3.613 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang telah dirancang Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Artinya, pemerintah masih mengalami kekurangan dana Rp300 triliun untuk menggenjot perekonomian.
“Kekurangannya berapa? Itu masih kurang Rp300 triliun. Terus bagaimana kita bisa dapet Rp300 triliun? Sementara APBN 2025 itu 45% dari pendapatan negara itu habis untuk debt service [pembiayaan utang],” kata Drajad dalam Katadata Forum Future Policy di Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Ia mengatakan kekurangan anggaran tersebut terjadi di tengah 45% dari pendapatan negara yakni sebesar Rp1.353 triliun harus digunakan untuk membayar pembiayaan utang baik untuk pokok utang maupun bunga utang.
“Itu hitungan kami kalau untuk ngejar 8% nanti suatu saat, itu gak cukup,” ucap Drajad.
Drajad menyebut, salah satu upaya untuk mengejar kekurangan anggaran tersebut yakni melalui pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).
Ia menjelaskan, nantinya BPN akan mengandung tiga unsur transformasi yakni transformasi kelembagaan, transformasi teknologi, dan transformasi kultur.
Meski demikian, Drajad menegaskan terbentuknya BPN tidak serta-merta langsung mengerek setoran perpajakan. Namun, ia menegaskan hal tersebut dilakukan sebagai pemicu terjadinya transformasi pada penerimaan negara.
“Sebagian besar memang bertanya. Apa dengan BPN itu sudah otomatis akan naik? Tidak. Tapi kita harus lakukan itu sebagai trigger untuk memicu buat transformasinya,” pungkas Drajad.
Sebagai informasi, belanja negara dalam APBN 2025 yang merupakan anggaran pertama Presiden terpilih Prabowo Subianto tembus Rp3.621,31 triliun, angka ini tercatat naik Rp8,26 triliun dari postur Rancangan APBN 2025 awal yang sebesar Rp3.613,1 triliun.
- Hits: 45
APBN Habis untuk Bayar Utang, Tim Ekonomi Prabowo: Badan Penerimaan Negara Jadi Solusi
Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dan transformasi transformasi birokrasi dapat menjadi solusi atas besarnya porsi pembayaran utang dalam APBN.
Annasa Rizki Kamalina - Bisnis.com Rabu, 9 Oktober 2024 | 13:26
Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, menyampaikan bahwa pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dapat menjadi solusi untuk mengerek penerimaan negara. Pasalnya, saat ini hampir 50% APBN digunakan untuk membayar utang.
Drajad menyampaikan belanja yang dialokasikan senilai Rp3.621,3 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, masih kurang untuk membiayai tahun pertama Prabowo-Gibran.
Pasalnya, pemerintah memiliki kewajiban pembayaran utang jatuh tempo dan bunga utang mencapai Rp1.353 triliun atau setara sekitar 45% dari total pendapatan pada tahun depan yang direncanakan senilai Rp3.005,1 triliun.
"Di mana ruang fiskalnya? Nah, jawabannya memang kita melalui BPN," ujarnya dalam Katadata: Indonesia Future Policy Dialogue di Le Meridien, Jakarta pada Rabu (9/10/2024).
Drajad menjelaskan bahwa memang saat ini BPN masih belum banyak didiskusikan. Namun, BPN harus mengandung tiga unsur transformasi.
Ketiga unsur tersebut adalah transformasi kelembagaan, transformasi teknologi, dan transformasi kultur.
"Transformasi kultur ini yang paling susah tetapi kultur itu bisa dipaksa oleh teknologi," lanjutnya.
Pasalnya, Drajad mengakui bahwa pemerintahan Prabowo kekurangan dana sekitar Rp300 triliun untuk tahun depan, demi mengerek pertumbuhan ekonomi menuju 8%.
Setidaknya, Rp300 triliun tersebut dapat membantu pertumbuhan naik ke level 5,8% hingga 5,9% pada 2025, agar Indonesia tidak kehilangan momentum untuk meraih kenaikan produk domestik bruto (PDB) sebesar 8% dalam lima tahun mendatang.
"Pada 2025 itu pertumbuhan minimal harus sampai ke 5,8% atau 5,9% supaya kita punya batu loncatan untuk ngejar 6%—7% kemudian ke 8%. Kekurangannya berapa? Itu masih kurang Rp300 triliun," ungkapnya.
Sebelumnya, rencana pembentukan badan baru ini bahkan disoroti oleh pihak asing, yakni Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF).
IMF mengingatkan bahwa pembentukan badan baru ini harus dirancang dengan sangat hati-hati. IMF menyebut restrukturisasi seperti ini berpotensi memakan biaya besar jika tidak direncanakan dengan cermat.
- Hits: 30
Tim Prabowo: Ekonomi RI Butuh Dana Rp4.000 T, APBN Masih Kurang
Azura Yumna Ramadani Purnama
09 October 2024 12:55
Bloomberg Technoz, Jakarta - Drajad Wibowo, Anggota Dewan Pakar Prabowo Subianto menyatakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di level 6%-7%, Indonesia membutuhkan anggaran negara hampir Rp4.000 triliun. Hal ini akan menjadi pijakan awal dari target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto 8% dalam jangka menengah.
Drajad menjelaskan, pada tahun depan pemerintah harus mencapai pertumbuhan pada level 5,8% - 5,9% untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 6-7%, agar dapat tumbuh mencapai target Prabowo 8% di pengujung masa jabatan.
Atas dasar target tersebut, Drajad menyatakan bahwa belanja negara sebesar Rp3.613 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang telah dirancang Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih kurang sekitar Rp300 triliun.
“Kekurangannya berapa? Itu masih kurang Rp300 triliun. Terus bagaimana kita bisa dapet Rp300 triliun? Sementara APBN 2025 itu 45% dari pendapatan negara itu habis untuk debt service [pembiayaan utang],” kata Drajad dalam Katadata Forum Future Policy di Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Ia mengatakan kekurangan anggaran tersebut terjadi di tengah 45% dari pendapatan negara yakni sebesar Rp1.353 triliun harus digunakan untuk membayar pembiayaan utang baik untuk pokok utang maupun bunga utang.
“Itu hitungan kami kalau untuk ngejar 8% nanti suatu saat, itu gak cukup,” ucap Drajad.
Drajad menyebut, salah satu upaya untuk mengejar kekurangan anggaran tersebut yakni melalui pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).
Ia menjelaskan, nantinya BPN akan mengandung tiga unsur transformasi yakni transformasi kelembagaan, transformasi teknologi, dan transformasi kultur.
Meski demikian, Drajad tak menampik dengan terbentuknya BPN tidak serta-merta langsung mengerek setoran perpajakan. Namun, ia menegaskan hal tersebut dilakukan sebagai pemicu terjadinya transformasi pada penerimaan negara.
“Sebagian besar memang bertanya. Apa dengan BPN itu sudah otomatis akan naik? Tidak. Tapi kita harus lakukan itu sebagai trigger untuk memicu buat transformasinya,” pungkas Drajad.
Sebagai informasi, belanja negara dalam APBN 2025 yang merupakan anggaran pertama Presiden terpilih Prabowo Subianto tembus Rp3.621,31 triliun, angka ini tercatat naik Rp8,26 triliun dari postur Rancangan APBN 2025 awal yang sebesar Rp3.613,1 triliun.
Kenaikan belanja negara tersebut dipengaruhi kenaikan belanja non-kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp8,26 triliun.
Selain itu, anggaran subsidi energi susut Rp1,12 triliun, tapi akhirnya dialokasikan untuk anggaran kompensasi BBM dan Listrik sehingga tak mempengaruhi postur besar belanja negara.
Selain tambahan belanja non-K/L, terdapat tambahan belanja K/L sebesar Rp113 triliun untuk beberapa program prioritas Presiden terpilih Prabowo Subianto. Namun, tambahan belanja K/L ini memanfaatkan cadangan belanja sehingga tidak mempengaruhi postur besar belanja pemerintah pusat.
- Hits: 38
More Articles …
Page 8 of 40