Ekonom khawatirkan wacana PPN 12 persen di tengah isu kelas menengah

Sigit Kurniawan    

Rabu, 09 Oktober 2024 - 20:55 WIB

Elshinta.com - Ekonom mengkhawatirkan soal wacana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di tengah isu pelemahan daya beli kelas menengah saat ini.

Ekonom senior Drajad Wibowo menyatakan tidak setuju dengan wacana itu lantaran khawatir akan berdampak pada penurunan penerimaan pajak. Ia mengakui ada potensi kenaikan penerimaan dari selisih 1 persen tarif PPN itu. Namun, dengan kondisi ekonomi saat ini, kemungkinan penarikan PPN akan lebih sulit dilakukan.

“Bagaimana kalau kenaikan itu membuat orang yang bayar makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin sedikit. Ini ujungnya penerimaan kita jeblok,” kata Drajad saat ditemui usai kegiatan Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (9/10).

Pelemahan daya beli kelas menengah terindikasi pada tren deflasi yang telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut. Menurut Drajad, fenomena ini juga dipengaruhi oleh tingginya pengangguran di Indonesia, yang akhirnya membuat sebagian masyarakat terlempar dari kelompok kelas menengah.

Senada, ekonom senior Aviliani menilai rencana kenaikan PPN 12 persen dapat memperburuk kondisi kelas menengah yang sedang menurun. Bila daya beli melemah, dunia usaha akan turut terdampak.

Oleh sebab itu, ia menyarankan agar pemerintah fokus pada peningkatan pendapatan masyarakat sebelum menaikkan pajak.

“Ini yang diperhatikan oleh dunia usaha. Kalau mau menaikkan pajak, bereskan dulu soal pendapatan masyarakat di kelas menengah, karena mereka merupakan permintaan bagi pengusaha,” ujar Aviliani.

Rencana kenaikan tarif PPN 12 persen tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP, disebutkan bahwa tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022 lalu, dan akan dinaikkan lagi menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.

Namun, kepastian kebijakan PPN 12 persen nantinya akan diumumkan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto setelah pelantikan presiden.

Di samping rencana kenaikan PPN 12 persen, UU HPP juga memberikan ruang untuk mengubah PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen.

Kemudian, Pemerintah pun telah memberikan kebijakan pembebasan PPN pada sejumlah kelompok, seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi, di mana insentif ini juga dinikmati kelompok menengah hingga atas.

Sumber : Antara

https://elshinta.com/news/350573/2024/10/09/ekonom-khawatirkan-wacana-ppn-12-persen-di-tengah-isu-kelas-menengah#google_vignette

  • Hits: 268

Ekonom Drajad Wibowo Tak Setuju PPN Naik Jadi 12%, Bisa Gerus Penerimaan Negara

Katadata.co.id

Oleh Rahayu Subekti 9 Oktober 2024, 15:22

Ekonom Senior Drajad Wibowo menyatakan tidak setuju dengan wacana pemerintah untuk menaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025. Karena kenaikan pajak itu bakal menggerus daya beli dan penerimaan negara.

“Itu saya sebenarnya kurang sepakat dengan PPN naik 12% karena saya khawatir efeknya justru akan menurunkan total pajak yang diterima,” kata Drajad saat ditemui di acara Katadata Forum bertajuk Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (10/9).

Meski ada potensi kenaikan penerimaan pajak, namun asumsi itu terjadi jika banyak orang patuh membayar pajak. Namun dengan ketidakpastian ekonomi saat ini, kemungkinan penarikan PPN bakal sulit dipungut.  

“Bagaimana kalau dengan kenaikan itu, orang yang bayarnya makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin sedikit. Ini ujungnya penerimaan kita jeblok,” ujar Drajad.

Jika itu terjadi, maka kenaikan PPN menjadi 12% bakal menggerus pendapatan negara. Ditambah lagi, jumlah kelas menengah juga terus menyusut akibat ketidakpastian ekonomi nasional. 

Selain itu, Indonesia mengalami deflasi lima bulan beruntun sejak Mei hingga September 2024. Fenomena ini terjadi karena daya beli turun seiring meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia. 

“Salah satu penyebab yang paling kuat karena tingginya angka setengah menganggur. Itu ada 2,41 juta orang setengah menganggur,” kata Drajad.

Menurut Drajad, setelah jumlah pengangguran tersebut memiliki daya beli rendah, dan ini membuat mereka terlempar dari kelompok kelas menengah. Kondisi akan semakin diperparah jika pemerintah menaikan PPN menjadi 12%. 

“Kalau dipaksakan PPN 12%, saya khawatir, setengah jumlah orang yang menganggur akan makin banyak. Ujung-ujungnya orang-orang yang yang membeli barang makin sedikit. Konsumsi makin sedikit, ujung-ujungnya PPN-nya juga akan terganggu,” ujar Drajad.

Wacana PPN Naik Jadi 12%

Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Wahyu Utomo menyatakan berbagai kebijakan pajak bakal mempertimbangkan banyak aspek. Begitu juga dengan kepastian kenaikan PPN menjadi 12%. 

Apalagi, pemerintah tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi, kemampuan masyarakat, dan momentum yang tepat. "Nanti diskresinya bagi presiden terpilih lah. Jadi nggak bisa dijawab," kata Wahyu dalam taklimat media di Serang, Banten, Rabu (25/9/2024).

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah tengah mensimulasikan potensi penerimaan pajak negara atas rencana kenaikan PPN pada tahun depan. Hal ini berdasarkan hitungan tarif PPN 12% bakal menambah penerimaan negara sebesar Rp70 triliun.

“Kalau naik dari 11% ke 12% , itu berarti naik 1%.  Hitungan 1/11 kita kan katakan 10%. Total realisasi PPN kita Rp 730-an triliun, berarti tambahannya sekitar Rp 70-an triliun,” ujar Susiwijono.

Editor: Ferrika Lukmana Sari

https://katadata.co.id/finansial/makro/67063d5847f46/ekonom-drajad-wibowo-tak-setuju-ppn-naik-jadi-12-bisa-gerus-penerimaan-negara

 

 

  • Hits: 214

Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Berpotensi Hambat Penerimaan Negara

Kompas.com - 09/10/2024, 15:09 WIB

Isna Rifka Sri Rahayu, Erlangga Djumena

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025 dikhawatirkan dapat menurunkan penerimaan negara dari pajak.

Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo mengatakan, kenaikan PPN berpotensi membuat masyarakat justru enggan berbelanja karena transaksi barang dan jasa yang dikenakan PPN menjadi lebih mahal.

"(Manfaat kenaikan PPN) itu kan hitungan berdasarkan asumsi bahwa semua orang akan tetap bayar. Bagaimana kalau dengan kenaikan itu, orang yang bayarnya makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin dikit. Kan ujungnya penerimaan kita jeblok," ujarnya saat ditemui di Hotel Le Meredien, Jakarta, Rabu (9/10/2024).

"Jadi saya pribadi, sebagai ekonom saya agak khawatir dengan kenaikan 12 persen itu dampaknya terhadap penerimaan pajak kita," tegasnya.

Menurut dia, dengan dampak kenaikan PPN yang seperti itu menjadi tidak tepat diterapkan di kala kondisi ekonomi masyarakat sedang mengalami penurunan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia sebanyak 57,33 juta orang pada 2019 lalu berkurang menjadi 47,85 juta orang pada tahun ini. Artinya, sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah turun kelas pada 2024.

Selain itu, daya beli masyarakat terutama kelas menengah juga mengalami penurunan sehingga terjadi deflasi atau penurunan harga selama lima bulan berturut-turut sejak Mei kemarin.

Tak hanya itu, dia mengungkapkan, angka masyarakat yang setengah menganggur cukup tinggi yakni 2,41 juta orang yang mana masyarakat kelompok ini memiliki daya beli yang rendah.

"Kalau dipaksakan PPN 12 persen, saya khawatir orang setengah menganggur makin banyak. Ujung-ujungnya kan orang beli barangnya makin dikit, orang beli barang makin dikit, konsumsi makin sedikit. Ujung-ujungnya PPNnya juga akan tergantung," terangnya.

Sebagai informasi, ketentuan mengenai kenaikan tarif PPN diatur dalam Pasal 7, ayat (1), huruf b UU HPP yang berbunyi, tarif PPN sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.

Sementara dalam dokumen KEM-PPKF tidak disebutkan secara eksplisit, pemerintah akan menaikan tarif PPN menjadi 12 persen sebagai bagian dari arah kebijakan umum perpajakan 2025.

Namun demikian, dalam dokumen itu disebutkan, salah satu kebijakan teknis pajak yang akan ditempuh pada tahun depan ialah mengimplementasi kebijakan perpjakan sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

https://money.kompas.com/read/2024/10/09/150900826/kenaikan-ppn-jadi-12-persen-berpotensi-hambat-penerimaan-negara-

  • Hits: 225

Ekonom Drajad Wibowo Khawatir Kenaikan PPN 12 Persen Bakal Picu Pelemahan Daya Beli Masyarakat

Oleh Nadia Amila

11 Oktober 2024

Pajak.com, Jakarta – Ekonom Senior Drajad Wibowo, menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 mendatang. Menurutnya, kenaikan ini berisiko memengaruhi daya beli masyarakat yang pada akhirnya dapat berdampak pada penurunan penerimaan pajak.

Drajad menilai, perhitungan pemerintah atas kenaikan PPN ini tampaknya didasarkan pada asumsi bahwa semua pihak tetap akan membayar pajak dalam jumlah yang sama. Namun, ia mempertanyakan asumsi tersebut, mengingat kenaikan tarif bisa membuat masyarakat semakin enggan untuk membayar.

“Ya itu kan hitungan kita berdasarkan asumsi bahwa semua orang akan tetap bayar. Bagaimana kalau dengan kenaikan itu orang yang bayarnya makin sedikit?” ujar Drajad usai menghadiri acara Indonesia Future Policy Dialogue, dikutip pada Jumat (11/10).

Menurutnya, situasi ini mirip dengan penjualan barang yang harganya dinaikkan, namun pembelinya justru berkurang. Hal ini dikhawatirkan bisa menyebabkan penerimaan negara menurun secara signifikan. “Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin dikit kan ujungnya penerimaan kita jeblok,” tambahnya.

Lebih jauh, Drajad menyoroti masalah yang lebih mendalam terkait menurunnya daya beli masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah. Ia mencatat bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia telah mengalami penurunan secara berturut-turut dalam beberapa waktu terakhir.

Salah satu faktor utama yang menjadi penyebabnya, menurut Drajad, adalah tingginya angka setengah menganggur di Indonesia. “Itu kenapa kelas menengah kita turun, kenapa kemudian kita deflasi berturut-turut. Itu salah satu penyebab yang paling kuat adalah tingginya angka setengah menganggur. Itu ada 2,41 juta orang setengah menganggur,” jelas Drajad.

Orang yang termasuk dalam kategori setengah menganggur, menurutnya, memiliki daya beli yang sangat rendah. Mereka sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari dan berpotensi besar keluar dari kelas menengah. Jika kondisi ini tidak segera ditangani, Drajad khawatir dampaknya akan semakin parah dengan rencana kenaikan PPN. “Nah kalau dipaksakan PPN 12 persen, saya khawatir orang setengah menganggur makin banyak,” katanya.

Drajad menegaskan bahwa penerapan PPN yang lebih tinggi dapat memperburuk kondisi ini, karena akan memaksa masyarakat, terutama mereka yang berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, untuk mengurangi konsumsi barang dan jasa. Kekhawatiran ini, menurut Drajad, perlu menjadi bahan pertimbangan serius sebelum kebijakan kenaikan PPN diterapkan.

“Ujung-ujungnya kan orang beli barangnya makin dikit. Orang beli barang makin dikit, konsumsi makin sedikit, ujung-ujungnya PPN-nya juga akan terganggu,” ujarnya.

Sebagai informasi, penerapan PPN 12 persen ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam UU tersebut, salah satu ketentuan penting adalah kenaikan tarif PPN secara bertahap, dari yang sebelumnya 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022, dan rencana kenaikan berikutnya menjadi 12 persen yang diterapkan paling lambat pada tahun 2025.

https://www.pajak.com/pajak/pajak-nasional/ekonom-drajad-wibowo-khawatir-kenaikan-ppn-12-persen-bakal-picu-pelemahan-daya-beli-masyarakat/

  • Hits: 332

Tim Prabowo Tolak PPN Naik Jadi 12%

M Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia

09 October 2024 20:20

Jakarta, CNBC Indonesia-Ekonom senior yang juga anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo mengaku tak setuju dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Dia menilai kenaikan PPN justru berpotensi mengurangi penerimaan pajak.

Drajad menekankan pendapatnya soal PPN 12% ini adalah pendapat pribadi, bukan pendapat pemerintahan yang akan datang.

"Saya pribadi sebagai ekonom saya agak khawatir dengan kenaikan 12%, itu dampaknya terhadap penerimaan pajak kita," kata Drajad di Jakarta, Rabu, (9/10/2024).

Drajad menilai strategi untuk menambah jumlah penerimaan pajak tidak sesederhana menaikkan tarif. Menurut dia, ada potensi masyarakat semakin jarang membayar ketika tarif pajak dinaikkan.

"Bagaimana kalau dengan kenaikan itu orang yang bayar makin sedikit. Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin dikit dan ujungnya penerimaan kita jeblok," kata dia.

Drajad menuturkan kekhawatirannya itu semakin kuat dengan melemahnya daya beli masyarakat. Penurunan daya beli itu, kata dia, terlihat dari berkurangnya proporsi kelas menengah dari populasi, serta deflasi 5 bulan beruntun.

"Itu kenapa kelas menengah kita turun, kenapa kemudian kita deflasi berturut-turut," kata dia.

Drajad mengatakan pelemahan daya beli ini disebabkan oleh tingginya angka setengah menganggur yang mencapai 2,41 juta orang. Dia mengatakan orang yang setengah menganggur itu jelas memiliki daya beli yang rendah.

Sia khawatir daya beli dan jumlah penduduk setengah menganggur ini akan semakin banyak akibat penerapan PPN 12%. "Sudah jelas dia akan terlempar dari kelas menengah. Nah kalau dipaksakan PPN 12%, saya khawatir orang setengah menganggur makin banyak," kata dia.

"Ujung-ujungnya kan orang beli barangnya makin dikit. Orang beli barang makin dikit, konsumsi makin sedikit, ujung-ujungnya PPN-nya juga akan terganggu. Itu kekhawatiran saya pribadi," kata dia.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20241009163756-4-578303/tim-prabowo-tolak-ppn-naik-jadi-12

  • Hits: 381

Page 10 of 49

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id