Ekonom: Perlu Dilakukan Audit Nilai Demurrage Impor Beras Rp294 M

LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Sabtu, 10 Agustus 2024, 09:11 WIB

REPUBLIK MERDEKA Perlu dilakukan audit keuangan terkait dengan skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar guna menguatkan langkah aparat penegak hukum.

Begitu dikatakan Ekonom Senior Indef Dradjad Wibowo menanggapi skandal demurrage sebesar Rp 294,5 miliar yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

Demurrage sebesar Rp294,5 miliar ini diperjelas dari data Kementerian Perindustrian soal keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.

"Menjadi masalah adalah ketika demurrage terlalu tinggi dalam situasi normal. Sebaiknya BPK, BPKP atau auditor independen ditugaskan melakukan pemeriksaan," kata Dradjad kepada wartawan, Sabtu (10/8).

Dradjad meyakini dengan adanya audit keuangan terkait skandal demurrage dapat membuka tabir dan mengetahui dasar dari besarnya nilai denda impor beras tersebut.

Dari audit keuangan tersebut, kata Dradjad, akan diketahui apakah memang nilai sebesar Rp294,5 miliar tersebut wajar untuk demurrage atau denda impor beras.

Pasalnya, Dradjad menduga besaran angka demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar tersebut disebabkan karena adanya faktor manusia.

"Faktor manusianya bisa karena kompetensi yang rendah, tapi bisa juga karena KKN. Efek selanjutnya adalah ekonomi biaya tinggi. Dalam kasus beras akhir-akhir ini, beras menjadi terlalu mahal bagi konsumen," tandasnya.

https://rmol.id/politik/read/2024/08/10/632080/ekonom-perlu-dilakukan-audit-nilai-demurrage-impor-beras-rp294-m

  • Hits: 10

Demurrage Rp 294 M Terlalu Besar, Ekonom Sarankan BPK Lakukan Audit

Sabtu, 10 Agustus 2024 – 14:24 WIB

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior INDEF Dradjad Wibowo mendesak dilakukannya audit keuangan terkait dengan skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar.

Pasalnya, denda yang dikenakan kepada Bulog tersebut jumlahnya sangat besar.

“Yang menjadi masalah adalah ketika demurrage-nya terlalu tinggi dalam situasi normal. Sebaiknya BPK, BPKP atau auditor/investigator independen ditugaskan melakukan pemeriksaan audit (penguat penegak hukum),” tegas dia, Sabtu (10/8).

Dradjad meyakini audit keuangan dapat membuka tabir dan mengetahui dasar dari besarnya nilai denda impor beras tersebut.

Dari audit keuangan tersebut, kata Dradjad, akan diketahui apakah Rp 294,5 miliar merupakan nilai yang wajar untuk demurrage atau denda impor beras.

“Demikian akan diketahui demurrage-nya wajar atau di luar kewajaran. Jika memang nanti dari pemeriksaan audit ditemukan bukper (bukti permulaan) yang kuat, baru aparat hukum masuk,” jelas dia.

Dradjad menduga nilai demurrage yang sangat besar itu merupakan pertanda ada faktor human error dalam proses impor beras.

“Faktor manusianya bisa karena kompetensi yang rendah, tapi bisa juga karena KKN. Efek selanjutnya adalah ekonomi biaya tinggi. Dalam kasus beras akhir-akhir ini, beras menjadi terlalu mahal bagi konsumen,” pungkas dia.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.

Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.

Fakta itu diungkapkan Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif yang akhinya buka suara mengenai 26.415 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan.

Dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.

KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) sendiri telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar.

Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas di dalam skandal tersebut.

“Pihak KPK dari dumas pernah menelepon pada 11 juli 2024 jam 16.11 WIB. Meminta keterangan terkait data yang SDR laporkan,” kata Hari, Minggu (4/8). (dil/jpnn)

https://www.jpnn.com/news/demurrage-rp-294-m-terlalu-besar-ekonom-sarankan-bpk-lakukan-audit

  • Hits: 11

Skandal Demurrage Rp 294 M, 1600 Kontainer Isi Beras Ilegal Harus Diaudit

Sabtu, 10 Agustus 2024 - 09:24 WIB

Oleh : Ali Alhaddad

Jakarta – Ekonom Senior INDEF, Dradjad Wibowo mendesak adanya audit keuangan terkait dengan skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar guna menguatkan langkah aparat penegak hukum. Dradjad menilai audit keuangan diperlukan lantaran nilai skandal demurrage sebesar Rp 294,5 miliar sangat tidak wajar dan tinggi untuk denda impor beras dalam situasi normal.

Demikian disampaikan Dradjad menanggapi skandal demurrage sebesar Rp 294,5 miliar yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi. Demurrage sebesar Rp 294,5 miliar ini diperkuat  dengan keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal yang tertahan di  Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. 

“Yang menjadi masalah adalah ketika demurrage nya terlalu tinggi / mahal dalam situasi normal. Sebaiknya BPK, BPKP atau auditor / investigator independen ditugaskan melakukan pemeriksaan audit (penguat penegak hukum),” tegas dia, Sabtu,(10/8/2024).

Dradjad meyakini dengan adanya audit keuangan terkait skandal demurrage sebesar Rp 294,5 miliar dapat membuka tabir dan mengetahui dasar dari besarnya nilai denda impor beras tersebut. Dari audit keuangan tersebut, kata Dradjad, akan diketahui apakah memang nilai sebesar Rp 294,5 miliar tersebut wajar untuk demurrage atau denda impor beras.

“Demikian akan diketahui demurrage nya wajar atau di luar kewajaran. Jika memang nanti dari pemeriksaan audit ditemukan bukper (bukti permulaan) yang kuat, baru aparat hukum masuk,” jelas dia.

Dradjad mengendus besaran angka demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294, 5 miliar tersebut disebabkan karena adanya faktor manusia. Penyebabnya, lanjut Dradjad, bisa dari kompetensi yang rendah atau korupsi, kolusi dan nepotisme.

“Faktor manusianya bisa karena kompetensi yang rendah, tapi bisa juga karena KKN. Efek selanjutnya adalah ekonomi biaya tinggi. Dalam kasus beras akhir-akhir  ini, beras menjadi terlalu mahal bagi konsumen,” pungkas dia.

Sebelumnya,  Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di  Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras  itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.

Fakta itu diungkapkan Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, yang akhinya buka suara mengenai 26.415 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan. Dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.

KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) sendiri telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas di dalam skandal demurrage sebesar Rp 294,5 miliar.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto saat memberikan update terkait perkembangan laporanya ke KPK soal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar yang menyeret  Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

“Pihak KPK dari dumas pernah menelepon pada 11 juli 2024 jam 16.11 WIB. Meminta keterangan terkait data yang SDR laporkan,” kata Hari, Minggu,(4/8/2024).

Sebelumnya, dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri menemukan adanya masalah dalam dokumen impor hingga menyebabkan biaya demurrage atau denda sebesar Rp 294,5 miliar.

Dalam penjelasannya Tim Riviu menyebutkan  bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.

Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bulog-Bapanas senilai Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar.

https://ceritakita.viva.co.id/trending/720-skandal-demurrage-rp-294-m-1600-kontainer-isi-beras-ilegal-harus-diaudit

  • Hits: 12

Tak Perlu Naikkan PPN 12%, Drajad Wibowo Ingatkan Ada Potensi Penerimaan dari Tunggakan Pajak Rp90-100 Triliun: Sekarang Statusnya Gimana?

Ekonom Drajad Wibowo menilai, pemerintah sebenarnya masih bisa fokus pada pengumpulan penerimaan pajak yang belum terkumpul daripada menambah beban pajak baru.

EKONOMI BISNIS Kamis, 8 Agustus 2024 - 14:01 WIB

Reporter : Tim tvonenews.com

Editor : Rilo Pambudi

Jakarta, tvOnenews.com - Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% masih dianggap kurang tepat oleh sejumlah pihak, terutama pengusaha dan pelaku industri manufaktur.

Ekonom INDEF sekaligus politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo menilai, pemerintah sebenarnya masih bisa fokus pada pengumpulan penerimaan pajak yang belum terkumpul daripada menambah beban pajak baru.

Drajad menyampaikan pandangannya tersebut dalam acara Indonesia Business Forum tvOne yang bertajuk 'Ekonomi Melemah, Daya Beli Semakin Payah' pada Kamis (8/8/2024).

Menurutnya, ada banyak sumber penerimaan negara yang bisa digali tanpa harus membebani masyarakat dengan pajak tambahan. 

"Pemerintah perlu menggenjot penerimaan negara tanpa membebani pajak (PPN 12%)," kata Drajad Wibowo.

Dalam diskusi bersama Ketua Dewan Pertimbangan Himpunan Pengusaha Pribumi Suryani Motik dan aktivis buruh Mirah Sumirat tersebut, Drajad Wibowo mengungkapkan bahwa Indonesia masih memiliki potensi penerimaan yang besar dari tunggakan pajak yang belum terkumpul.

Ia menyebutkan ada sumber-sumber penerimaan ad hoc yang belum digali maksimal oleh pemerintah.

"Ada sumber-sumber penerimaan yang saya sebut sumber-sumber penerimaan ad hoc. Ad hoc itu artinya nggak rutin, ya nggak bisa rutin."

"Ad hoc itu ada dua. Satu, yang untapped. Untapped itu artinya belum digali. Satu lagi yang sebenarnya nggak perlu digali, uangnya sudah ada tapi uncollected, enggak terkumpulkan. Contohnya pajak-pajak yang sudah inkrah," jelas mantan Anggota Komisi XI DPR RI tersebut.

Drajad menyoroti, potensi dari penyelesaian pajak yang masih bisa ditagih negara mencapai sekitar Rp90-100 triliun.

Karenanya, hal itu sebenarnya masih bisa menjadi opsi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) alih-alih mendorong pemerintah untuk menaikkan PPN sebesar 12%.

"Pengalaman saya dulu, yang saya lakukan sendiri, ada 100 triliun kita coba kejar. Tapi kemudian karena satu dan lain hal, nggak bisa dilaksanakan. Saya nggak tahu RP100 triliun ini, Rp90 triliun lebih sekian lah ya. Ini sekarang statusnya bagaimana?" ujar Drajad.

"Mereka-mereka (wajib pajak) yang sudah kalah di pengadilan, di kasus sudah kalah, mereka sudah wajib bayar, itu nggak bayar. Nah, ini yang uncollected ini perlu dikumpulkan," tegasnya.

Dalam konteks untuk menggenjot industri manufaktur yang kian lesu, Drajad Wibowo juga mengingatkan pentingnya penggunaan dana yang berhasil dikumpulkan untuk kebijakan yang mendukung revitalisasi industri.

Menurutnya, dana tersebut bisa digunakan untuk kebijakan affirmative action yang mendukung pabrik-pabrik lokal yang kalah bersaing.

"Kalau negara mempunyai dana lebih seperti itu, itu sebenarnya kita bisa mempunyai kebijakan revitalisasi industri. Bukan handout, bukan kita ngasih, tapi kita bisa melakukan kebijakan affirmative action. Misalkan negara melakukan pembelian, ya pembelian dari pabrik-pabrik yang dianggap tadi kalah bersaing. Itu bisa jadi kunci jawaban," ungkap Drajad.

Dengan memanfaatkan potensi pajak tersebut, Drajad percaya pemerintah bisa membantu stabilisasi ekonomi dan mendukung pertumbuhan industri tanpa harus memberatkan masyarakat dengan pajak tambahan. (rpi)

https://www.tvonenews.com/ekonomi/234641-tak-perlu-naikkan-ppn-12-drajad-wibowo-ingatkan-ada-potensi-penerimaan-dari-tunggakan-pajak-rp90-100-triliun-sekarang-statusnya-gimana?page=3

  • Hits: 15

Relaksasi Impor Picu Pelaku Industri Dalam Negeri Kesulitan Bersaing

LAPORAN: WIDODO BOGIARTO

Minggu, 04 Agustus 2024, 15:01 WIB

REPUBLIKMERDEKA Laju manufaktur negara Asia Tenggara (ASEAN) mayoritas merosot. Aktivitas manufaktur Indonesia bahkan tekoreksi Juli lalu.

PMI manufaktur sendiri menggambarkan aktivitas industri pada sebuah negara. Bila aktivitas manufaktur masih kencang maka itu bisa menjadi pertanda jika permintaan masih tinggi sehingga ekonomi cerah.

Ekonom senior Dradjad Wibowo menilai relaksasi impor menyebabkan sebagian pelaku industri di dalam negeri kesulitan untuk bersaing.

Dradjad melihat industri dalam negeri terpukul hingga PMI Manufaktur RI masuk zona kontraksi.

“Masalah tersebut dilematis. Tanpa relaksasi impor, kontainer akan menumpuk di gudang pelabuhan. Lalu lintas barang tersendat, inflasi naik. Rakyat sebagai konsumen dirugikan,” kata Dradjad

Meski begitu, kata Dradjad, menyalahkan relaksasi impor juga bukan pernyataan atau langkah yang bijak. Bahkan bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakharmonisan kerja antar kementerian/lembaga.

Seharusnya, lanjut Dradjad, yang dilakukan adalah secara bersama-sama mendisain kebijakan sinkron dan optimal antara pengembangan industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, serta kepabeanan dan cukai.

Misalnya, regulasi impor apa dan sebesar apa yang optimal bagi konsumen dan produsen domestik sekaligus.

“Apakah bea masuk anti dumping bisa dilakukan untuk komoditi dengan kode HS tertentu. Apakah ada solusi teknis terhadap backlog di pelabuhan. Apakah solusi agar industri domestik lebih bersaing dan tidak hanya mengharapkan proteksi berlebihan,” kata Dradjad.

Kemudian adalah faktor biaya produksi yang di luar kewajaran, atau yang diakibatkan oleh kebijakan negara atau ulah oknum.

“Membongkar ekonomi biaya tinggi dalam proses industri itu akan lebih besar manfaatnya dalam jangka menengah dan panjang dari pada buka tutup relaksasi dan restriksi impor,” demikian Dradjad.

https://rmol.id/bisnis/read/2024/08/04/631268/relaksasi-impor-picu-pelaku-industri-dalam-negeri-kesulitan-bersaing

  • Hits: 11

Page 2 of 24

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id