Menakar Dugaan Politisasi Bansos dalam Putusan MK

Reporter: Savero Aristia Wienanto

Editor: Martha Warta Silaban

Kamis, 18 April 2024 07:03 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK akan membacakan putusan sengketa Pilpres 2024 pada Senin mendatang. Salah satu isu penting yang menjadi sorotan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) itu ialah dugaan politisasi bantuan sosial atau bansos.

Persoalan politisasi bansos memuncak ketika empat menteri Kabinet Indonesia Maju memberikan keterangan di hadapan majelis hakim MK. Mereka yang hadir ialah Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Kini polemik politisasi bansos turut menjadi penentu sekaligus bahan pertimbangan majelis hakim MK dalam memutus perkara ini. Ketiga kubu capres-cawapres turut meramalkan hasil putusan MK itu.

Anggota Dewan Pertimbangan Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Awalil Rizky, menyebut bahwa fakta persidangan telah membuktikan bahwa politisasi bansos memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dia berharap majelis hakim memiliki keyakinan yang kuat untuk membenarkan adanya kecurangan melalui program populis itu.

"Secara keseluruhan, menurut prakiraan saya terkait bansos, majelis akan sangat berhati-hati mengambil kesimpulan," kata Awalil dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Rabu, 17 April 2024.

Ekonom itu juga berpendapat bahwa majelis hakim MK bisa saja tidak berani mengungkap secara tuntas ihwal penyalahgunaan kekuasaan dalam penyaluran bansos.

Dalam dokumen resmi yang ditunjukkan Awalil kepada Tempo, Tim Hukum Nasional Timnas AMIN membantah keterangan para menteri yang menyangkal soal politisasi bansos saat diperiksa pada 5 April lalu. Timnas AMIN menilai ada peran besar Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam pengerahan bansos untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

"Intervensi APBN oleh Presiden Jokowi untuk mendukung salah satu paslon terbukti dengan adanya niat yang dinyatakan dan tindakan nyata," sebagaimana yang tertulis dalam dokumen bantahan Timnas AMIN.

Pakar Ekonomi Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Irwan Ariston Napitupulu, turut menyampaikan urgensi pengungkapan politisasi bansos oleh majelis hakim. Senada dengan Timnas AMIN, jelas Irwan, TPN Ganjar-Mahfud menilai bansos digunakan oleh Jokowi untuk memenangkan mantan rival dan anak sulungnya itu.

"Bisa dilihat dari timeline dilakukannya bansos serta pesan-pesan yang dititipkan saat penyerahan bansos. Lokasi dan penerima bansos juga tidak tepat sasaran," ujar Irwan dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Selasa sore, 16 April 2024.

Irwan menyoroti soal pembagian bansos menjelaskan pilpres yang didominasi di Jawa Tengah sebagai lumbung suara potensial terbesar. Dia mempertanyakan alasan jumlah bansos serupa tak dikucurkan ke wilayah timur seperti Papua.

"Ini logika sederhana untuk bisa membantu menguatkan kesimpulan kegiatan bansos kemarin adalah penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power," tuturnya.

Lebih lanjut, Irwan juga menilai pemanggilan keempat menteri hanya sekadar pemenuhan prosedural karena keterangan mereka perlu didengar. Di sisi lain, sambung Irwan, permasalahan di lapangan tidak akan pernah berubah.

"Bila para hakim MK menjalankan tugasnya menjaga konstitusi untuk kepentingan hukum dan konstitusi, maka hasil pilpres dinyatakan tidak sah," ucapnya.

Dari kubu yang berlawanan, Anggota Dewan Pakar Tim Kemenangan Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, optimistis majelis hakim MK akan memutus bahwa tidak ada politisasi bansos dalam Pilpres 2024.

"Tuduhan politisasi bansos itu basisnya lemah. Secara politik riil, mereka yang pernah terjun memperebutkan suara rakyat tahu bahwa premis itu salah," kata Drajad.

Ekonom itu menyebut pembagian bansos tidak berhubungan dengan perolehan suara dalam pemilu. Dia mencontohkan caleg dan calon kepala daerah yang memperoleh suara sedikit meski sudah menebar bansos besar-besaran. Bahkan, sambung Drajad, ada sebagian caleg dan calon kepala daerah yang menarik kembali bantuan yang telah diberikan.

"Calon masih menebar bansos hanya sebagai syarat minimal agar didengar ketika berkampanye. Tapi mereka tahu, bansos mereka belum tentu menghasilkan suara," ujarnya.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengklaim tidak ada riset ilmiah yang membuktikan hubungan kausalitas antara bansos dengan suara. Menurut dia, tuduhan yang dilayangkan para pesaing politik Prabowo-Gibran salah kaprah.

"Dengan argumen di atas, ditambah argumen-argumen kuat dari para lawyer Prabowo-Gibran, saya yakin hakim akan menolak klaim tentang politisasi bansos," tuturnya.

https://fokus.tempo.co/read/1857640/menakar-dugaan-politisasi-bansos-dalam-putusan-mk?page_num=1

  • Hits: 78

Dradjad: Tuduhan Politisasi Bansos Basisnya Lemah

Hakim diyakini akan menolak tuduhan politisasi bansos.

Rabu 17 Apr 2024 15:51 WIB

Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Pakar PAN, Dradjad Hari Wibowo, menyebut tuduhan politisasi bantuan sosial (bansos) itu basisnya lemah. Hakim diyakini akan menolak klaim tentang politisasi bansos.

“Premisnya kan bansos itu ekuivalen dengan suara yang diperoleh. Premis ini terpatahkan dengan sejumlah argumen,” kata Dradjad, Rabu (17/4/2024).

Premis ini, kata Dradjad terpaahkan dengan argumenasi bahwa secara politik riil , mereka yang pernah terjun memperebutkan suara rakyat tahu bahwa premis itu salah. Banyak caleg dan calon kepala daerah yang suaranya kecil meski sudah menebar bansos besar-besaran. Bahkan efeknya ada sebagian caleg dan calon kepala daerah yang menarik kembali bantuannya.

“Sebagai unsur pimpinan fraksi dan parpol sejak dua puluh tahun lalu (2004), saya tahu betul betapa kecilnya rasio jumlah suara versus jumlah bansos. Calon masih menebar bansos hanya sebagai syarat minimal agar didengar ketika berkampanye. Tapi mereka tahu, bansos mereka belum tentu menghasilkan suara,” papar Dradjad yang menjadi anggota Dewan Pakar Timses Prabowo-Gibran.

Kedua, lanjut Dradjad, Komeng dan Jihan Fahira. Suara mereka besar sekali tanpa memakai bansos. Beberapa pesohor lain juga seperti itu.

“Ketiga, tidak ada bukti ilmiah yang membenarkan premis itu. Belum pernah ada survey lapangan yang membuktikan hubungan kausalitas antara bansos dengan suara,” ungkap Dradjad.

Klaim ekonometri saksi ahli paslon 01, menurut Dradjad, didasarkan pada asumsi bahwa ada hubungan kausalitas tersebut. Lalu mereka membuat regresinya. Pendekatan ini salah kaprah.

“Contohnya, saya meregresikan jumlah pemudik yang melalui jalan tol Jawa dengan jumlah produksi durian di Sukabumi. Koefesien regresinya signifikan. Tapi kan saya ngawur kalau mengatakan jumlah pemudik melalui jalan tol dipengaruhi produksi durian di Sukabumi? Itu pentingnya hubungan kausalitas dibuktikan dulu,” ungkap pakar ekonomi INDEF ini.

Lebih parah lagi, kata Dradjad, ahli melaporkan koefesien determinasi yang rendah. “Maaf sekali, seandainya mahasiswa bimbingan saya memasukkan riset seperti itu, saya akan meminta riset diulang,” kata dia.

Dengan argumen tersebut, ditambah argumen-argumen kuat dari para lawyers Prabowo-Gibran, Dradjad yakin hakim akan menolak klaim tentang politisasi bansos.

https://news.republika.co.id/berita/sc2wmn318/dradjad-tuduhan-politisasi-bansos-basisnya-lemah?

  • Hits: 70

Ekonom Senior Dradjad Wibowo Nilai Lemahnya Basis Tuduhan Politisasi Bansos

Rabu, 17 April 2024 20:27 WIB

Penulis: Reynas Abdila

Editor: Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Dradjad Wibowo mengatakan secara premis bantuan sosial (bansos) ekuivalen dengan suara yang diperoleh.

Namun menurutnya premis ini terpatahkan dengan argumen banyak caleg dan calon kepala daerah yang suaranya kecil meski sudah menebar bansos besar-besaran..

”Secara politik riil mereka yang pernah terjun memperebutkan suara rakyat tahu bahwa premis itu salah,” kata Dradjad kepada wartawan, Rabu (17/4/2024).

Dradjad menilai tuduhan politisasi bansos itu basisnya lemah.

Bahkan efeknya, kata dia, ada sebagian caleg dan calon kepala daerah yang menarik kembali bantuannya.

“Sebagai unsur pimpinan fraksi dan parpol sejak dua puluh tahun lalu (2004), saya tahu betul betapa kecilnya rasio jumlah suara versus jumlah bansos,” jelas Ketua Dewan Pakar PAN tersebut.

Calon masih menebar bansos hanya sebagai syarat minimal agar didengar ketika berkampanye.

Tapi mereka tahu, bansos mereka belum tentu menghasilkan suara.

Kedua, fakta mengenai Komeng dan Jihan Fahira yang suara mereka besar sekali tanpa memakai bansos.

Beberapa pesohor lain juga seperti itu.

Ketiga, tidak ada bukti ilmiah yang membenarkan premis di atas. Belum pernah ada survey lapangan yang membuktikan hubungan kausalitas antara bansos dengan suara.

“Klaim ekonometri saksi ahli paslon 01 itu didasarkan pada asumsi bahwa ada hubungan kausalitas tersebut. Lalu dia buat regresinya. Pendekatan dia salah kaprah,” ungkap Dradjad.

Contohnya, Dradjad meregresikan jumlah pemudik yang melalui jalan tol Jawa dengan jumlah produksi durian di Sukabumi. Koefesien regresinya signifikan.

“Tapi kan saya ngawur kalau mengatakan jumlah pemudik melalui jalan tol dipengaruhi produksi durian di Sukabumi? Itu pentingnya hubungan kausalitas dibuktikan dulu,” tuturnya

Lebih parah lagi, ahli melaporkan koefesien determinasi yang rendah.

“Maaf sekali, seandainya mahasiswa bimbingan saya memasukkan riset seperti itu, saya akan meminta riset diulang,” imbuhnya.

Dradjad meyakini hakim akan menolak klaim tentang politisasi bansos.

https://www.tribunnews.com/bisnis/2024/04/17/ekonom-senior-dradjad-wibowo-nilai-lemahnya-basis-tuduhan-politisasi-bansos

  • Hits: 67

Page 15 of 77

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id