Hilirisasi dan Menjaga Kelestarian Alam Penting untuk Pertumbuhan Ekonomi
Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Rabu, 4 September 2024| 22:30 WIB
Dradjad Hari Wibowo Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/10/2019). Foto: Faiz/Dok. suarasurabaya.net
Hilirisasi menjadi hal penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.
Jika hilirisasi tidak dilakukan, potensi kehilangan pendapatan negara termasuk dari masyarakat akan sangat besar.
Hal ini diungkapkan oleh Dradjad Wibowo ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) saat kuliah umum di Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali, Rabu (4/9/2024).
“Saya sudah tunjukkan hilirisasi kayu lapis itu hasilnya sangat besar sekali tapi karena kita tidak menjaga kelestarian akhirnya ambles industri nya. Saya juga sudah tunjukkan migas kita tidak melakukan hilirisasi, kita kehilangan potensi ekonomi besar sekali. Bukan hanya dulu tapi sekarang. Efeknya kan industri tekstil kita ikut jadi korban karena kita tidak punya industri PET (polyethylene terephthalate),” ujarnya.
Indonesia, lanjutnya lagi, harus impor dari Singapura karena tidak memiliki kilang minyak yang memadai. Hal ini menyebabkan kerugian negara yang cukup panjang.
Pada sektor pertanian, menurut Dradjad, menjadi hal penting untuk dilakukannya hilirisasi atau proses pengolahan bahan baku mentah menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.
“Pertanian itu berasal dari sumber daya yang terbarukan, kita tidak bisa mengulangi kesalahan yang terjadi pada industri kayu lapis. Kita harus belajar dari industri bubur kertas, memenuhi syarat kelestarian yang bukan hanya syarat kelestarian Indonesia saja, tapi syarat kelestarian yang diakui pasar global,” ungkap ketua sekaligus pendiri Indonesia Forestry Certification Cooperation (IFCC) ini.
Kata dia, hilirisasi pada sektor pertanian harus memenuhi tiga prinsip kelestarian, yaitu lestari produksi, lestari sosial serta lestari ekologi / lingkungan.
Lestari produksi, kata Dradjad, dilihat dari sisi ekonominya, sementara lestari sosial harus melibatkan masyarakat adat, lokal, tak ada eksploitasi pekerja, dan tidak ada diskriminasi gender.
“Kemudian lestari ekologi, jangan sampai terjadi kerusakan lingkungan, dan tidak merusak hutan serta alam,” jelasnya.
Terkait Bali, Dradjad menambahkan Bali itu mempunyai komoditas ikan, jeruk, kopi, kayu juga ukir-ukiran.
“Intinya, jangan melihat kelestarian sebagai biaya karena sudah terbukti kelestarian itu adalah sumber pertumbuhan. Bali sangat krusial karena Bali tergantung dengan turis. Turis perlu air, kalau Bali tidak menjaga kelestarian air lama-lama orang jadi tidak mau ke Bali karena kurang air,” ujarnya.
“Belum lagi air untuk kebutuhan penduduk. Kelestarian air harus dijaga di Bali. Turis sebagian datang ke Bali karena alam, karena mereka suka sawah yang cantik, lihat pantainya yang bagus dan lain sebagainya. Kalau itu tidak dijaga, turis akan kabur. Kelestarian menjadi sumber bagi pertumbuhan,” pungkasnya.(faz/ipg)
- Hits: 75