Ekonom Sebut Audit Keuangan Penting untuk Ungkap Dugaan Demurrage
Kompas.com - 10/08/2024, 19:41 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan
JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Drajad Wibowo mengingatkan pentingnya audit keuangan untuk mengungkap dugaan kasus demurrage atau biaya denda impor yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Menurut dia, audit keuangan tersebut diperlukan mengingat nilai demurrage, akibat adanya peti kemas yang tertahan di pelabuhan tersebut, tidak wajar dan cukup tinggi untuk pengadaan impor beras.
"Yang menjadi masalah adalah ketika demurrage-nya terlalu tinggi atau mahal dalam situasi normal. Sebaiknya BPK, BPKP atau auditor investigator independen ditugaskan melakukan pemeriksaan audit," ujarnya, dikutip dari Antara, Sabtu (10/4/2024).
Ia memastikan audit keuangan itu nantinya bisa menjadi bukti permulaan atau sebagai pintu masuk bagi penegak hukum untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
"Demikian akan diketahui demurrage-nya wajar atau di luar kewajaran. Jika memang nanti dari pemeriksaan audit ditemukan bukti permulaan yang kuat, baru aparat hukum masuk," ujarnya.
Ia menduga kasus biaya denda impor ini terjadi karena adanya pelanggaran tata kelola dalam pengadaan impor beras, yang bisa disebabkan karena kompetensi SDM yang rendah atau ada perilaku korupsi.
"Faktor manusianya bisa karena kompetensi yang rendah, tapi bisa juga karena KKN. Efek selanjutnya adalah ekonomi biaya tinggi. Dalam kasus beras akhir-akhir ini, beras menjadi terlalu mahal bagi konsumen," katanya.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7/2024), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di pelabuhan.
Meski demikian, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp 294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian mencatat adanya sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.
Dari peti kemas tersebut, sebanyak 1.600 di antaranya diduga merupakan beras impor.
- Hits: 99