TikTok Shop Tutup, Apakah Lapak Ritel Offline Serta-Merta Laris Lagi?

Kompas.com - 06/10/2023, 17:58 WIB

Editor : Palupi Annisa Auliani

 

YANG lagi ramai, TikTok Shop tutup. Fitur jual beli di media sosial TikTok ini tak lagi bisa diakses mulai Rabu (4/10/2023).

 

Semua bermula dari keriuhan publik. Di lapangan, pasar ritel offline disebut terhantam keras oleh praktik jual beli online, terutama di media sosial. Fenomena lapak-lapak ritel offline sepi pembeli mencuat di aneka pemberitaan.

 

Pemerintah pun lalu meresponsnya dengan membuat pengetatan aturan. Lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, pemerintah menegaskan bahwa media sosial bukan tempat untuk berjualan dan bertransaksi langsung.

 

Hanya promosi yang masih dibolehkan dilakukan melalui media sosial. Transaksi harus dilakukan lewat wadah e-commerce.  Media sosial ditegaskan bukan masuk kategori e-commerce.

 

Pertanyaan besarnya, apakah setelah TikTok Shop tutup maka pasar ritel offline pun serta merta pulih?

 

Duduk perkara ritel

Sebelum lebih jauh mengaitkan kemunduran pasar offline ritel dengan social commerce—media sosial yang menjalani laku e-commerce—, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Hari Wibowo berpendapat ada persoalan lebih mendasar soal ritel domestik, terutama untuk tekstil dan produk tekstil (TPT).

 

Misal, sebut Dradjad, tak dimungkiri ada banjir produk impor murah bahkan yang ilegal.

 

"TPT kita kalah bersaing karena biaya produksi impor itu murah dan mereka lolos dari pajak," ujar Dradjad, Kamis (5/10/2023).

 

Di tengah situasi itu, lanjut Dradjad, industri TPT dalam negeri banyak dibebani aneka biaya. "Ketika (biaya) di hulu sudah unda-undi (tak berselisih banyak) bahkan kalah bersaing, di hilir makin sulit," tegas dia.

 

Bersamaan, kata Dradjad, disrupsi teknologi memang tidak terbendung di seluruh dunia. Ini membuat peritel kakap dunia yang menjual produk massal pun banyak menutup gerai offline.

 

Hanya peritel dengan produk dan merek niche saja, ujar Dradjad, yang cenderung bisa mempertahankan gerai offline. "(Pemilik produk dan merek niche) punya segmen pasar tertentu yang berani membayar mahal, yang perilaku belanjanya tidak bisa dipenuhi oleh teknologi," ungkap Dradjad.

 

Dari sisi regulasi, Dradjad pun melihat masih ada kelemahan peraturan keuangan dan perpajakan untuk transaksi e-commerce. Akibatnya, kata dia, tidak terjadi kesetaraan "arena pertempuran" antara pasar offline dan online.

 

"Secara privat saya pernah mengusulkan agar transaksi online diatur seperti transaksi pasar modal, dengan  modifikasi tertentu," tutur Dradjad.

 

Perlakuan itu, misalnya, pemberlakuan ketentuan laiknya di pasar modal yang mengharuskan pelaku pasar untuk membuka rekening dana nasabah (RDN). Melalui rekening ini, ujar Dradjad, pemerintah dapat memonitor dan menetapkan pungutan atas transaksi online.

 

"Mengapa pemilik platform, pembeli, dan penjual online tidak diwajibkan membuat rekening seperti (RDN) ini dengan lalu lintas transaksi keuangannya harus melalui rekening tersebut?" tanya Dradjad.

 

Menurut Dradjad, logika sistem ini masuk akal, apalagi aplikasi mengharuskan penggunanya memiliki akun sendiri.

 

Dengan penggunaan analogi RDN tersebut, imbuh Dradjad, pajak dan pungutan bisa dilakukan pula melalui rekening itu.

 

"(Jadi), negara bisa mendapat tambahan penerimaan yang besar, kesetaraan lapangan bermain juga lebih terwujud," tegas Dradjad.

 

Bagi Dradjad, pelarangan transaksi jual beli melalui media sosial hanyalah tindakan cepat yang dibutuhkan saat ini.

 

Namun, kata dia, negara perlu melakukan langkah-langkah sistemik untuk menghadapi tantangan yang sesungguhnya dari sektor ritel di tengah disrupsi teknologi.

 

Kilas balik

Manajemen TikTok, Selasa (3/10/2023), menyatakan penutupan TikTok Shop merupakan komitmen perusahaannya untuk menghormati dan mematuhi peraturan di Indonesia.

 

Peluang Tik Tok ataupun platform lain untuk menggelar transaksi tidak berarti hilang sepenuhnya. Hanya saja, harus ada garis batas yang tegas antara media sosial dan e-commerce.

 

Dalam kasus TikTok, misalnya, platform tersebut tinggal membuat entitas baru sebagai e-commerce dengan sejumlah kriteria dan ketentuan yang diatur dalam beleid baru Kementerian Perdagangan, bila hendak memasuki ranah transaksi langsung.

 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pun mengatakan transaksi perdagangan live secara online tidak akan tiba-tiba hilang begitu saja dengan pemberlakuan Permendag Nomor 31 Tahun 2023.

 

"Yang live-live itu juga bisa di e-commerce. Kan ada itu," kata Zulkifli.

 

Adapun Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop dan UKM) Teten Masduki menegaskan, media sosial seperti TikTok diharapkan fokus saja pada promosi.

 

"Tetap bisa naikin konten promosi di TikTok (sebagai) medsos. Malah bagus enggak ada lagi shadow banned," tegas Teten.

 

Untuk penjualan, lanjut dia, para pelapak bisa memakai platform lain yang peruntukannya memang dirancang dan atau dimungkinkan untuk berjualan.

 

Naskah Permendag Nomor 31 Tahun 2023

Berikut ini naskah lengkap Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang dapat diakses dan atau diunduh langsung di sini.

 

https://money.kompas.com/read/2023/10/06/175820126/tiktok-shop-tutup-apakah-lapak-ritel-offline-serta-merta-laris-lagi?page=3


  • Hits: 281

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id