Stimulus dan Peran Swasta Jadi Kunci Capai Pertumbuhan Ekonomi Tinggi

Upaya itu mesti dilengkapi dengan pembangunan dan penguatan sistem serta adanya pihak-pihak kredibel yang menerapkannya.

Oleh Aditya Putra Perdana

14 Nov 2024 07:00 WIB · Ekonomi

JAKARTA, KOMPAS — Pemangkasan birokrasi, penyederhanaan regulasi, serta penguatan sistem menjadi prasyarat krusial dalam upaya mengejar target-target pertumbuhan ekonomi. Apabila ketiga hal tersebut terimplementasikan, pertumbuhan ekonomi, yang kelak diharapkan mencapai 8 persen, bakal lebih banyak ditopang oleh sektor swasta.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Dradjad Wibowo mengatakan hal itu dalam diskusi terbatas CEO Connect: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen yang digelar harian Kompas dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) di Jakarta, Rabu (13/11/2024). Pembicara lain ialah EVP Pengembangan Produk Niaga PLN Ririn Rachmawardini, Partner of East Ventures Melisa Irene, dan Partner of Skystar Capital Edward Gunawan.

Dradjad mengatakan, jika merujuk data historis, probabilitas ekonomi Indonesia untuk bisa tumbuh 8 persen per tahun ialah sebesar 8 persen. Untuk mendukung tercapainya cita-cita itu, perlu ada pertumbuhan dari stimulus Keynesian atau kebijakan stimulus dan belanja pemerintah untuk menjaga daya beli dan menggerakkan permintaan.

”Namun, lebih penting lagi ialah pemangkasan birokrasi dan deregulasi agar swasta berkembang. Ini krusial. Kalau kita mengandalkan pada negara, enggak bisa karena kemampuan pemerintah terbatas. Pemerintah harus sedikit hands off,” ujar Dradjad.

Dalam 10 tahun terakhir, kendati sudah diupayakan, problem rumitnya birokrasi masih mendera, yang bahkan dikeluhkan Presiden Joko Widodo sebelum jabatannya berakhir pada 20 Oktober 2024. Menurut Dradjad, berbagai upaya tersebut mesti dilengkapi dengan pembangunan dan penguatan sistem serta adanya pihak-pihak kredibel yang menerapkannya.

”Sistem itu, misalnya dengan digitalisasi. Lalu, pajak. Ketika semua sudah bayar system, ngapain juga ikut-ikut nyogok. Saya melihat Pak (Presiden) Prabowo akan masuk ke wilayah sana (penguatan sistem). Mudah-mudahan bisa segera diterapkan,” tutur Dradjad.

Secara konkret, Dradjad mengusulkan setiap kementerian/lembaga diberi key performance indicator (KPI) terkait dengan kemudahan berusaha (ease of doing business). Nantinya, para pelaku usaha yang mengajukan izin memberi penilaian secara anonim sehingga akan terlihat mana K/L yang menerapkan itu dengan baik dan mana yang belum.

Tidak kalah penting, imbuh Dradjad, juga KPI K/L terkait dengan riset. ”Sebab, bonus demografi akan menjadi beban jika kita enggak punya inovasi, sedangkan inovasi bisa berjalan kalau kita punya riset. Memang, perlu waktu panjang. Oleh karena itu, negara perlu menciptakan ekosistem riset yang diciptakan swasta,” tuturnya.

Di sisi lain, kendati masih ada harapan, mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8 persen bukan perkara mudah. Dradjad mengatakan, dalam salah satu simulasi yang dilakukannya harus ada tahapan yang mesti dipenuhi, yakni pertumbuhan ekonomi 5,89 persen pada 2025; 6,45 persen pada 2026; 7,11 persen pada 2027; dan 7,90 persen pada 2028. Barulah 8,85 persen pada 2029.

Untuk mewujudkan itu, ada gap belanja negara Rp 300 triliun dengan angka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025. Perpajakan, termasuk cukai, jadi faktor penentu.

Ekonomi hijau

Hal penting lain dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi yakni ekonomi hijau, termasuk transisi dari energi fosil ke energi terbarukan. Misalnya, pengembangan bahan bakar nabati, panas bumi, serta energi surya yang potensinya dimiliki Indonesia.

”Namun, syarat energi hijau lebih bernilai tambah di pasar global adalah percepatan perdagangan karbon. Ketertarikan negara-negara luar akan itu cukup tinggi. Syaratnya adalah harus kredibel. Kita juga harus kerja sama dengan berbagai negara,” kata Dradjad.

Ririn menuturkan, kelistrikan menjadi salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Salah satunya tampak pada pertumbuhan industri kendaraan listrik. Dengan terbangunnya pabrik-pabrik mobil listrik di Indonesia, akan ada tenaga kerja Indonesia yang akan terserap. Industri-industri turunannya pun berkembang.

Dalam hal ini, PT PLN siap untuk menyediakan kelistrikan yang dibutuhkan kendaraan listrik sehingga ada kepastian bagi investor. ”Listrik menjadi vital untuk membuka akses bisnis. Hingga kini, PT PLN sudah membangun sekitar 2.100 SPKLU (stasiun pengisian kendaraan listrik umum), 4.000 SPBKLU (stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum), dan 9.000 an untuk (fasilitas) charging kendaraan roda dua. Bagaimana pasar ini bergerak tak hanya dari sisi industri, tetapi juga sampai ke end user,” tuturnya.

PLN juga melakukan berbagai hal yang mendukung pengembangan energi hijau, salah satunya melalui penerbitan renewable energy certificate (REC) atau sertifikat kepada pelanggan yang membuktikan bahwa listrik yang dihasilkan berasal dari energi terbarukan. Sertifikat tersebut berbasis kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan yang dibangun PLN.

”Perusahaan yang memiliki REC pasti akan mendapat pengakuan dari global. Sebab, untuk masuk ke pasar internasional, ada beberapa persyaratan, salah satunya supply energi hijau bagi mereka. Harga REC ini juga beragam. Dari pembangkit lama lebih murah dibandingkan dengan pembangkit listrik baru,” kata Ririn.

Melisa mengatakan, saat ini perlu lebih banyak narasi atau cerita yang berbicara tentang potensi Indonesia. Juga, narasi bahwa Indonesia tempat baik untuk berinvestasi. Hal itu nantinya bakal turut meningkatkan perekonomian nasional. Bagaimanapun, saat investor memiliki uang, pasti akan memilih tempat yang akan memberi return yang baik. Sementara Indonesia juga bersaing dengan negara-negara lain yang juga mengincar investasi masuk.

Hal yang dilakukan East Ventures, di antaranya, dengan berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang mengangkat potensi-potensi Indonesia. ”Nantinya perusahaan-perusahaan ini akan men-highlight apa yang kemudian bisa dilakukan secara lokal. Ketika kita punya perusahaan yang baik, maka jadi cerita, bahwa Indonesia punya pertumbuhan sehat dan juga ada bonus demografi,” ujar Melisa.

Sementara itu, menurut Edward, kapasitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia sejatinya tak kalah dari negara-negara lain. Akan tetapi, masih dibutuhkan dorongan bagaimana orang-orang ini bertemu dan bertukar pikiran untuk mengembangkan berbagai ide-ide.

Selain itu, pengembangan riset mutlak diperlukan. ”Ini prasyarat untuk inovasi. Namun, Indonesia masih kurang. Di Indonesia, per 1 juta orang hanya ada 400 researcher (periset), kalah misalnya dari Amerika Serikat yang per 1 juta orang terdapat 4.400 researcher atau China yang per 1 juta orang terdapat 1.700 periset. Selain startup, kita juga perlu lebih banyak investasi pada aspek riset,” ucap Edward.

https://www.kompas.id/artikel/debirokratisasi-prasyarat-krusial-tercapainya-target-pertumbuhan-ekonomi

  • Hits: 54

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id