Ramai Aturan Baru soal Pembatasan Barang Bawaan Penumpang: Gampang Kok

Kompas.com - 19/03/2024, 11:49 WIB

Editor Palupi Annisa Auliani

BEBERAPA hari ini muncul kontroversi mengenai pembatasan barang bawaan penumpang dari luar negeri. Karena Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan adalah Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), saya ikut ketiban banyak pertanyaan tentang hal ini.

Untuk itu saya mencoba menjelaskan, dalam kapasitas sebagai ekonom yang juga Ketua Dewan Pakar PAN. Rujukan kita adalah peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 (Permendag 36/2023).

Agar mudah dipahami, mari lihat contoh berikut.

Katakan saya ke luar negeri membawa tiga buah telepon seluler (ponsel). Ketika kembali ke Tanah Air, apakah ketiga ponsel itu terkena Permendag 36/2023?

Jawabannya, tidak. Alasannya, mereka bukan barang yang saya beli ketika berada di luar negeri. Mereka barang bawaan saya sebelum berangkat.

Lalu bagaimana jika saya terkena pemeriksaan acak oleh petugas Bea Cukai (BC) ketika pulang?

Gampang. Saya tinggal menunjukkan nomor IMEI ponsel.

Atau, saya bisa menunjukkan bahwa ketiganya aktif saat memakai kartu SIM Indonesia. Itu bukti bahwa saya tidak membeli ponsel dari luar negeri.

Ponselnya sendiri bisa saja ex-impor. Tapi, karena kewajiban pajak dan bea masuknya sudah diselesaikan importir, maka nomor IMEInya sudah diperoleh.

Bagaimana dengan pakaian atau sepatu bawaan?

Memang agak lucu pembuktiannya. Mungkin sebelum berangkat, kita bisa mengambil video tentang apa saja isi bagasi kita.

Bagaimana dengan barang pribadi mahasiswa yang pulang kuliah dari luar negeri, atau Warga Negara Indonesia (WNI) lain yang pulang setelah menetap cukup lama di luar negeri?

Asal bukan baru beli, barang-barang mereka terkategori barang pindahan. Mereka tinggal meminta surat keterangan barang pindahan dari kedutaan besar (kedubes) atau konsulat jenderal (konjen) RI setempat.

Untuk barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI), jika bukan barang baru, batas jumlahnya lebih besar. Bahkan, untuk makanan minuman yang bukan baru, tidak ada batas jumlahnya.

Bagaimana jika kita membeli kaos 12 potong sebagai oleh-oleh?

Apa boleh buat, jumlah yang bebas pajak dan bea impor hanya lima potong. Yang tujuh potong harus dideklarasikan dan bayar.

Agar membayarnya pas, tentu kita perlu menyimpan bukti pembeliannya. Jika terkena pajak penghasilan, bukti bayarnya bisa kita kreditkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pajak.

Ribet? Mungkin. Namun, sehari-hari kita kan dituntut mengumpulkan dokumen ini itu.

Dosen, misalnya, malah jauh lebih ribet pengumpulan Beban Kerja Dosen (BKD)-nya, apalagi untuk nilai KUM kenaikan pangkat.

Pengusaha dan pegawai juga setiap hari mengumpulkan bukti ini itu. Selain itu ketika mengisi SPT, kita harus menyertakan bukti pengeluaran jika ingin jumlah pajak kita sesuai penghasilan bersih.

Jika kita malas, saya kadang-kadang juga demikian, tidak masalah juga. Kita hanya perlu membayar pajak yang lebih tinggi.

Permendag 36/2023

Kebijakan pokok dalam Permendag 36/2023 sebenarnya adalah tentang perubahan pengawasan impor dari post border kembali menjadi border.

Namun, sebelum menjelaskan hal ini, mari kita lihat beberapa poin mendasar berikut.

Pertama, Permendag 36/2023 itu bukan secara khusus mengatur barang bawaan penumpang dari luar negeri.

Permendag tersebut adalah tentang kebijakan dan pengaturan impor. Jadi isinya meliputi semua jenis barang yang impornya diatur negara. Barang yang impornya tidak diatur negara, tidak masuk dalam Permendag.

Impor sendiri didefinisikan sebagai kegiatan memasukkan barang ke daerah pabean. Gampangnya, masuk ke Indonesia.

Jadi, barang bawaan sebelum berangkat tidak tergolong impor, meski seandainya dia eks-impor.

Perlu diketahui, definisi ini sudah diberlakukan sejak puluhan tahun lalu, sejak Indonesia mengatur impor.

Kedua, Permendag 36/2023 adalah produk lintas-kementerian.

Yang menandatanganinya memang Menteri Perdagangan, karena sesuai kewenangannya. Namun, konten peraturannya merupakan kesimpulan dari rapat berbagai kementerian atau lembaga di bawah koordinasi Kantor Kemenko Perekonomian.

Ketiga, permendag impor itu bukan barang baru.

Pengaturan impor oleh negara sudah dilakukan selama puluhan tahun. Permendag dan peraturan menteri sektor lainnya sudah puluhan kali diubah.

Mengingat satu barang bisa mempunyai banyak kode pos tarif atau HS (harmonized system), lampiran dari berbagai peraturan menteri itu bisa berisikan ratusan bahkan ribuan halaman. Permendag 36/2023 sendiri memiliki 1.323 halaman.

Keempat, barang bawaan penumpang di atas diatur dalam pasal 31 ayat 2 butir q dari Permendag 36/2023. Isinya tentang barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas.

Pasal 31 ini mengatur impor atas barang yang disebut Barang Bebas Impor (BBI). Bahasa mudahnya, orang dan badan yang tidak memiliki izin impor tetap diizinkan mengimpor BBI dengan syarat “tidak untuk kegiatan usaha”.

Penumpang umum tergolong ke dalam orang atau badan yang tidak punya izin impor.

Kelima, batas jumlah dan nilai barang sesuai Pasal 31 itu diatur dalam Lampiran 4 yang berjumlah 139 halaman.

Secara umum, batasnya cukup masuk akal. Misal, untuk mainan, batasnya adalah 1.500 dollar AS atau senilai sekitar Rp 22,5 juta per orang.

Jika sepasang suami istri membawa oleh-oleh mainan senilai di atas Rp 45 juta, wajarlah jika mereka harus membayar pajak dan bea ke negara.

Ponsel. Yang masih belum jelas bagi saya adalah pembatasan ponsel, komputer genggam, dan komputer tablet.

Jumlahnya dibatasi dua unit per orang dengan ketentuan satu kedatangan dalam satu tahun.

Karena Pasal 31 mengatur BBI, apakah ini berarti jika kita impor satu atau dua ponsel, misalnya, dalam satu tahun maka Bea Cukai akan menerbitkan IMEI tanpa mengenakan bea masuk terhadap ponsel tersebut?

Jika benar demikian, Permendag 36/2023 justru lebih memudahkan kita membeli ponsel di luar negeri.

Post border dan border

Kontroversi tentang barang bawaan penumpang sebenarnya sangat kecil dibandingkan signifikansi dari perubahan rezim pengawasan dalam Permendag ini.

Mari kita lihat siaran pers dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada 6 Oktober 2023.

Terlihat bahwa pemerintah menyusun respons kebijakan terhadap keluhan banyak pihak tentang maraknya produk impor di pasar tradisional dan kenaikan drastis impor melalui e-commerce.

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, untuk melindungi masyarakat, UMKM, dan industri dalam negeri, pemerintah memperketat impor komoditas tertentu.

Pengetatan dilakukan dengan mengubah pengawasan post border menjadi border terhadap delapan kelompok komoditas (655 kode HS), yaitu pakaian jadi, mainan anak-anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, obat tradisional dan suplemen kesehatan, serta produk tas.

Caranya melalui pemenuhan syarat Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS). Sebagai tindak lanjutnya, berbagai peraturan menteri perlu diubah, termasuk Permendag.

Pengawasan border berarti pengawasan dilakukan di dalam kawasan pabean, di mana yang berwenang adalah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Kawasan pabean itu lebih kecil dari daerah pabean.

Kawasan pabean hanya merujuk pada wilayah di mana kegiatan kepabeanan diselenggarakan, termasuk di mana bea masuk dan bea keluar dipungut.

Sementara itu, untuk post border, pengawasannya dilakukan setelah barang impor keluar dari kawasan pabean. Instansi yang berwenang adalah kementerian atau lembaga yang terkait.

Contoh, impor obat tradisional dan suplemen kesehatan. Sebelumnya, meski BPOM belum mengeluarkan Surat Keterangan Impor (SKI), barang bisa keluar dari kawasan pabean. Pengawasan dilakukan oleh BPOM di luar kawasan, misalkan di areal pergudangan.

Dengan perubahan lewat Permendag 36/2023 ini, barang tidak bisa keluar dari kawasan pabean tanpa PI, LS, dan SKI. Selain syarat tersebut, DJBC juga akan memeriksa nilai barang dan menentukan bea masuknya.

Singkat kata, DJBC bertambah “sakti”.

Apakah kesaktian ini akan membantu memenuhi tujuan perlindungan di atas? Atau ini justru lebih banyak mengakibatkan backlog arus barang?

Atau, dengan adanya kasus korupsi atau pamer harta oknum DJBC, perubahan ini hanya membuat oknum DJBC semakin tajir karena korupsinya?

Waktu yang akan membuktikan.

https://money.kompas.com/read/2024/03/19/114931326/ramai-aturan-baru-soal-pembatasan-barang-bawaan-penumpang-gampang-kok

  • Hits: 222

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id