Saat Usulan ”Fit and Proper Test” bagi Calon Menteri Prabowo-Gibran Menarik Dipertimbangkan

Guru Besar FISIP UGM Wahyudi menilai menarik ”fit and proper test” bagi calon menteri karena ada menteri tak kompeten.

Oleh: NIKOLAUS HARBOWO

6 Juli 2024 09:00 WIB

Gagasan mengenai uji kelayakan dan kepatutan untuk menentukan menteri yang bakal duduk di kabinet tentu menarik dipertimbangkan. Namun, juga harus jelas mengenai format pengujiannya. Terlepas dari itu, sebenarnya hal yang terpenting ialah proses penunjukannya, yaitu harus didasari kriteria yang obyektif. Dengan begitu, mereka yang terpilih benar-benar akan kompeten, responsif, dan bertanggung jawab pada kepentingan rakyat.

Usulan agar ada uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dalam menentukan menteri di pemerintahan mendatang ini dilontarkan oleh politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Effendi Simbolon. Menurut dia, uji kelayakan dan kepatutan ini dibutuhkan agar mereka yang duduk sebagai menteri memang berkompeten dan profesional, bukan sekadar bagi-bagi jabatan.

Guru Besar Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Wahyudi Kumorotomo saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (5/7/2024), mengatakan, ide tersebut menarik untuk dipertimbangkan.

Jika uji kelayakan dan kepatutan dilakukan secara serius oleh pemerintahan mendatang, Indonesia akan memperoleh sosok menteri yang kompeten, responsif, dan bertanggung jawab pada kepentingan rakyat.

”Publik saat ini memang melihat bahwa banyak menteri yang duduk di kabinet kurang sesuai dengan keahlian dan kompetensinya,” ujar Wahyudi.

Tak melakukan apa-apa dan tak mundur

Contohnya, ketika bangsa Indonesia sedang prihatin dengan peretasan Pusat Data Nasional (PDN) yang mengakibatkan 282 simpul layanan publik lumpuh dan banyak pekerjaan untuk pemulihan data, justru Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian serta Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi seakan tidak melakukan apa-apa.

Dalam situasi itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan memutuskan mundur dari jabatannya sebagai wujud tanggung jawab atas kasus ini. Sementara Budi Arie berkelit sana-sini, menyalahkan banyak pihak, dan terakhir masih sempat-sempatnya datang ke Aceh untuk mendukung salah satu calon gubernur dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

”Ini hanya sebagian contoh kecil karena ada banyak menteri lain yang dipasang semata-mata untuk mengakomodir kepentingan politik saja,” ucap Wahyudi.

Namun, lanjut Wahyudi, jika akan dilakukan uji kelayakan dan kepatutan, masalahnya adalah bagaimana formatnya, siapa yang harus melakukan, dan bagaimana cara menjamin pengangkatan menteri nanti didasarkan pada proses fit and proper test yang obyektif.

Jika akan dilakukan uji kelayakan dan kepatutan, masalahnya adalah bagaimana formatnya, siapa yang harus melakukan, dan bagaimana cara menjamin pengangkatan menteri nanti didasarkan pada proses fit and proper test yang obyektif.

Dalam sistem presidensial, patut dipahami bahwa penunjukan menteri merupakan hak prerogatif presiden. Namun, proses yang terjadi belakangan ini sudah mengisyaratkan kecenderungan bahwa penunjukan oleh presiden tidak lagi didasarkan pada kriteria kompetensi yang obyektif.

Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat telah menyepakati untuk merevisi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Kini, jumlah kementerian tidak dibatasi, tetapi menyesuaikan dengan kebutuhan presiden.

Sebagian analis, lanjut Wahyudi, sebenarnya telah berpendapat bahwa jumlah 34 menteri sebagaimana diatur sebelumnya dalam UU Kementerian Negara sudah terlalu banyak jika dibandingkan dengan jumlah menteri di negara-negara maju. Namun, jika seandainya nanti jumlah menteri diperbanyak hingga 40, serta ditambah begitu banyak jabatan wakil menteri, bisa dipastikan kompetensi dari para anggota kabinet tidak lagi menjadi dasar penunjukan.

Jika seandainya nanti jumlah menteri diperbanyak hingga 40, serta ditambah begitu banyak jabatan wakil menteri, bisa dipastikan kompetensi dari para anggota kabinet tidak lagi menjadi dasar penunjukan.

Wahyudi pun menegaskan bahwa kuncinya sebenarnya bukan pada perlu tidaknya fit and proper test, melainkan sejauh mana penunjukan menteri-menteri nanti sesuai dengan keahlian dan kompetensinya. Presiden tentu sudah bisa melihat semua ini dengan jelas.

”Jika proses penyusunan kabinet tidak ditentukan melalui politik 'dagang sapi', bagi-bagi kekuasaan, 'politik balas jasa', atau upaya untuk mematikan oposisi di parlemen, semestinya mudah diperoleh sosok menteri yang profesional dan memiliki kemampuan merumuskan kebijakan publik yang bermanfaat buat rakyat,” ujar Wahyudi.

Pertaruhan ”legacy” Prabowo

Dihubungi secara terpisah, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menghargai usulan fit and proper test yang disampaikan Effendi Simbolon. Sebagai sebuah aspirasi, hal tersebut boleh-boleh saja.

Apa pun itu bentuknya, mau " fit and proper test", mau konfirmasi ke lembaga-lembaga, itu adalah kewenangan dari presiden dan tentunya dijamin oleh undang-undang.

Namun, ia menegaskan bahwa penentuan kabinet mendatang merupakan hak prerogatif presiden terpilih, yakni Prabowo Subianto. ”Karena itu, apa pun itu bentuknya, mau fit and proper test, mau konfirmasi ke lembaga-lembaga, itu adalah kewenangan dari presiden dan tentunya dijamin oleh undang-undang,” ujarnya.

Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo berpandangan, sejauh ini tidak ada dasar hukum yang mengatur mengenai fit and proper testuntuk para calon menteri. Pejabat eksekutif setingkat menteri, seperti Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), harus melalui fit and proper test di DPR karena UU tentang TNI, Polri, dan Intelijen Negara secara spesifik mengatur demikian.

”Untuk menteri yang lain, tidak ada aturannya sehingga 100 persen menjadi hak prerogatif presiden,” ucap Dradjad.

Terlepas dari itu, ia meyakini, presiden terpilih Prabowo akan sangat teliti memilih menteri-menterinya. Prabowo dipastikan mengecek latar belakang, integritas, kapasitas, dan akseptabilitas para calon menterinya dengan sangat ketat.

”Rakyat sudah memilih Pak Prabowo. Percayakan soal menteri ke beliau karena beliau akan menyeleksi dengan ketat,” ucap Dradjad.

Ia menyadari, hal tersebut juga menjadi tantangan bagi partai politik, apakah akan mengusulkan kader yang kompeten di bidangnya atau tidak. Jika parpol tidak melakukan itu, belum tentu Prabowo menyetujui nama yang diusulkan.

”Jangan lupa, Pak Prabowo itu komandan operasi tempur. Komandan seperti ini biasanya sangat selektif memilih anggota pasukannya. Salah pilih, nyawa anggota jadi taruhan. Dengan kabinet, juga sama. Salah pilih, nasib bangsa menjadi taruhan. Legacy Pak Prabowo juga dipertaruhkan, sementara beliau sudah 20 tahun menyiapkan diri,” tuturnya.

Bahkan, lanjut Dradjad, seandainya parpol menekan Prabowo dengan kekuatan di DPR untuk bisa mendapatkan jatah menteri, nanti ini akan berdampak negatif pada parpol itu sendiri. Misalkan, menterinya bakal ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau kinerja menterinya akan jeblok.

Maukah Anda, hai politisi?

Editor:

SUHARTONO

https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/07/05/usulan-fit-and-proper-test-untuk-calon-menteri-menarik-dipertimbangkan

  • Hits: 31

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id