Bela Gibran, TKN Debut Isu Greenflation Penting Dalam Transisi Ekonomi Hijau
Reporter & Editor : MARULA SARDI
Senin, 22 Januari 2024 15:43 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran dan pakar ekonomi senior dari INDEF, Dradjad Wibowo baru-baru ini menanggapi konsep greenflation yang dibahas oleh Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming ketika debat Cawapres yang diselenggarakan pada 21 Januari 2024 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024).
Sebelumnya Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming dalam sesi tanya jawab memberikan pertanyaan cara mengatasi greenflation kepada Mahfud MD.
“Bagaimana cara mengatasi greenflation?” tanya Gibran Rakabuming kepada Mahfud MD.
Setelah Mahfud memberikan jawaban, Gibran pun mengatakan bahwa ia tidak menemukan jawaban yang dicari dari sosok Mahfud MD.
Menurut Dradjad, greenflation bukanlah istilah sederhana atau konsep yang bisa diranggap receh. Dradjad menekankan bahwa greenflation merupakan isu kompleks dalam transisi ke ekonomi hijau, yang mencakup energi bersih dan praktik keberlanjutan.
Greenflation, menurut Dradjad, merupakan istilah kontemporer yang sering digunakan oleh para ilmuwan, aktivis, pebisnis, dan politikus yang berkecimpung dalam isu keberlanjutan.
Istilah ini merujuk pada peningkatan harga yang disebabkan oleh biaya mahal transisi ke ekonomi hijau, menjadi salah satu bentuk dari inflasi dorongan biaya atau cost-push inflation.
Dradjad memberikan contoh konkret dari Indonesia, yang memiliki potensi panas bumi kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, namun hanya memanfaatkan sekitar 9,8 persen dari potensinya.
"Kendala utama adalah biaya produksi listrik tenaga panas bumi yang 50 persen lebih mahal dibanding PLTU batu bara, bahkan bisa dua kali lipat lebih mahal dalam beberapa estimasi," jelas Drajad dalam keterangannya, Senin (22/1/2024).
Dradjad mengingatkan bahwa jika Indonesia beralih sepenuhnya dari PLTU batu bara ke PLTP dengan biaya saat ini, biaya listrik nasional bisa meningkat minimal 50 persen. Hal ini akan berdampak luas terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi, dengan harga-harga yang melonjak drastis.
Greenflation, lanjut Dradjad, akan menghasilkan dampak negatif yang serupa dengan inflasi biasa, termasuk potensi konflik sosial dan peningkatan ketimpangan.
Di Indonesia, transisi energi yang dilakukan secara radikal dapat menyebabkan kenaikan tarif listrik, pajak kendaraan bermotor yang tinggi, atau kenaikan harga barang karena pajak karbon.
Masyarakat berpenghasilan rendah akan paling terdampak oleh greenflation ini, tidak hanya karena upah mereka yang tidak sebanding dengan tingkat inflasi, tetapi juga karena mereka cenderung menyimpan tabungan dalam bentuk tunai, berbeda dengan keluarga yang lebih kaya dengan aset riil mereka.
Akibatnya, daya beli masyarakat berpenghasilan rendah akan menurun secara signifikan.
- Hits: 175