Vaksin COVID-19 Berbayar Tuai Pro-Kontra dari Ekonom

 

Senin, 12 Jul 2021 15:13 WIB

Jakarta - Munculnya pilihan vaksin COVID-19 berbayar menuai pro-kontra. Program vaksinasi gotong royong individu ini disebut demi mempercepat herd immunity.

Meski Kementerian Kesehatan RI menjamin ketersediaan stok vaksin COVID-19 gratis dari pemerintah, namun tak sedikit yang akhirnya mendesak pembatalan vaksin COVID-19 berbayar Kimia Farma.

Salah satunya muncul dari pakar Ekonomi. Director Political Economy & Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menilai, adanya vaksin berbayar membuat penguasa dan pengusaha kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Menurutnya, kebijakan tersebut akan menguntungkan segelintir pihak saja.

"Sebaiknya jangan ada dualisme dalam pendistribusian vaksin ini, sebaiknya semua ditanggung oleh pemerintah agar program vaksin bisa merata ke setiap orang. Sudah tidak ada kepercayaan publik kepada penguasa dan pengusaha, kalau vaksin ini dibiarkan dijual di Kimia Farma," kata Anthony saat dihubungi detikcom, Senin (12/7/2021).

Dia mempertanyakan, kesanggupan pemerintah dalam menyediakan vaksin gratis jika vaksin mandiri bergulir. Jika tidak ada jaminan dari pemerintah, lanjutnya, maka bisa saja pemerintah berdalih sudah tidak ada vaksin sehingga membuat masyarakat harus membeli di Kimia Farma.

"Kalau tidak ada jaminan tersebut, maka bisa saja pemerintah bilang sudah tidak ada vaksin, sehingga rakyat harus membeli di Kimia Farma," tuturnya.

"Dan saya rasa ini yang akan terjadi. Manipulasi keberadaan dan ketersediaan vaksin pemerintah, agar pemerintah dapat menghindari pengeluaran dan pengusaha dapat untung besar. Sangat bahaya. Ya memang tujuannya untuk menguntungkan segelintir pihak saja," kata Anthony menambahkan.

Di sisi lain,Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo menilai, antara vaksin gotong royong dari pengusaha dan vaksin mandiri berbayar sangat dibutuhkan. Menurutnya, mempercepat vaksinasi sekaligus mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi nasional.

"Saya bukan hanya mendukung. Saya malah pernah mengusulkan hal ini dengan istilah 'vaksinasi bisnis' pada 29 Desember lalu. Syaratnya, vaksinnya bukan dari berasal dari hibah bilateral ataupun COVAC karena tidak etis," kata Dradjad.

Lebih lanjut, alasan 'vaksinasi bisnis' yang ia maksud agar herd immunity segera tercapai dan masyarakat dapat beraktivitas normal sesegera mungkin. Dia pun mencontohkan warga negara di Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki cakupan vaksinasi tinggi hingga bisa menonton pertandingan olahraga dengan bebas.

"Karena kemampuan fiskal negara relatif terbatas, bagi rakyat yang mampu sebaiknya dibuka kesempatan membeli vaksin sendiri. Toh ini untuk kesehatan dan keselamatan mereka juga. Negara membayari rakyat yang kurang mampu," jelasnya.

Dia menuturkan, cakupan vaksinasi yang tinggi justru dinilainya mampu memulihkan kepercayaan konsumen dan bisnis. Harapannya, kata dia, konsumsi rumah tangga dan investasi akan mulai pulih sehingga RI bisa kembali ke zona pertumbuhan positif.

"Jadi saran saya, Kimia Farma dan BUMN Farmasi yang lain maju terus saja dengan vaksinasi berbayar. Menkes dan menteri terkait lainnya tinggal menjelaskan hal ini dengan baik kepada publik," pungkasnya.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5640509/vaksin-covid-19-berbayar-tuai-pro-kontra-dari-ekonom/amp

 

  • Hits: 613

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id