Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Bakal Gerus Daya Beli
Kelas menengah bisa semakin turun
09 Oct 24 | 17:11
Verified: Triyan Pangastuti
Jakarta, IDN Times - Ekonom senior Drajad Wibowo tidak setuju dengan wacana pemerintah untuk menaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025. Kenaikan pajak itu dinilai bakal menggerus daya beli dan penerimaan negara.
“Itu saya sebenarnya kurang sepakat dengan PPN naik 12 persen karena saya khawatir efeknya justru akan menurunkan total pajak yang diterima,” kata Drajad saat ditemui di acara Katadata Forum bertajuk Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (10/9/2024).
1. PPN naik jadi 12 persen bakal bebani ekonomi
Ia menjelaskan kenaikan tarif PPN tersebut akan membebani perekonomian Indonesia, apalagi saat ini tengah terjadi tren penurunan kelas menengah.
"Saya agak khawatir dengan kenaikan 12 persen itu dampaknya terhadap penerimaan pajak kita. Karena apalagi dengan adanya fakta bahwa kelas menengah kita menurun," kata dia.
2. Masyarakat bisa enggan belanja
Ia mengatakan, kenaikan PPN berpotensi membuat masyarakat justru enggan berbelanja karena transaksi barang dan jasa yang dikenakan PPN menjadi lebih mahal.
"(Kenaikan PPN) itu kan hitungan berdasarkan asumsi bahwa semua orang akan tetap bayar. Bagaimana kalau dengan kenaikan itu, orang yang bayarnya makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin dikit. Kan ujungnya penerimaan kita jeblok," ujarnya.
Menurut dia, dengan dampak kenaikan PPN yang seperti itu menjadi tidak tepat diterapkan di kala kondisi ekonomi masyarakat sedang mengalami penurunan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia sebanyak 57,33 juta orang pada 2019 lalu berkurang menjadi 47,85 juta orang pada tahun ini. Artinya, sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah turun kelas pada 2024.
3. Kenaikan PPN tertuang dalam UU HPP
Adapun kenaikan PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam aturan tersebut, tarif PPN bisa naik dari semula 11 persen menjadi 12 persen sebelum 1 Januari tahun 2025.
- Hits: 21
Kala Pemerintah Berencana Turunkan PPh Badan dan Naikkan PPN...
Kompas.com - 11/10/2024, 14:13 WIB Isna Rifka Sri Rahayu, Sakina Rakhma Diah Setiawan
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan, tapi pemerintah juga berencana untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN).
Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Dradjad Wibowo mengatakan, rencana penurunan tarif PPh Badan ini belum dibahas secara detail sehingga dia belum dapat memastikan berapa besar tarif yang akan dipangkas.
"Belum ada angkanya, karena kita memang menginginkan untuk suatu saat bisa menurunkan PPh Badan," ujarnya di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Dradjad bilang, untuk menurunkan tarif PPh Badan ini pemerintah akan melihat kinerja penerimaan negara.
"PPh Badan kita akan lihat bagaimana kinerja penerimaan negara, memang ingin kita turunkan supaya tidak terlalu memberatkan masyarakat," ucapnya.
Untuk diketahui, PPh Badan adalah pajak yang dikenakan ke perusahaan atau badan hukum lainnya yang dihitung atas penghasilan selama setahun.
Berdasarkan catatan Harian Kompas, rencana penurunan tarif PPh Badan telah mencuat sejak 2019. Harapannya, penurunan tarif pajak ini dapat meningkatkan daya tarik investasi RI.
Kala itu pemerintah akan menurunkan PPh Badan secara bertahap sampai 2023, dari 25 persen menjadi 22 persen pada 2021 lalu 20 persen mulai 2023.
Tarif PPh badan 20 persen sudah tercantum di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Berbentuk PT. Aturan tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 yang berlaku sejak 19 Juni 2020.
Namun, pemerintah batal menurunkan tarif PPh badan menjadi 20 persen pada 2022. Melalui pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif PPh Badan tahun itu hingga kini tetap 22 persen.
Rencana kenaikan PPN
Di sisi lain, pemerintah juga akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun depan.
Ketentuan mengenai kenaikan tarif PPN diatur dalam Pasal 7, ayat (1), huruf b UU HPP yang berbunyi, tarif PPN sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Sementara dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tidak disebutkan secara eksplisit, pemerintah akan menaikan tarif PPN menjadi 12 persen sebagai bagian dari arah kebijakan umum perpajakan 2025.
Namun demikian, dalam dokumen itu disebutkan, salah satu kebijakan teknis pajak yang akan ditempuh pada tahun depan ialah mengimplementasi kebijakan perpjakan sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Mengenai kepastian kenaikan PPN ini, Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengungkapkan, keputusannya diserahkan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Biarlah Pak Prabowo menjadi presiden dulu ya, ini kan hal-hal kaitannya dengan keputusan dari seorang Presiden Prabowo dan kabinetnya," ujar Wamenkeu Thomas saat media gathering di Novus Jiva Anyer, Banten, Rabu (25/9/2024).
Meski demikian, keponakan Prabowo ini memastikan, Prabowo telah mengetahui terkait amanat UU HPP tersebut.
"Yang penting buat bapak presiden terpilih ini sudah ter-inform mengenai hal tersebut, dan pastilah nanti akan ada penjelasan lebih lanjut kalau sudah ada Kabinet yang terbentuk," tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberi sinyal, kenaikan tarif PPN 12 persen bakal tetap berlaku mulai 2025.
Airlangga mengatakan, ketentuan mengenai kenaikan tarif PPN telah diatur dalam UU HPP. "Kan undang-undangnya sudah jelas (tarif PPN naik jadi 12 persen pada 2025)," kata dia, ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (8/8/2024).
Airlangga bilang, kenaikan tarif PPN memang bisa ditunda sebagaimana diatur dalam ketentuan yang sama.
Dalam UU HPP disebutkan, pemerintah bisa menunda kenaikan tarif PPN dengan menerbitkan peraturan pemerintah untuk nantinya dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan dirumuskan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Adapun pertimbangan penundaan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen ialah perkembangan keadaan ekonomi masyarakat dan kebutuhan dana pemerintah.
Akan tetapi, Airlangga menyebutkan, sejauh ini belum ada pembahasan terkait aturan untuk menunda penerapan kenaikan tarif PPN. "Kecuali ada hal yang terkait UU (yang menunda kebijakan) kan tidak ada," ujarnya.
- Hits: 20
Ekonom khawatirkan wacana PPN 12 persen di tengah isu kelas menengah
Sigit Kurniawan
Rabu, 09 Oktober 2024 - 20:55 WIB
Elshinta.com - Ekonom mengkhawatirkan soal wacana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di tengah isu pelemahan daya beli kelas menengah saat ini.
Ekonom senior Drajad Wibowo menyatakan tidak setuju dengan wacana itu lantaran khawatir akan berdampak pada penurunan penerimaan pajak. Ia mengakui ada potensi kenaikan penerimaan dari selisih 1 persen tarif PPN itu. Namun, dengan kondisi ekonomi saat ini, kemungkinan penarikan PPN akan lebih sulit dilakukan.
“Bagaimana kalau kenaikan itu membuat orang yang bayar makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin sedikit. Ini ujungnya penerimaan kita jeblok,” kata Drajad saat ditemui usai kegiatan Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (9/10).
Pelemahan daya beli kelas menengah terindikasi pada tren deflasi yang telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut. Menurut Drajad, fenomena ini juga dipengaruhi oleh tingginya pengangguran di Indonesia, yang akhirnya membuat sebagian masyarakat terlempar dari kelompok kelas menengah.
Senada, ekonom senior Aviliani menilai rencana kenaikan PPN 12 persen dapat memperburuk kondisi kelas menengah yang sedang menurun. Bila daya beli melemah, dunia usaha akan turut terdampak.
Oleh sebab itu, ia menyarankan agar pemerintah fokus pada peningkatan pendapatan masyarakat sebelum menaikkan pajak.
“Ini yang diperhatikan oleh dunia usaha. Kalau mau menaikkan pajak, bereskan dulu soal pendapatan masyarakat di kelas menengah, karena mereka merupakan permintaan bagi pengusaha,” ujar Aviliani.
Rencana kenaikan tarif PPN 12 persen tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP, disebutkan bahwa tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022 lalu, dan akan dinaikkan lagi menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Namun, kepastian kebijakan PPN 12 persen nantinya akan diumumkan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto setelah pelantikan presiden.
Di samping rencana kenaikan PPN 12 persen, UU HPP juga memberikan ruang untuk mengubah PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen.
Kemudian, Pemerintah pun telah memberikan kebijakan pembebasan PPN pada sejumlah kelompok, seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi, di mana insentif ini juga dinikmati kelompok menengah hingga atas.
Sumber : Antara
- Hits: 21
Ekonom Drajad Wibowo Tak Setuju PPN Naik Jadi 12%, Bisa Gerus Penerimaan Negara
Katadata.co.id
Oleh Rahayu Subekti 9 Oktober 2024, 15:22
Ekonom Senior Drajad Wibowo menyatakan tidak setuju dengan wacana pemerintah untuk menaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025. Karena kenaikan pajak itu bakal menggerus daya beli dan penerimaan negara.
“Itu saya sebenarnya kurang sepakat dengan PPN naik 12% karena saya khawatir efeknya justru akan menurunkan total pajak yang diterima,” kata Drajad saat ditemui di acara Katadata Forum bertajuk Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (10/9).
Meski ada potensi kenaikan penerimaan pajak, namun asumsi itu terjadi jika banyak orang patuh membayar pajak. Namun dengan ketidakpastian ekonomi saat ini, kemungkinan penarikan PPN bakal sulit dipungut.
“Bagaimana kalau dengan kenaikan itu, orang yang bayarnya makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin sedikit. Ini ujungnya penerimaan kita jeblok,” ujar Drajad.
Jika itu terjadi, maka kenaikan PPN menjadi 12% bakal menggerus pendapatan negara. Ditambah lagi, jumlah kelas menengah juga terus menyusut akibat ketidakpastian ekonomi nasional.
Selain itu, Indonesia mengalami deflasi lima bulan beruntun sejak Mei hingga September 2024. Fenomena ini terjadi karena daya beli turun seiring meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia.
“Salah satu penyebab yang paling kuat karena tingginya angka setengah menganggur. Itu ada 2,41 juta orang setengah menganggur,” kata Drajad.
Menurut Drajad, setelah jumlah pengangguran tersebut memiliki daya beli rendah, dan ini membuat mereka terlempar dari kelompok kelas menengah. Kondisi akan semakin diperparah jika pemerintah menaikan PPN menjadi 12%.
“Kalau dipaksakan PPN 12%, saya khawatir, setengah jumlah orang yang menganggur akan makin banyak. Ujung-ujungnya orang-orang yang yang membeli barang makin sedikit. Konsumsi makin sedikit, ujung-ujungnya PPN-nya juga akan terganggu,” ujar Drajad.
Wacana PPN Naik Jadi 12%
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Wahyu Utomo menyatakan berbagai kebijakan pajak bakal mempertimbangkan banyak aspek. Begitu juga dengan kepastian kenaikan PPN menjadi 12%.
Apalagi, pemerintah tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi, kemampuan masyarakat, dan momentum yang tepat. "Nanti diskresinya bagi presiden terpilih lah. Jadi nggak bisa dijawab," kata Wahyu dalam taklimat media di Serang, Banten, Rabu (25/9/2024).
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah tengah mensimulasikan potensi penerimaan pajak negara atas rencana kenaikan PPN pada tahun depan. Hal ini berdasarkan hitungan tarif PPN 12% bakal menambah penerimaan negara sebesar Rp70 triliun.
“Kalau naik dari 11% ke 12% , itu berarti naik 1%. Hitungan 1/11 kita kan katakan 10%. Total realisasi PPN kita Rp 730-an triliun, berarti tambahannya sekitar Rp 70-an triliun,” ujar Susiwijono.
Editor: Ferrika Lukmana Sari
- Hits: 17
Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Berpotensi Hambat Penerimaan Negara
Kompas.com - 09/10/2024, 15:09 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu, Erlangga Djumena
JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025 dikhawatirkan dapat menurunkan penerimaan negara dari pajak.
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo mengatakan, kenaikan PPN berpotensi membuat masyarakat justru enggan berbelanja karena transaksi barang dan jasa yang dikenakan PPN menjadi lebih mahal.
"(Manfaat kenaikan PPN) itu kan hitungan berdasarkan asumsi bahwa semua orang akan tetap bayar. Bagaimana kalau dengan kenaikan itu, orang yang bayarnya makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin dikit. Kan ujungnya penerimaan kita jeblok," ujarnya saat ditemui di Hotel Le Meredien, Jakarta, Rabu (9/10/2024).
"Jadi saya pribadi, sebagai ekonom saya agak khawatir dengan kenaikan 12 persen itu dampaknya terhadap penerimaan pajak kita," tegasnya.
Menurut dia, dengan dampak kenaikan PPN yang seperti itu menjadi tidak tepat diterapkan di kala kondisi ekonomi masyarakat sedang mengalami penurunan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia sebanyak 57,33 juta orang pada 2019 lalu berkurang menjadi 47,85 juta orang pada tahun ini. Artinya, sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah turun kelas pada 2024.
Selain itu, daya beli masyarakat terutama kelas menengah juga mengalami penurunan sehingga terjadi deflasi atau penurunan harga selama lima bulan berturut-turut sejak Mei kemarin.
Tak hanya itu, dia mengungkapkan, angka masyarakat yang setengah menganggur cukup tinggi yakni 2,41 juta orang yang mana masyarakat kelompok ini memiliki daya beli yang rendah.
"Kalau dipaksakan PPN 12 persen, saya khawatir orang setengah menganggur makin banyak. Ujung-ujungnya kan orang beli barangnya makin dikit, orang beli barang makin dikit, konsumsi makin sedikit. Ujung-ujungnya PPNnya juga akan tergantung," terangnya.
Sebagai informasi, ketentuan mengenai kenaikan tarif PPN diatur dalam Pasal 7, ayat (1), huruf b UU HPP yang berbunyi, tarif PPN sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Sementara dalam dokumen KEM-PPKF tidak disebutkan secara eksplisit, pemerintah akan menaikan tarif PPN menjadi 12 persen sebagai bagian dari arah kebijakan umum perpajakan 2025.
Namun demikian, dalam dokumen itu disebutkan, salah satu kebijakan teknis pajak yang akan ditempuh pada tahun depan ialah mengimplementasi kebijakan perpjakan sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
- Hits: 19
More Articles …
Page 1 of 40