Soal Wacana Kenaikan PPN 12 Persen pada 2025, Ekonom: Berisiko Turunkan Penerimaan Pajak

Oleh Nadia Amila

11 Oktober 2024

Pajak.com, Jakarta – Wacana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 menuai kritik dari ekonom senior Drajad Wibowo. Menurutnya, kenaikan tarif pajak tidak selalu berarti peningkatan penerimaan negara, bahkan bisa berisiko menurunkan penerimaan jika tidak diperhitungkan dengan matang.

“Gini, rate pajak dengan tingkat tarif pajak dengan jumlah penerimaan itu beda. Orang selalu berpikir kalau tarifnya makin tinggi penerimaannya otomatis makin tinggi. Belum tentu,” jelas Drajad dalam acara Indonesia Future Policy Dialogue, dikutip pada Jumat (11/10).

Drajad memberikan contoh sederhana terkait penjualan barang, di mana kenaikan harga tidak selalu menghasilkan pendapatan lebih besar. Menurutnya, jika harga terlalu tinggi, masyarakat bisa saja enggan membeli, yang akhirnya justru menurunkan penerimaan penjual. Ia menekankan bahwa, situasi serupa bisa terjadi pada kenaikan tarif PPN.

“Bisa saja harganya makin tinggi, orang nggak mau beli, akhirnya jeblok penerimaan (pajak) kita,” jelasnya.

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran tersebut juga mengungkapkan kekhawatirannya soal kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang justru dinilai dapat berdampak negatif pada total penerimaan pajak.

“Itu saya sebenarnya agak kurang sepakat dengan PPN naik 12 persen. Ini saya pribadi. Karena saya khawatir efeknya justru akan menurunkan total PPN yang diterima. Saya khawatir,” jelasnya.

Sejalan dengan itu, beberapa waktu lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga telah meminta pemerintah untuk menunda keputusan kenaikan tarif pajak yang direncanakan akan diterapkan pada 1 Januari 2025 mendatang tersebut.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengatakan, penundaan tersebut sembari mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional terutama daya beli, dan pendapatan dari masyarakat Indonesia.

“Kita lihat ke depan apakah PPN ini ke 11 atau ke 12 (persen) karena apa? Kan tidak serta-merta walaupun Undang-undang HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) itu berlaku di tahun 2025,” kata Said di Kawasan Kompleks Parlemen, Jakarta.

“Menurut perkiraan saya alangkah baiknya, alangkah eloknya, naik dan tidak naiknya Itu dibahas nanti di kuartal 1-2025 yang akan datang,” jelasnya.

Said juga mengatakan bahwa, keputusan terkait kenaikan PPN 12 persen ini akan dibahas lebih lanjut oleh pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Prabowo-Gibran. Keputusan akhir mengenai kenaikan PPN akan bergantung pada kebijakan mereka.

“Di tengah jalan nanti pemerintahan baru berpikir itu perlu dinaikkan atau tidak 1 persen dari 11 ke 12. Itu sudah menjadi kebijakan pemerintahan baru yang akan datang,” tegasnya.

https://www.pajak.com/pajak/soal-wacana-kenaikan-ppn-12-persen-pada-2025-ekonom-berisiko-turunkan-penerimaan-pajak/

  • Hits: 20

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id