”Tax Amnesty” Era Prabowo Bakal Efektif?

Program ”tax amnesty” yang terlalu sering dikhawatirkan memperburuk ketidakpatuhan wajib pajak.

Oleh Muhammad Fajar Marta

21 Nov 2024 11:55 WIB · Ekonomi

Apa itu ”tax amnesty”?

Tax amnesty adalah program pemerintah yang memberikan pengampunan kepada wajib pajak yang selama ini tidak melaporkan atau membayar kewajiban pajaknya dengan benar. Dalam program ini, wajib pajak diberi kesempatan untuk mengungkapkan aset atau harta yang sebelumnya tidak tercatat oleh otoritas pajak dengan membayar uang tebusan tertentu. Sebagai imbalannya, pemerintah menghapus tunggakan pokok pajak, sanksi administrasi, serta ancaman pidana yang seharusnya dikenakan akibat pelanggaran pajak di masa lalu.

Tujuan utama tax amnesty adalah meningkatkan penerimaan negara melalui perluasan basis pajak dan mendorong kepatuhan pajak jangka panjang. Program ini dirancang untuk menarik partisipasi wajib pajak besar, terutama konglomerat atau pengusaha yang memiliki harta signifikan, tetapi belum dilaporkan. Dengan mengintegrasikan aset-aset yang sebelumnya tersembunyi ke dalam sistem perpajakan, pemerintah berharap dapat memperkuat data perpajakan yang kemudian dapat digunakan untuk menegakkan hukum secara lebih efektif.

Selain itu, tax amnesty juga sering digunakan sebagai langkah strategis untuk mendongkrak penerimaan negara dalam waktu singkat, terutama ketika kebutuhan anggaran meningkat. Namun, meskipun memiliki potensi manfaat ekonomi, program ini kerap menuai kritik karena dianggap dapat menciptakan ketidakadilan sosial dan moral hazard. Wajib pajak yang patuh merasa dirugikan, sementara pelanggar pajak mendapat keuntungan dengan membayar denda yang relatif kecil dibandingkan dengan kewajiban normal mereka.

Bagaimana sejarah ”tax amnesty” di Indonesia?

Indonesia telah menerapkan program pengampunan pajak sebanyak lima kali sejak 1964. Program terakhir di era pemerintahan Joko Widodo berlangsung dalam dua jilid: 2016-2017 dan 2022. Pada jilid pertama, pemerintah berhasil mengumpulkan uang tebusan Rp 135 triliun dari target Rp 165 triliun dan deklarasi aset mencapai Rp 4.813 triliun. Namun, dana repatriasi hanya terealisasi sebesar Rp 147 triliun dari target Rp 1.000 triliun.

Jilid kedua pada 2022 diberi nama Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Dalam program ini, pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Namun, realisasinya lebih kecil dibandingkan dengan jilid pertama karena sebagian besar konglomerat telah mengikuti program sebelumnya. Akibatnya, PPS hanya berkontribusi pada peningkatan penerimaan pajak sementara tanpa dampak signifikan pada basis pajak jangka panjang.

Efektivitas program ini menjadi sorotan karena tidak memenuhi ekspektasi penerimaan negara. Target penerimaan sering meleset, sementara tax ratio tetap stagnan di kisaran 10 persen. Situasi ini menunjukkan bahwa program pengampunan pajak memerlukan pembenahan agar dapat memberikan dampak yang lebih luas.

Seperti apa kebijakan ”tax amnesty” di era Prabowo?

Program pengampunan pajak (tax amnesty) yang sebelumnya dianggap ”tutup buku” di era Joko Widodo kembali diusulkan untuk diterapkan pada era Prabowo Subianto. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan kebijakan ini telah resmi masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 setelah diusulkan oleh Komisi XI DPR. Pengajuan ini dinilai mendadak mengingat pada rapat sebelumnya tidak ada indikasi rencana ini akan menjadi prioritas.

Langkah tersebut bertujuan menyediakan ”jalan keluar” bagi wajib pajak yang belum patuh sekaligus memberi tambahan pemasukan bagi negara. Langkah ini dianggap relevan mengingat besarnya agenda pembangunan, yang mencakup infrastruktur, kesejahteraan sosial, dan target pertumbuhan ekonomi yang ambisius.

Mengapa ”tax amnesty” selama ini kurang efektif?

Menurut ekonom Awalil Rizky, salah satu kelemahan utama dalam implementasi program tax amnesty adalah fokus yang terlalu besar pada pengumpulan denda instan. Pemerintah cenderung mengejar hasil cepat untuk menambal kekurangan anggaran tanpa melakukan upaya memperbaiki sistem perpajakan. Akibatnya, manfaat jangka panjang dari program ini menjadi terbatas dan rasio pajak tetap stagnan.

Selain itu, frekuensi pengampunan pajak yang terlalu sering dapat memunculkan risiko moral hazard. Wajib pajak cenderung menunda pembayaran atau bahkan menghindari kewajiban mereka dengan harapan akan ada program pengampunan pajak berikutnya. Situasi ini tidak hanya menciptakan nuansa ketidakadilan bagi mereka yang patuh, tetapi juga mengancam kredibilitas pemerintah sebagai otoritas pajak.

Kritik lainnya adalah kurangnya pemanfaatan data wajib pajak yang diperoleh selama program berlangsung. Profiling aset dan kekayaan wajib pajak seharusnya menjadi dasar untuk meningkatkan kapasitas penerimaan pajak secara berkelanjutan. Tanpa langkah ini, program tax amnesty hanya menjadi solusi instan yang tidak menyentuh akar permasalahan dalam sistem perpajakan.

Perbaikan apa saja yang diperlukan?

Untuk memastikan program tax amnesty lebih efektif, Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo menyarankan pendekatan yang lebih persuasif. Banyak wajib pajak yang belum terlibat dalam program sebelumnya karena kurangnya pemahaman atau ketidakpercayaan pada sistem. Dengan pendekatan yang ramah dan edukatif, pemerintah dapat meningkatkan partisipasi wajib pajak secara signifikan.

Desain kebijakan juga perlu disesuaikan dengan karakteristik wajib pajak yang beragam. Tarif yang terlalu tinggi atau aturan yang rumit dapat menjadi penghalang bagi wajib pajak untuk berpartisipasi. Sebaliknya, kebijakan yang sederhana, adil, dan memberikan keuntungan bagi wajib pajak dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih inklusif.

Selain itu, pembenahan sistem perpajakan secara keseluruhan sangat penting untuk mendukung keberhasilan tax amnesty. Sistem yang memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi wajib pajak dapat meningkatkan transparansi dan kepatuhan. Dengan basis pajak yang lebih luas dan tax ratio yang lebih tinggi, pemerintah dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan negara secara berkelanjutan.

https://www.kompas.id/artikel/tax-amnesty-era-prabowo-bakal-efektif?open_from=Ekonomi_Page

  • Hits: 29

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id