Jejak Karbon Pangan

Jejak Karbon Pangan

Info Brief

 

Jejak Karbon Pangan

Kirsfianti L. Ginoga

 

Salah satu penyebab pemanasan global adalah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir bumi, kebanyakan berupa gas karbon dioksida (CO2), yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti mengkonsumsi pangan dengan jejak karbon yang tinggi, seperti terbiasa menggunakan produk hasil produksi perusahaan dengan lokasi produksi yang jauh dari lokasi kita (impor atau akibat panjangnya proses distribusi) dimana hal tersebut menyebabkan semakin panjangnya jejak karbon setiap individu.

Jejak karbon pangan adalah total emisi gas rumah kaca (GRK) yang disebabkan secara langsung dan tidak langsung dalam makanan/pangan dalam waktu tertentu. Jejak karbon merupakan instrument penting dalam mengukur kontribusi individu, komunitas, industri,  produk, atau pangan terhadap perubahan iklim.

Jejak karbon untuk pangan dihitung dengan menjumlahkan emisi yang dihasilkan dari setiap tahapan proses pangan (produksi, pengolahan,  penggunaan, dan sisa). Dalam siklus pangan, dihasilkan GRK seperti karbon dioksida (CO), metana (CH), dan nitrogen oksida (NO). Perbedaan dalam GRK ini dihitung dengan penyetaraan terhadap potensi pemanasan global (GWP) gas tersebut dengan karbon dioksida (COe). Rumah tangga AS pada umumnya memiliki jejak karbon sebesar 4 t COe/tahun. Berdasarkan per kapita, emisi GRK yang dihasilkan oleh seorang individu di AS (14,4 t CO2e) adalah tiga kali lipat emisi rata-rata global (4,9 t CO2e).

Produksi pangan bertanggung jawab atas seperempat emisi gas rumah kaca. Banyak faktor  yang mempengaruhi jejak karbon makanan, itulah sebabnya penting untuk menjelaskan perjalanan karbon makanan dan bagaimana bisa berkontribusi terhadap perubahan iklim melalui jejak karbon pangan. Meskipun secara umum  transportasi merupakan jejak karbon makanan terbesar, selain penggunaan lahan, jenis pangan, cara budidaya dan proses produksi makanan.

 

Jenis Pangan

Makanan berbasis hewani cenderung memiliki jejak karbon yang lebih tinggi daripada makanan berbasis nabati. Emisi CO2 dari sebagian besar produk berbasis nabati sering kali 10 hingga 50 kali lebih rendah daripada produk berbasis hewani. Hal ini karena persyaratan pertanian, transportasi, dan pengemasan biasanya tidak terlalu sulit untuk produk-produk yang lebih kecil ini.

Lebih khusus lagi, daging merah sangat buruk bagi lingkungan, dengan daging sapi menghasilkan salah satu jejak karbon tertinggi sejauh ini karena pertanian berat dan emisi berbasis lahan. Kami telah mengurutkan beberapa makanan utama dari tertinggi ke terendah, berdasarkan jejak karbonnya.

Jenis pangan dan tingkat emisi

  • Daging sapi - 60 kg CO2e per kg
  • Keju - 21 kg CO2e per kg
  • Unggas - 6 kg CO2e per kg
  • Ikan (Budidaya) - 5 kg CO2e per kg
  • Pisang - 0,7 kg CO2e per kg
  • Kacang-kacangan - 0,3 kg CO2e per kg

 

Mengurangi Emisi Karbon dari Pola Makan

Salah satu saran yang paling sering untuk mengurangi jejak karbon dan pembangunan  berkelanjutan adalah mencari sumber makanan lokal, dan hemat energi. Hospido dkk. (2009) memperkirakan bahwa mengimpor selada Spanyol ke Inggris selama musim dingin menghasilkan emisi tiga hingga delapan kali lebih rendah daripada memproduksinya secara lokal. Mengurangi mengonsumsi daging merah dan susu juga akan menghasilkan perbedaan emisi karbon.

 

Beberapa calculator jejak karbon sudah tersedia online seperti:

https://www-carbonfootprint-com.translate.goog/

  • Hits: 47

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id